Tuesday, March 30, 2010

Kasih sayang Ayah dan Ibu



Ayah dan Ibu adalah ikatan keluarga yang sangat dibutuhkan bagi seorang anak. Mulai dari kasih sayang, perhatian, pengawasan, memotivasi dan lain sebagainya. Namun yang saya temui sebagian siswa ternyata sangat membutuhkan sekali perhatian dan kasih sayangnya. Terbukti dengan kekesalan siswa dialami disekolahnya maupun dilingkungan bermainnya. Kekecewaan maupun kesedihan menjadi kenangan buat memori si Anak jika orang tua ditinggal pergi bahkan hilang sekejab hanya karena kesibukan kerja bahkan dengan kesibukan dakwahnya. Sangat tragis sekali jika si anak tidak mendapat perhatian apalagi kurangnya pengawasan secara intensif menanyakan kabarnya selama ia belajar bahkan bermain dengan temannya. Kekesalan anak hanya menjadikan target buat dirinya harus nilai bagus, baik perilakunya bahkan, menjadikan cita-cita yang tinggi dan terbaik.
Melihat seperti ini miris sekali bahkan yang saya temui sangat disesalkan bagi si anak untuk menjadi kebebasan dari pengawasan bahkan keinginannya bisa dilampiaskan oleh pribadi bahwa aku bisa menguasainya dari pada orang tuaku. Akhirnya pilihannya adalah aku memang tidak ada perhatian dari orang tua bahkan kesibukannyalah yang menjadi alasan. Kesepian, tidak ada waktu bicara curhat, selalu salah dalam mengerjakan, atau salah dalam memberikan keputusan bagi si anak yang akhirnya anak menjadi depresi dan bingung curhat/konsultasi kemana ya ?
"Aku bingung karena ayah dan ibuku selalu pulang malam, keluar kota/negeri,tidak membantuku PR/tugas pelajaran" ujar keluhan siswa. Kadang yang menjadi kesalahan anak sendiri disekolahnya adalah PR/tugas tidak dikerjakan, lupa, terlambat masuk sekolah, tidak ada bahan alat praktek dan lain sebgainya. Aku pusing, aku malas, aku nggak suka gurunya dan seterusnya......itulah keluhan seputar anak yang biasa mendapatkan pelanggaran atau sanksi yang akhirnya anak menjadi tidak semangat untuk belajar bahkan tidak nyaman dalam belajarnya. Ibarat ada puisi bagi orag tua seperti di bawah ini :
Ayah

Kamu bagai semut bekerja keras
Kamu bagai lebah mencari madu
Kamu inginkan aku
Bagai lebah berterbang kebebasan
Tanpa kesusahan, tanpa kesukaran

Mengetepikan perkara yang nahi
Mengetepikan dunia bermukah
Mengetepikan dunia kebebasan
Pesanan Ibu dan Ayah senantiasa diingati
Tidak terlepas dari ingatanku

Ibu
Kamulah segalanya bagiku
Kamulah ratu hatiku
Yang mencegahku sejak
Aku mengenali duniaku ini
Yang mencegahku dari kesalahanku
Yang mendidikku dengan penuh kasih sayangmu
Kamulah lambang cintaku

Janganlah bantah, ikuti perintah
Itulah kata-katamu Ayah
Kamu berkorban demi anakmu
Kamu bersusah payah demi anakmu
Kamu mencari nafkah yang halal

Apakah Ayah ibu moral kedisiplinan dirumah sudah terwarnai dalam rumah tangganya? atau justru lebih sibuk menyiapkan ini-itu yang bersifat material seperti pesta mewah dan segala perabot baru pengisi rumah mereka. Sebaliknya persiapan mental untuk mengarungi biduk rumah tangga seolah terabaikan. Semisal, "Siapkah aku menjadi seorang istri/suami? siapkah aku bisa mengurusi anak dengan saleh ?" Contohnya, orang tua membiarkan saja anaknya berlaku pasif karena asyik nonton teve/internet seharian tanpa adanya pemberian stimulasi konkret yang seharusnya dapat mengasah kemampuannya. Entah itu kemampuan motorik, kognitif, ataupun afektif, dan kemampuan verbal. Orang tua bersikap demikian semata-mata karena menganggap anak seusia ini belum mengerti apa-apa.
Oleh karena itu orang tua menganjurkan agar orang tua tidak pernah merasa lelah untuk terus berburu pengetahuan mengenai perkembangan anak. Toh sumbernya bisa dari mana saja, baik buku, majalah, koran, tabloid, seminar, pertemuan informal, sampai internet. Anggapan bahwa kecerdasan hanya terpatok pada skor IQ saja paling tidak bisa dikoreksi. Lantas, pemahaman akan berbagai aspek kecerdasan akan mendorong orang tua untuk menggali segala potensi yang dimiliki anaknya.
sebetulnya ketidaktahuan/kekurangan orang tua dalam menerapkan pola asuh terhadap anak disebabkan minimnya awareness (kesadaran), knowledge (pengetahuan), attitude (sikap), dan practice (penerapan) atau AKAP. "Sekalipun orang tua harus berada di atas kursi roda, kalau dia memiliki AKAP, dia mampu kok menerapkan pola asuh yang benar agar perkembangan anaknya bisa optimal."

Lain soal kalau kekurangan tersebut mencakup aspek iman, mental, dan moral alias tidak menghadirkan Allah dalam kehidupannya sehari-hari. "Jangankan berkembang optimal, kekurangan di bidang ini sih jelas-jelas bisa menjerumuskan anak." Selain itu, kedisiplinan mesti ditanamkan sejak dini. Bila tidak, di usia 8 tahunan ke atas, giliran anaklah yang akan "menguji" orang tuanya karena di usia itu anak mulai memasuki tahap kritis sekaligus pemberontakan.

Oleh karena itu saya mengingatkan bahwa penerapan disiplin sudah bisa dilakukan sejak anak masih bayi. Mulailah dari hal-hal yang sangat sederhana semisal membiasakan anak mandi, makan dan tidur tepat waktu, buang air besar dan kecil di tempat tertentu, sholat, menutup aurat dan pada jam-jam tertentu, serta melatih anak membereskan mainannya setip kali usai bermain. Dengan begitu anak pun terbiasa dengan disiplinnya tanpa ada sanksi dari orang tua bahkan guru sekalipun. Sehingga perhatian dan kedisiplinan terjaga dan kasih sayangpun tak perna ketinggalan dalam kesehariannya dirumah. Tentu si buah hatipun ikut senang jika orang tua pun saling berinteraksi dan berdiskusi karena bertanda anak membutuhkan kasih sayangnya Wallahu'Alam

Dian Parikesit,S.Pd

Thursday, March 25, 2010

Untung dan ruginya facebook



Suatu hari saya menemukan begitu banyak siswa sekolah akan sibuk dengan facebook sebagai jejaring komunikasi sosial yang akhirnya mereka lebih sibuk dengan chating, memberi komentar maupun menjadi teman penggemar idolanya. Rupanya belajar informasi internet menjadi ajang kebutuhan maupun mendapatkan informasi update yang sangat baru apalgi hal-hal yang baru maupun ajaib bagi wawasan anak asalkan tidak berbuat yang tidak baik bagi perilaku dan akhlak siswa sendiri.

Menurut data statistik yang dilansir CheckFacebook.com, jumlah pengguna Facebook di Indonesia telah masuk 10 besar jumlah pengguna Facebook terbesar di dunia. Indonesia bertengger di peringkat tujuh, mengatasi Australia, Spanyol, dan Kolombia di peringkat 10.Menurut data tersebut, Pengguna situs jejaring sosial Facebook telah mencapai 325 juta user dari seluruh dunia. Angka tersebut merupakan raihan sampai akhir pekan lalu. Dari 325 juta pengguna tersebut, seperti dilaporkan VIVAnews yang dilansir dari CheckFacebook, 9 November 2009, dari data terakhir yang mereka kumpulkan, pengguna Facebook di Indonesia semakin mendekati angka 12 juta. Dan dari 11 juta pengguna lebih tersebut, 47,04 persen di antaranya merupakan pengguna aktif. Adapun urutan negara dengan pengguna terbanyak adalah Amerika Serikat, Inggris, Turki, Perancis, Kanada, Italia, Indonesia, Spanyol, Australia, dan Filipina.
Tepatnya 11.759.980 user. Angka tersebut menempatkan Indonesia di posisi ke 7 sebagai negara pengguna Facebook terbesar di dunia.

Namun yang herannya sebagian siswa banyak memberikan komentar di facebook dengan komentar yang tidak baik bahkan negatif thinking yang akhirnya mulai perasaan tidak suka bahkan menjurus penghinaan terhadap seseorang atau istilah kata (korban bullying). Begitu luar biasanya informasi dan jaringan sosial facebook yang akhirnya anak lebih suka dengan FB dari pada untuk mencari ilmu dan wawasan pengetahuan yang bisa diambil digoogle maupun yang lainnya. Komentar maupun perkataan harus juga diresapi dengan kehati-hatian bagi sang anak karena boleh jadi sang anak tidak tersadarkan dirinya bahwa facebook bisa dilihat semua (kalo tidak menggunakan sistem privasinya) karena itu adalah komunikasi dua arah bahkan semua arah bisa diakses.

Pepler dan Craig (1988) mengidentifikasi beberapa faktor internal dan eksternal yang terkait dengan korban bullying. Secara internal, anak yang rentan menjadi korban bullying biasanya memiliki temperamen pencemas, cenderung tidak menyukai situasi sosial (social withdrawal), atau memiliki karakteristik fisik khusus pada dirinya yang tidak terdapat pada anak-anak lain, seperti warna rambut atau kulit yang berbeda atau kelainan fisik lainnya. Secara eksternal, ia juga pada umumnya berasal dari keluarga yang overprotektif, sedang mengalami masalah keluarga yang berat, dan berasal dari strata ekonomi/kelompok sosial yang terpinggirkan atau dipandang negatif oleh lingkungan. Inilah yang akhirnya mereka pun memberikan status facebook dalam keadaan curhat pada keadaan yang sebenarnya terjadi hari ini juga.

Rupanya zaman memang sudah mulainya era informasi (internet) namun jangan lupa hal terburukpun sikap kehati-hatian juga perlu pengawasan baik dari orang tua maupun dari guru yang akhirnya mengetahui kondisi karakter anak yang sebenarnya. Berikanlah arahan maupun petunjuk yang baik agar komentar maupun curhat yang dipublikasikan hendaknya yang baik bukan berburuk sangka apalagi fitnah, bahkan memvonis yang kurang baik kepada teman facebooknya. Memang perlu informasi melalui kabar/pekerjaan yang anak belum tahu dalam memberikan komentarnya seperti ia sakit namun temannya memberikan informasi PR atau tugas disekolahnya atau menjadi bahan diskusi tugas siswa. Tidak hanya mencari kesalahan atau berburuk sangka kepada orang lain. karena minum obat lebih baik dari pada mengobatinya, artinya sebelum terjadi hendaklah kita terus memberikan petunjuk yang baik, arahan yang jelas sehingga anak pun terbiasa dengan berbaik sangka kepada orang lain(positif thinking) Wallahua'alam

Dian Parikesit, S.Pd

Monday, March 15, 2010

Tahukah Anda Bagaimana merangsang dan meningkatkan kreativitas anak ?

Pertanyaan yang sering timbul dan di tanyakan oleh orang tua adalah Bagaimana merangsang dan meningkatkan kreativitas anak ? Sebagai orang tua yang peduli terhadap tumbuh kembang anak, tentu menginginkan untuk memiliki anak yang creative dan cerdas. Kreativitas sebenarnya sudah dimulai sejak bayi.

Seorang professor bidang ilmu pendidikan di Amerika Serikat, yang bernama Dr. E. Paul Torrance, mengatakan bahwa semua anak belajar melalui cara Trial and Error. Contoh yang paling sederhana adalah ketika anak sedang belajar untuk berjalan, berapa kali anak akan gagal dan terus mencoba dan gagal lagi, hingga akhirnya bisa berjalan. Sebenarnya disini peran orang tua penting untuk membantu. Banyak proses seperti diatas yang tidak disadari oleh orang tua untuk memberikan motivasi aktif kepada anak. Dari contoh di atas sudah jelas bahwa kreativitas sebenarnya sudah di dimulai sejak bayi.

Ada 2 hal yang harus diketahui oleh orang tua, yaitu :
Semua anak kecil memiliki kreativitas
Kreativitas dapat ditingkatkan melalui rangsangan, kesempatan dan latihan yang berkesinambungan


Karena kreativitas ini sudah dimulai sejak bayi, berarti mendidik dan melatih kreativitas anak dapat dimulai dari lingkungan yang paling dekat yaitu keluarga dalam hal ini ayah dan ibu.


Menurut Dr. E. Paul Torrace kembali, kreativitas pada anak mulai meningkat pada saat berusia 3 tahun, dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 5 tahun. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang tua untuk meningkatkan kreativitas anak adalah sebagai berikut :
Tentukan media yang dapat merangsang kreativitas anak, contoh nya adalah melipat, menempel, mewarnai, bahkan bereksperimen.
Biarkan anak bebas melakukan apa yang di yakini atau di sukainya. Menurut Dr. Dale Grubb, orang tua yang terlalu mengajari dalam berbagai hal kepada anak membuat anak kurang kreatif, berbeda dengan anak yang diberikan kebebasan oleh orang tuanya untuk belajar, dimana anak tersebut akan lebih kreatif. Menurut Dr. Dale Grubb, orang tua, guru harus menghargai kreativitas anak apapun dan bagaimana pun yang dilakukan oleh anak, sehingga anak dapat berkreasi sendiri dengan gayanya.
Beri solusi kepada anak, ketika anak tidak dapat memecahkan masalah, sehingga anak dapat berpikir dengan cara yang berbeda.

Jadi sekarang, jika ingin anak Anda tambah kreatif dan menjadi anak yang dapat memecahkan masalah dalam hidupnya, cobalah untuk terus memberikan pengawasan dan melatih anak untuk terus berkreatif kapanpun dan dimanapun. Jika anak menikmati permainan dengan kreativitas yang dimilikinya, maka anak bisa memecahkan masalah yang dihadapinya dengan mudah


Meningkatkan Kepercayaan diri

Dalam masa anak-anak, bermain merupakan sesuatu yang bermain merupakan sesuatu yang setiap hari dilakukan, namun ketika sudah menginjak remaja dan dewasa, bermain bukanlah sesuatu yang dilakukan setiap hari, banyak hal-hal yang membuat anak remaja tidak memiliki waktu untuk bermain lagi, karena kesibukan dan kepadatan aktivitas baik di sekolah maupun di rumah.

Menurut Psikolog Harvard Jerome Kagan, dia mengidentifikasikan ada 3 cara yang bisa digunakan untuk memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, Yaitu :
Interaksi Langsung
Indentifikasi Emosi
Cerita-cerita keluarga

Di usia remaja, anak sudah memiliki keputusan, dengan siapa mereka berteman dan dengan siapa mereka pergi. Bagi sebagian remaja berjalan bersama orang tua sudah tidak lagi menyenangkan, dan merasa malu jika berjalan bersama-sama. Di usia ini anak-anak remaja sebenarnya ingin berinteraksi langsung yaitu : ingin di terima oleh lingkungannya, ingin menjadi pusat perhatian bagi lingkungan dan teman-temannya.


Setiap bermain pun anak juga mempunyai keputusan yang mereka anggap itu bermanfaat atau sekedar iseng saja apalagi semakin mulainya anak ingin bebas bersama dengan ayah dan ibunya sendiri. Bercerita, sharing, bermain atau diskusi dengan temannya adalah salah satu faktor bahwa anak membutuhkan bermain dengan seorang teman. Sebagian murid banyak sekali mereka kehilangan teman bermain yang pada akhirnya hilang dan kurangnya kreativitas anak. Karena ia membutuhkan koreksi maupun saran dari orang lain apakah karya yang dibuatnya benar atau tidak?
Merangsang kreativitas anak tidak harus dengan batasan waktu bahkan sangat kurang sekali waktu yang perlu dikembangkan namun tergantung kecepatan daya tangkap berpikir maupun diskusi dari karya kreativitasnya sendiri yang membuat butuh waktu lama. Tapi ada saja interaksi yang putus disebabkan kurangnya komunikasi yang efektif terhadap temannya maupun guru dan orang tuanya yang masih belum dukungan menunjang petunjuk yang praktis. seperti keterangan, alat dan bahan atau media yang belum memadai.
Oleh karena itu ubahlah cara berpikir kreatif mereka dengan pendekatan maupun diskusi karena begitu banyak anak selalu bertanya keingin tahuan mereka dalam belajar karena mereka yakin kalo mereka bisa melebihi kreatifnya dari guru maupun orang tua yaitu sambil belajar, bermain dan menyenangkan dalam berteman sesuai dengan aturan waktu yang akan ditawarkan. Cobalah untuk berkreasi dan merangsang kreatif mereka.

Thursday, March 11, 2010

Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik.

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik secara individual.

C. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas

1. Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal.

Adapun langkah-langkahnya adalah :
mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),
membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.
Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)

2. Peran Guru
Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar.
Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:
Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.
Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi
Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
Menggunakan teknik diagnostik
Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan

3. Peran Peserta didik
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

4. Evaluasi
Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.
Asumsi dasarnya adalah:
bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)
Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:
Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar
Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program pengayaan.
Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor
Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.
Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.