Friday, April 30, 2010

Sepuluh tips untuk membantu kamu dalam mengerjakan ujian:



* Datanglah dengan persiapan yang matang dan lebih awal.
Bawalah semua alat tulis yang kamu butuhkan, seperti pensil, pulpen, kalkulator, kamus, jam (tangan), penghapus, tip ex, penggaris, dan lain-lainnya. Perlengkapan ini akan membantumu untuk tetap konsentrasi selama mengerjakan ujian.

* Tenang dan percaya diri.
Ingatkan dirimu bahwa kamu sudah siap sedia dan akan mengerjakan ujian dengan baik.

* Bersantailah tapi waspada.
Pilihlah kursi atau tempat yang nyaman untuk mengerjakan ujian. Pastikan kamu mendapatkan tempat yang cukup untuk mengerjakannya. Pertahankan posisi duduk tegak.

* Preview soal-soal ujianmu dulu (bila ujian memiliki waktu tidak terbatas)
Luangkan 10% dari keseluruhan waktu ujian untuk membaca soal-soal ujian secara mendalam, tandai kata-kata kunci dan putuskan berapa waktu yang diperlukan untuk menjawab masing-masing soal. Rencanakan untuk mengerjakan soal yang mudah dulu, baru soal yang tersulit. Ketika kamu membaca soal-soal, catat juga ide-ide yang muncul yang akan digunakan sebagai jawaban.

* Jawab soal-soal ujian secara strategis.
Mulai dengan menjawab pertanyaan mudah yang kamu ketahui, kemudian dengan soal-soal yang memiliki nilai tertinggi. Pertanyaan terakhir yang seharusnya kamu kerjakan adalah:
soal paling sulit
yang membutuhkan waktu lama untuk menulis jawabannya
memiliki nilai terkecil

* Ketika mengerjakan soal-soal pilihan ganda, ketahuilah jawaban yang harus dipilih/ditebak.
Mula-mulai, abaikan jawaban yang kamu tahu salah. Tebaklah selalu suatu pilihan jawaban ketika tidak ada hukuman pengurangan nilai, atau ketika tidak ada pilihan jawaban yang dapat kamu abaikan. Jangan menebak suatu pilihan jawaban ketika kamu tidak mengetahui secara pasti dan ketika hukuman pengurangan nilai digunakan. Karena pilihan pertama akan jawabanmu biasanya benar, jangan menggantinya kecuali bila kamu yakin akan koreksi yang kamu lakukan.

* Ketika mengerjakan soal ujian esai, pikirkan dulu jawabannya sebelum menulis.
Buat kerangka jawaban singkat untuk esai dengan mencatat dulu beberapa ide yang ingin kamu tulis. Kemudian nomori ide-ide tersebut untuk mengurutkan mana yang hendak kamu diskusikan dulu.

* Ketika mengerjakan soal ujian esai, jawab langsung poin utamanya.
Tulis kalimat pokokmu pada kalimat pertama. Gunakan paragraf pertama sebagai overview esaimu. Gunakan paragraf-paragraf selanjutnya untuk mendiskusikan poin-poin utama secara mendetil. Dukung poinmu dengan informasi spesifik, contoh, atau kutipan dari bacaan atau catatanmu.

* Sisihkan 10% waktumu untuk memeriksa ulang jawabanmu.
Periksa jawabanmu; hindari keinginan untuk segera meninggalkan kelas segera setelah kamu menjawab semua soal-soal ujian. Periksa lagi bahwa kamu telah menyelesaikan semua pertanyaan. Baca ulang jawabanmu untuk memeriksa ejaan, struktur bahasa dan tanda baca. Untuk jawaban matematika, periksa bila ada kecerobohan (misalnya salah meletakkan desimal). Bandingkan jawaban matematikamu yang sebenarnya dengan penghitungan ringkas.

* Analisa hasil ujianmu.
Setiap ujian dapat membantumu dalam mempersiapkan diri untuk ujian selanjutnya. Putuskan strategi mana yang sesuai denganmu. Tentukan strategi mana yang tidak berhasil dan ubahlah. Gunakan kertas ujian sebelumnya ketika belajar untuk ujian akhir.

Wednesday, April 21, 2010

Ketika Sang Buah Hati Beranjak Dewasa



Wahai Ibu… tentunya kita telah mengetahui bahwa Islam adalah ajaran yang paling agung dan sempurna, maka tidaklah kita kaget ketika Islam ternyata telah memberikan rambu-rambu bagi orang tua dalam memberikan pendidikan seksual bagi anak-anaknya.

Pondasi 1: Ajarkanlah kepada sang buah hati untuk minta ijin ketika hendak masuk ke kamar orang tua.

Allah telah berfiman bahwa hendaklah anak meminta ijin sebelum masuk menemui orang tua mereka.

“Dan apabila anak-anakmu telah sampai hulm (ihtilam), Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nuur [24]: 59)

Islam menetapkan kewajiban meminta ijin kepada orang tua ketika hendak masuk ke kamar pada tiga waktu, yaitu sebelum shalat fajar, siang hari ketika waktu tidur siang serta setelah shalat isya’. Ketiga waktu tersebut merupakan waktu istirahat bagi orang tua ketika mereka memakai pakaian ringan dan mungkin sedang berada dalam kondisi yang tidak boleh dilihat.

Sungguh tidak mungkin Islam mengajarkan sesuatu tanpa adanya hikmah di dalamnya. Sesungguhnya orang tua adalah teladan bagi anak-anak mereka. Ketika anak memasuki kamar orang tua mereka tanpa ijin, boleh jadi mereka akan melihat kedua orang tua mereka dalam keadaan yang tidak pantas untuk mereka lihat. Anak yang melihat orang tua mereka dalam keadaan berbeda dengan keadaan sehari-hari yang mereka lihat akan berdampak kepada pekerti mereka, karena mereka melihat sesuatu yang sebenarnya belum waktunya untuk mereka pahami. Kewibawaan orang tua pun akan jatuh di mata anak.

Melihat aurat orang tua (atau orang dewasa lainnya) akan membekas pada anak dan merusak jiwa dan syarafnya ketika dewasa. Banyak orang terjangkit penyakit penyimpangan seksual seperti onani maupun masturbasi salah satu sebabnya karena mereka tidak terbiasa menjaga mata dan pendengaran mereka terhadap hal-hal yang tidak sepantasnya mereka lihat. Oleh karena itu, diwajibkan bagi orang tua untuk menutup aurat mereka di setiap waktu dalam rangka membantu menyeimbangkan naluri anak agar dapat berkembang sesuai dengan pekerti yang luhur.

Pondasi 2: Wahai Ibu, ajarkanlah kepadanya untuk menundukkan pandangannya dan menjaga auratnya.

Hendaknya setiap orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya untuk menjaga pandangan dan menutup aurat sejak masih kecil. Hal tersebut lebih baik dan lebih mudah untuk membentuk kebiasaan yang baik pada diri mereka. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa anak akan merekam segala hal yang berkesan dalam ingatan mereka. Makna berkesan bagi anak berarti sesuatu yang baru dan segala sesuatu yang baru akan tampak menarik di mata anak. Apabila anak melihat sesuatu yang tidak pantas atau belum waktunya mereka lihat, maka jiwanya akan terguncang dan pikirannya akan terganggu dengan apa yang dilihatnya.

Anak yang tidak dibiasakan untuk menjaga pandangannya akan melihat aurat orang lain yang tidak boleh dilihatnya, apalagi pada jaman sekarang ini begitu banyak manusia mengobral auratnya tanpa merasa malu sedikit pun. Wahai Ibu, jagalah anakmu dari hal-hal yang demikian karena sungguh jiwanya akan rusak dan nafsu seksualnya akan matang sebelum waktunya. Sesungguhnya Allah telah berfirman,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat’.” (Qs. An-Nuur [24]:30)

Selain mengajarkan pada anak untuk menundukkan pandangannya, orang tua juga harus mengajarkan pada mereka untuk memakai hijab sejak dini. Allah berfirman,

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. An-Nuur [24]:31)

Biasakan anak kita untuk menutup aurat mereka agar tumbuh dalam jiwa si kecil perasaan malu dan kecintaan mereka terhadap hijab. Menutup aurat dapat diajarkan pada si kecil ketika sholat sebagai syarat sah sholat, kemudian biasakanlah ia memakai hijab di luar sholat sedikit demi sedikit. Ketika kita melakukannya dengan penuh kasih sayang dan penghargaan terhadap kepatuhannya, niscaya si kecil akan merasa sangat senang memakai hijabnya.

Pondasi 3: Wahai Ibu, pisahkanlah tempat tidur mereka.

Rasulullah adalah pendidik yang sangat cermat, sehingga tidak terluput dari perhatiannya prinsip yang sangat penting dalam membina anak-anak yang berlainan jenis. Rasulullah telah mengajarkan kepada orang tua untuk memisahkan tempat tidur anak-anak mereka. Imam Ahmad (6467) meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dengan sanad hasan,

“Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka ketika meninggalkannya apabila mereka telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”

Dalam riwayat yang lain,

إِذَ بَلَغَ أَوْ لاَدُكُمْ سِنِيْنَ فَفَرِّقُوْا بَيْنَ فُرَشِهِمْ، وَإِذَا بَلَغُوْا عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُمْ عَلَى الصَّلاَةِ

“Jika anak-anak kalian telah berusia tujuh tahun, maka pisahkanlah tempat tidur mereka, dan jika mereka telah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika belum mau mengerjakan shalat.” (Diriwayatkan oleh Hakim dalam kitab Mustadrak 1/201 dan dikatakannya sebagai hadits shahih berdasarkan syarat Muslim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Wahai Ibu, maka pisahkanlah ranjang anak-anakmu ketika mereka telah mencapai usia 10 tahun. Hal ini disebabkan ketika berusia 10 tahun, syahwat mereka telah mulai berkembang dan bila tidak diatur bisa jadi mereka akan melampiaskan nafsu seksualnya pada jalan yang diharamkan oleh agama. Kalau pun kita tidak sanggup memisahkan tempat tidur mereka, cukuplah kita memisahkan mereka dengan memberikan selimut pada masing-masing anak. Namun menjauhkan tempat tidur mereka adalah lebih baik dan lebih utama. Oleh karena itu, hendaknya kita memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh untuk menghindari fitnah dan kerusakan akibat ketidakhati-hatian kita.

Pondasi 4: Wahai Ibu, ajarkanlah kepadanya untuk tidur dengan berbaring ke sisi kanan dan tidak telungkup.

Wahai Ibu, banyak orang tua yang mengabaikan ajaran mulia ini. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita untuk berbaring ke sisi kanan ketika tidur dan melarang seorang sahabatnya tidur telungkup.

Dari Ya’isy bin Thakhfah Al-Ghifari radhiallahu’anhu berkata, “Bapakku berkata kepadaku, ‘Ketika aku tidur di masjid dengan telungkup tiba-tiba ada seseorang yang menggerak-gerakkan aku dengan kakinya lalu mengatakan: Sesungguhnya ini adalah tidur yang dibenci Allah.’ Lalu aku melihatnya ternyata beliau adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, 5040 dengan isnad shahih; Ahmad, 3/430; Ibnu Majah, 3722; At-Tirmidzi, 2769)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Biasanya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam shalat malam sebelas rakaat, bila fajar telah terbit maka beliau shalat dua rakaat yang ringan kemudian berbaring di atas bagian kananya (miring ke kanan) hingga datang muadzin lalu adzan.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, 11/92; Muslim, 736)

Hendaknya kita mengingatkan anak apabila kita mendapati mereka tidur dalam posisi telungkup. Para dokter menyatakan bahwa tidur telungkup dapat menyebabkan timbulnya syahwat dan berbagai penyakit yang berbahaya bagi tubuh.

Pondasi 5: Wahai Ibu, jauhkanlah dirinya dari ikhtilaat (bercampur baur) dengan lawan jenis dan segala hal yang membangkitkan syahwatnya

Tidak dapat dipungkiri oleh mereka yang berpikiran jernih, bahwa ikhtilaat merupakan sebab dari kerusakan anak muda pada jaman sekarang ini. Pada usia pubertas, anak sangat memperhatikan penampilannya. Mereka berusaha keras untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Bagi anak yang sedikit atau bahkan sama sekali tidak dekat dengan nilai-nilai keislaman, sama sekali tidak merasa malu untuk mengumbar aurat mereka.

Anak-anak yang jauh dari pendidikan agama akan merasa bangga ketika lawan jenis mengagumi penampilan mereka. Anak-anak perempuan itu tidak menyadari bahwa bahaya menghadang dengan bercampurnya mereka dengan laki-laki. Wahai ibu, hendaknya kita jaga buah hati kita agar tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan. Sesungguhnya campur baurnya anak laki-laki dan perempuan adalah jalan bagi setan untuk membujuk mereka dalam perbuatan keji. Maka sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, “Tidak ada seorang pun yang berdua-duaan dengan wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, no. 2165, beliau berkata, “Hadits hasan gharib”)

Bahkan negara-negara barat telah menyadari kerusakan yang ditimbulkan oleh ikhtilaat ini dengan membuat sekolah-sekolah khusus putri dan putra. Lalu mengapa justru kita yang telah dididik dengan Islam sejak lahir menutup mata terhadap hal ini?!

Pondasi 6: Wahai Ibu, ajarkanlah dia tentang kewajiban mandi dan sunnah-sunnahnya.

Ketika anak telah memasuki usia taklif (terkena beban syari’at), maka hendaklah kita mulai memberikan bimbingan tentang tata cara thaharah (bersuci) dan mandi wajib sebab dirinya telah dikenai kewajiban-kewajiban syari’at. Inilah saat bagi ayah untuk berbicara dan membimbing anak laki-lakinya dan saat bagi ibu untuk membimbing anak perempuannya.

Pondasi 7: Wahai Ibu, ajarkanlah padanya surat An-Nuur.

Mengajarkan surat An-Nuur kepada anak-anak merupakan suatu hal yang mulia. Pada surat An-Nuur terkandung pelajaran-pelajaran yang sangat penting untuk diketahui anak seperti masalah hijab dan selainnya. Hal ini merupakan salah satu cara untuk menjaga keimanan mereka agar terhindar dari perbuatan maksiat dan keji seperti zina.

Pondasi 8: Wahai Ibu, berikanlah pendidikan seks bagi anakmu yang telah dewasa dan laranglah dirinya dari perbuatan keji.

Awal dari pendidikan seks bagi anak adalah dengan menjelaskan surat An-Nuur, karena di dalamnya terdapat pembinaan moral dan pendidikan seks yang wajib disampaikan oleh orang tua. Kemudian orang tua wajib mengajari anak tentang kewajiban-kewajiban mandi dan tata cara membersihkan diri dari janabat. Tidak kalah penting dari kedua hal tersebut, hendaknya kita selalu memperingatkan mereka agar tidak terjerumus dalam perbuatan keji dan perzinahan. Jelaskan kepadanya bagaimana hal tersebut dapat terjadi dan jelaskan pula tentang hubungan seksual itu.

Wahai Ibu, kemudian sampaikanlah hadits ini kepadanya, “Dari Abu Umamah bahwa ada seorang pemuda dari suku Quraisy datang menghadap Nabi dan berkata:

‘Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina.’

Lalu orang-orang pun menatapnya dan menghardik, namun beliau berkata,

‘Dekatkanlah ia kemari!’ Ia kemudian sedikit mendekati beliau.

Beliau lalu berkata, ‘Apakah kamu suka jika hal itu menimpa pada ibumu?’ Ia menjawab, ‘Tidak, demi Allah. Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.’ Beliau menambahkan lagi, ‘Dan orang-orang pun tidak suka bila hal itu menimpa ibu mereka.’

Beliau bertanya lagi, ‘Dan apakah kamu suka jika hal itu menimpa putrimu?’ Ia berkata, ‘Tidak ya Rasulullah. Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.’ Beliau menambahkan lagi, ‘Dan orang-orang pun tidak suka bila hal itu menimpa putri mereka.’

Beliau bertanya lagi, ‘Dan apakah kamu suka jika hal itu menimpa saudarimu?’ Ia berkata, ‘Tidak ya Rasulullah. Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.’ Beliau menambahkan lagi, ‘Dan orang-orang pun tidak suka bila hal itu menimpa saudari-saudari mereka.’

Beliau bertanya lagi, ‘Dan apakah kamu suka jika hal itu menimpa saudari ayahmu?’ Beliau menambahkan, ‘Dan apakah kamu suka jika hal itu menimpa saudari ibumu?’ Ia berkata, ‘Tidak ya Rasulullah. Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.’ Beliau menambahkan lagi, ‘Dan orang-orang pun tidak suka bila hal itu menimpa saudari-saudari ibu mereka.’

Beliau kemudian berdo’a, ‘Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikan hatinya, dan peliharalah kemaluannya.’” Sesudah itu ia tidak pernah lagi berpaling ke hal yang keji.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, isnadnya dishahihkan dalam Silsilah Al-Haadits As-Shahihah, no 370)

Beritahukanlah kepadanya sangsi dari perbuatan zina dan hukuman had-nya agar ia merasa takut dan waspada dari perbuatan tersebut.

Pondasi 9: Wahai Ibu, biarkanlah dia menikah.

Sungguh suatu hal yang memprihatinkan terjadi pada kaum muslimin pada hari ini. Mereka lebih memilih menengok dan berjalan di belakang kaum kuffar daripada berjalan di atas sunnah nabi mereka. Bagaimana tidak? Betapa banyak orang tua yang merasa resah ketika anak gadis mereka tak kunjung mendapatkan pacar. Mereka bersikap tenang ketika melihat anak mereka berjalan kesana-kemari dengan teman laki-lakinya, dan pada akhirnya mereka mendapatkan malu dan aib ketika perzinahan terjadi. Padahal semuanya terjadi di bawah kendali dan pengawasan mereka.

Islam datang menawarkan solusi terbaik, yaitu dengan segera menikahkan anak-anak kita. Berapa banyak kemungkaran bisa dicegah dengan pernikahan? Pernikahan adalah sesuatu yang sejalan dengan fitrah manusia dan ia adalah sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Sungguh tidak bisa dimengerti ketika ada orang tua yang memilih membiarkan anak mereka larut dalam budaya pacaran dan bahkan mendorongnya daripada memilih menikahkannya padahal mereka mengetahui bahwa anak mereka telah sampai pada kondisi wajib menikah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda,

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian mempunyai kemampuan untuk menikah, maka menikahlah karena hal itu lebih menundukkan pandangan dan memelihara kehormatan. Namun barangsiapa yang tidak mampu maka ia harus berpuasa karena puasa itu adalah penekan nafsu syahwat.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitabun Nikah: 4677, Imam Muslim dalam Kitabun Nikah: 2485, dan selainnya)

Demikianlah syari’at yang mulia ini telah memberikan rambu-rambu kepada kita. Hendaknya kita memperhatikan dengan seksama pendidikan bagi anak-anak kita dan tidak terlena dengan pendidikan di luar Islam. Wallohu Ta’alaa a’lam wa musta’an.

Maraji’:

1. Kaifa Turrabi Waladan> karya Al-Maghribi bin As-Said Al-Maghribi (ed. terjemah: Begini Seharusnya Mendidik Anak)
2. Ifham Tiflaka Tanjah fii Tarbiyatihi karya Adil Fathi Abdullah (ed. terjemah: Knowing Your Child)

Monday, April 12, 2010

Depresi sang Anak



Pengalaman adalah guru bagi seluruh manusia karena begitu pentingnya pengalaman/ibrah yang pernah dialami selama tantangan dan keistimewaan yang ditemukan dalam pikiran manusia. Bukan menjadi sebuah depresi atau kelemahan ketika menemukan kesulitan/cobaan yang dideritanya pada sebuah keluarga. Namun perlu dievaluasi apakah dalam diri kita sudah memberikan yang terbaik bagi orang lain. Karena boleh jadi dengan depresinya anggota keluarga seperti istilah ngambek si anak menjadi bumerang bagi orang tua yang akhirnya lepas tangan dan tidak adanya pengontrolan. Menurut Nevid, Faktor penyebab Depresi disebabkan karena masalah Gender, usia, geografi, ras, keputusasaan, perilaku bunuh diri sebelumnya, masalah keluarga, kejadian-kejadian yang menimbulkan stres, penyalahgunaan obat, penularan sosial, pengaruh media massa ndan lain-lainnya.
Pertama, gejala psikologis seperti mudah tersinggung, merasa diri tak berharga, pesimistis. Orang yang depresi juga seringkali mengalami gejala fisik berupa sakit kepala, kelelahan, nafsu makan hilang atau berlebih, mual, keluhan lambung, diare.

Sementara itu gejala perilaku yang perlu diwaspadai adalah kehilangan minat, pemurung, sulit konsentrasi. gelisah, gampang terganggu, merasa tidak berdaya, serta mulai menarik diri dari aktivitas sehari-hariAnak-anak pada usia sekolah memang lebih gampang mengalami depresi. Contohnya, anak-anak yang sering pindah sekolah karena mengikuti kepindahan tugas orangtuanya. Bagi anak yang sulit beradaptasi, dampak negatif berpindah-pindah sekolah itu tidak bisa dianggap sepele. Anak bisa stres berat. Kecenderungan depresi akan meningkat jika si anak berasal dari keluarga yang pernah mengalami depresi. Misalnya orangtuanya pernah mengalami depresi, maka kemungkinan anaknya juga gampang terkena depresi. Secara fisik, anak penderita depresi menjadi hilang nafsu makan yang menyebabkan tubuhnya kurus dan kehilangan energi. Keluhan lain, anak sering mengalami sakit perut dan pusing. Itu terjadi jika kondisi fisik si anak tidak kuat sehingga rentan terkena penyakit, seperti diare, demam, bahkan asma.Masing-masing tahapan usia memiliki sumber stres/depresi sendiri. Berikut penjelaannya :

KELAS 1-2 SD

Merupakan masa adaptasi. Anak harus menyesuaikan diri dengan materi, guru, lingkungan, dan perilaku teman-temannya di sekolah. Inilah sumber stres anak di usia ini. Apalagi bila si anak tergolong tipe tertutup, disamping orangtua juga tak membiasakan keterbukaan komunikasi.

Gejala:

< Anak tampak murung, tidak antusias menceritakan pengalaman, susah dibangunkan, ogah-ogahan bersiap ke sekolah, mengeluh pusing atau sakit perut sebelum pergi, dan akibat selanjutnya adalah mogok sekolah.

< Terjadi beberapa perubahan pada perilaku, seperti tadinya anak dapat menulis rapi kini menjadi acak-acakan.

< Terdapat perbedaan mood mencolok antara di rumah dan di sekolah. Di sekolah pasif, cemberut, pencemas, tetapi di rumah riang, aktif, dan mampu menyelesaikan tugas dengan baik.

Tip Mengatasi:

Atasi dan kelola stres anak dengan bijak. Jika tak ditangani dengan baik, anak dapat jatuh pada kondisi takut sekolah (school phobia). Kadang anak membutuhkan bantuan ahli seperti psikolog atau psikiater.

* Seberapa besar kemampuan adaptasi anak menjadi solusinya. Agar anak tak mengalami hambatan dalam bergaul, orangtua sebaiknya mengasah kemampuan sosialisasi anak. Biarkan dia bermain bersama teman di sekolah dan luar sekolah.

* Saat di sekolah, orangtua/pengasuh diharapkan tidak selalu menunggui anak terus-menerus. Dengan demikian, kepercayaan dirinya akan tumbuh. Dia akan bergaul dengan teman barunya. Untuk mengetahui ada-tidaknya hambatan di sekolah, orangtua dapat berdialog dengan anak sepulang sekolah. Tanyakan pengalamannya dengan teman-teman di sekolah. Sudah berapa teman yang kenal dan akrab, apa yang disukai dan tak disukai dari temannya, siapa nama dan di mana rumahnya, dan seterusnya.

* Anak belum bisa membaca? Tenang! Anak usia 1-2 SD tak dituntut untuk bisa membaca lancar, dan beberapa sekolah sudah menerapkannya.

* Kekerasan dari teman menjadi sumber stres lainnya. Anak kelas 1-2 SD bak anak bawang yang dapat menjadi korban kakak kelasnya. Agar anak memiliki pertahanan diri, ajarkan untuk bersikap asertif seperti berteriak atau melapor pada guru. Jangan sampai anak berdiam diri dan menelan tekanan itu sendiri. Orangtua pun sebaiknya tak berdiam diri. Jika masih ringan mungkin masih bisa ditoleransi, tapi jika sudah berat seperti memukul atau merusak, tak ada salahnya meminta bantuan guru untuk mengatasinya.

KELAS 3-5 SD

Di fase ini anak sudah dapat menyesuaikan diri dengan baik. Tak ada hambatan dengan lingkungan, baik itu teman, guru, maupun materi pelajaran di sekolah. Anak juga sudah menemukan teman-teman dekat, bahkan membentuk kelompok sendiri (peer group). Namun, sumber stres di usia ini pun tetap ada. Entah konflik dengan teman, materi yang terlalu berat, guru yang galak, naksir lawan jenis, berkelahi, dan lain-lain.

Untuk mendeteksi stres di usia ini sedikit lebih mudah. Biasanya, anak-anak sudah terbuka menceritakan masalahnya kepada orangtua sehingga dapat mendeteksinya dengan cepat. Selain itu, orangtua juga dapat mengenali ciri-ciri stres lainnya pada anak seperti senang melamun, sulit menangkap pelajaran, gampang marah, tertawa berlebihan, sering terbangun dan mimpi buruk, tidak berselera makan, dan lain-lain.

Tip Mengatasi:

Orangtua hendaknya melakukan komunikasi intensif dengan anak. Dengarkan dan beri saran saat anak terjerat permasalahan.

* Beberapa masalah yang timbul antara lain, konflik antarteman, baik dengan teman dekat maupun teman lainnya di sekolah. Jika ini terjadi, orangtua sebaiknya jangan langsung melakukan intervensi dini. Ingat, anak juga perlu belajar mengatasi konfliknya sendiri. Kalaupun terpaksa, orangtua hanya memberikan saran. Kecuali, jika konflik itu tak bisa diatasi dan mengganggu aktivitas belajarnya, orangtua harus ikut terjun memberikan solusi. Misal, anak mulai memasuki pubertas dan bermasalah dengan pacarnya.

* Kekurangan diri yang dimiliki kadang menjadi bahan olok-olok. Ini juga menjadi sumber stres anak. Orangtua harus bisa menggali kemampuan dan kelebihan lainnya pada anak. Dengan demikian, konsep diri anak tetap baik. Boleh jadi anak bertubuh pendek, tapi dia jago berenang atau punya sifat humoris, sehingga tetap disukai teman-temannya.

* Beberapa materi baru seperti matematika, IPA, atau bahasa daerah dapat membuat tekanan tersendiri. Itulah mengapa, orangtua harus dapat mengetahui kesulitan-kesulitan anak selama di sekolah. Cari solusinya seperti memberikan les privat buat anak.

* Guru galak juga bisa menjadi biang keladi stres. Apalagi jika anak termasuk tipe sensitif dan tertutup. Dalam kondisi ini, orangtua harus menyerap aspirasi anak sekaligus mengoreksi perilaku salahnya. Katakan pada anak agar dia menghindari semua hal yang membuat guru killer-nya naik pitam.

* Selain materi, bobot pelajaran di kelas 3-5 SD pun lebih berat. Lamanya belajar juga lebih panjang. Agar tak jadi tekanan, bimbing anak supaya dapat membuat jadwal rutinitas sehari-hari. Dengan jadwal, anak dapat mengatur rutinitas sehari-harinya dengan baik. Menonton teve boleh saja, tapi tetap dibatasi. Rekreasi tetap penting seperti pikinik di alam bebas, berenang, jalan-jalan, menonton bioskop, dan bermain bersama teman. Kehidupan harus seimbang, ini penting.

KELAS 6 SD

Permasalahan yang dialami anak kelas 6 SD tak jauh berbeda dari kelas 3-5 SD. Hanya saja di tahapan ini, anak mulai berkonsentrasi pada ujian akhir dan memasuki sekolah menengah pertama (SMP). Dalam ujian, anak dituntut menguasai materi mulai kelas 1 hingga 6 SD. Anak pun harus membuka-buka dan menguasai pelajaran lamanya. Ini menjadi beban dan tekanan tersendiri. Agar anak dapat mengatur waktu belajarnya dengan baik, dia tetap harus mematuhi jadwal rutinitasnya sehari-hari.

Namun, aktivitas belajar yang padat tidak membuat anak harus selalu berkutat dengan buku dan mengikuti les privat. Di sela-sela belajar, anak tetap perlu menghibur diri dan bergaul dengan teman-temannya.

Sumber stres lainnya adalah tidak lulus atau tidak diterima di SMP favorit. Agar anak lulus, orangtua harus terus-menerus memberikan motivasi. Selama anak bersungguh-sungguh dalam belajar, dia akan mendapatkan nilai memuaskan. Sesuaikan juga target nilai dengan kemampuan anak. Jangan sampai orangtua mematok target terlalu tinggi yang membuat stres anak semakin menjadi-jadi. Orangtua juga jangan terlalu menuntut anak masuk sekolah favorit. Toh masih banyak sekolah lain, yang meski peringkatnya tak setinggi sekolah favorit, kualitasnya tetap termasuk baik. Terlebih lagi, kesungguhan belajar anak menjadi faktor utama kesuksesan, bukan pada favorit tidaknya sebuah sekolah.
Namun tentunya depresi anak sangat beragam tergantung bagaimana kita bisa mengantisipasinya dan mencegah agar sang anak tidak terlalu berat yang dihadapi bagi kepribadiannya. Ia butuh temana, bermain, kebebasan imajinasi, maupun beribadah dengan sebaik-baiknya menjadi tujuan utama agar kelak depresi menjadi musuh dalam hidupnya tidak di ikat hanya dengan kekerasaan atau ancaman sehingg depresi anak pun segera hilang kandas. wallahu 'alam bi showab

Dian Parikesit, S.Pd