Thursday, February 24, 2011

Bahaya Era Digital Bagi Anak



Era digital era penuh kemanjaan dan kemudahan. Anak tak lagi aktif bergerak di alam bebas. Namun lebih sering terkungkung di rumah dengan berbagai fasilitas permainan dan tontonan yang melenakan. Apakah hal ini baik untuk anak?

Anak-anak zaman sekarang hidup di era digital. Era yang serba berteknologi tinggi. Anak tak lagi bermain gobak sodor, kelereng, atau petak umpet. Mereka lebih memilih untuk berdiam saja di dalam rumah, mengakses hiburan dan merekreasikan otak dan fisiknya dengan menonton televisi, memainkan aneka game playstation, menyusuri dunia maya internet, serta mengutak-atik telepon seluler atau HP.

Anak tumbuh di era modern. Era yang bila dipandang di permukaannya saja nampak penuh gengsi dan mutu tinggi, namun bila dilongok hingga ke kedalamannya akan nampak pula segala kelemahan dan kekurangannya. Kelemahan-kelemahan yang hanya akan menyebabkan pertumbuhan anak-anak terganggu, terkontaminasi, terdorong menuju ke masa depan yang negatif dan suram.

Menurut Elly Risman, seorang psikolog asal Jakarta yang mendalami bidang parenting, anak-anak harus dipersiapkan dengan baik kala memasuki dan hidup di era digital ini. Anak-anak hendaknya tak dilepas dan dibebaskan begitu saja, karena dampak dari televisi, internet, dan juga games, sangatlah buruk bagi anak. Terutama bila kecenderungan anak untuk menikmati segala hal itu tak dibatasi dan diimbangi dengan pola pengasuhan anak yang baik dan benar.

“Berbagai media elektronik dan cetak yang diakses oleh anak banyak yang mengandung unsur pornografi,” begitu ujar ibu dari tiga putri ini di dalam seminar ”Menyiapkan Anak Tangguh di Era Digital” yang diselenggarakan oleh Female Radio Semarang, beberapa waktu lalu.

Pengaruh Negatif


Membicarakan mengenai games, Mark Griffiths dari Nottingham Trent University mengatakan bahwa games di abad 21 memiliki berbagai kehandalan yang gampang memicu anak untuk kecanduan. Games masa kini memiliki gambar yang sangat realistis dan membuka peluang bagi anak untuk mengembangkan imajinasinya seluas mungkin dengan jalan membiarkan para pemain memilih karakter apa saja, dalam bentuk apa saja, yang diinginkan oleh otak.

“Bila dimainkan dalam batas-batas wajar, berbagai permainan digital ini bisa digunakan untuk membantu pasien yang tengah menjalani terapi fisik, merangsang anak untuk cekatan, merangsang perkembangan bahasa bagi anak-anak dislexia,” ujar Elly Risman, Psi.

Namun bila pengonsumsiannya sudah berlebihan, hingga anak kecanduan, maka berbagai dampak negatif pun akan menghinggapi. Beberapa di antaranya adalah menyebabkan Repetitive Strain Injury (RSI) yaitu radang jari tangan dan nyeri tulang belakang karena kebanyakan duduk, pengikisan lutein pada retina mata karena terlalu lama terkena sinar biru, serta terjadinya nintendo epilepsi.

Nintendo epilepsi sendiri bisa terjadi pada anak yang tengah bermain games atau anak yang hanya sedang duduk menonton di sebelahnya. “Serangan mendadak ini biasanya ditimbulkan oleh kilatan cahaya dengan pola tertentu atau sinar merah yang kuat. Melalui retina, sinyal-sinyal abnormal ini akan dikirimkan ke otak hingga si anak akhirnya mengalami kejang.”

Selain dampak fisik, tentu saja akan ada pula dampak psikologis yang bisa dialami si anak. Konsumsi games yang tak dibatasi akan membuat anak berperilaku kompulsif, abai dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar karena mereka terbiasa hidup dalam dunia khayalannya sendiri, malas belajar yang akhirnya bisa membuat prestasi akademik menurun drastis.

Apakah hanya games saja yang berbahaya? Tentu saja tidak! Televisi dan internet yang dalam penciptaannya dimaksudkan untuk memberikan informasi dan hiburan, dalam kenyataannya, dalam pengaplikasiannya, malah bisa membawa banyak pengaruh negatif bagi anak. Banyaknya tayangan yang tak layak dikonsumsi anak karena adanya unsur kekerasan serta adanya situs-situs yang mengandung unsur pornografi, adalah beberapa di antara penyebab yang bisa membawa dampak negatif itu.

“Selain itu semua, ada pula komik. Dimana komik jaman sekarang banyak mengandung unsur pornografi dan juga kekerasan yang tak berperikemanusiaan,” ujar pemilik Yayasan Kita & Buah Hati ini.

Komunikasi

Lantas bagaimana sebaiknya kita bersikap sebagai orang tua? “Orang tua haruslah berbenah. Membenahi pola komunikasi dengan anak, membenahi pola pengasuhan mereka.”

Menurut Elly, pola pengasuhan anak yang selama ini dilakukan oleh banyak orang tua cenderung salah kaprah. Orang tua cenderung lebih berkonsentrasi pada perkembangan kesehatan fisik anak saja dibandingkan memperhatikan perkembangan jiwa si anak.

“Orang tua hanya berkonsentrasi pada hal-hal fisik saja. Memberikan one day school, memberikan makanan-makanan bergizi tinggi dan kelimpahan materi.”

Padahal pada kenyatannya, itu semua sangatlah kurang. Komunikasi dengan anak yang minim bahkan hampir tak ada, tentu saja membuat perkembangan jiwa si anak tak tumbuh di jalur yang benar. Pada kenyataannya, selama sehari, rata-rata para orang tua hanya berbicara dengan anaknya selama 20 menitan saja, tak lebih.

Komunikasi, adalah hal yang sangat vital dalam membantu tumbuh kembang anak. Dengan komunikasi, kita bisa mengutarakan harapan-harapan kita pada si anak, membuat prioritas bersama dengan anak mengenai hal-hal yang akan diperbaiki di depan, serta menerapkan secara bersama aturan-aturan apa yang sebaiknya diterapkan di dalam rumah.

Komunikasi adalah pondasi. Bila pondasi sudah berdiri kokoh, maka Anda tinggal melangkah ke hal-hal yang lebih prinsipil. Seperti mengawasi bacaan anak, mengenalkan anak kepada bacaan-bacaan yang lebih bermutu dibanding komik, membatasi waktu menonton televisi dan bermain games, mengatur peletakan pesawat televisi dan juga monitor komputer di tempat-tempat strategis agar bisa diawasi senantiasa, serta memblokir situs-situs porno lewat situs-situs yang sudah disediakan seperti www.familyconnect.com atau www.cyberpatrol.com.

Ada baiknya pula jika Anda mengajarkan kepada anak tentang permainan-permainan alternatif yang tak kalah menyenangkannya. Anda bisa kembali ke alam, mengajak anak berkelana di arena outbond, bermain di kubangan lumpur, bergelantungan di pepohonan pedesaan.

“Berekreasilah di arena permainan alam seperti itu. Selain anak bisa teralihkan dari segala bentuk permainan digital, kebersamaan keluarga juga bisa lebih tercipta.”

Paling penting adalah, teruslah berkomunikasi, dan teruslah pula meluangkan waktu sebanyak mungkin untuk para buah hati. Awasi perkembangan jiwa mereka, dan jalani semua dengan dibarengi doa.

“Gunakan dua telinga lebih sering dibandingkan satu mulut!”

Sunday, February 20, 2011

Komunikasi Guru dan Orang tua

Komunikasi Guru dan Orang tua


Komunikasi dengan orang tua / wali merupakan salah satu tanggung jawab terbesar bagi seorang guru. Meskipun Anda memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan mempengaruhi kehidupan anak-anak, mereka akhirnya kembali kepada orang tua. Jika Anda gagal untuk menjaga komunikasi dengan orang tua tentang kemajuan anak mereka di sekolah, Anda akan kehilangan kesempatan yang sangat bagus untuk membuat jembatan komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan anak. Orang tua dan guru harus bekerja sama untuk memastikan anak-anak belajar secara efektif dan mendapatkan yang terbaik bagi pendidikan mereka.

Salah satu cara untuk memastikan bahwa Anda sebagai guru bisa berkomunikasi dengan orang tua secara efektif adalah dengan menggunakan formulir dan catatan yang dikirim ke rumah secara berkala untuk membiarkan orang tua tahu perkembangan anak mereka di sekolah. Contoh-contoh formulir dan catatan mungkin mencakup:
Pemberitahuan tugas yang belum selesai
Catatan tentang perbuatan baik yang dilakukan anak
Buku catatan setiap kali guru berkomunikasi dengan orang tua
Kelas newsletter
Surat untuk meminta orang tua datang dan membantu di dalam kelas
Manfaatkan pertemuan orang tua-guru. Tentu saja Anda akan memiliki informasi untuk berbagi dengan orang tua di pertemuan ini, tetapi anda harus menyadari bahwa orang tua akan memiliki pertanyaan yang ingin mereka tanyakan juga. Berikan mereka waktu untuk mengungkapkan pikiran mereka kepada Anda, dan tidak membuat mereka merasa diburu-buru karena ada janji di belakang mereka. Jika ada orang tua yang tidak bisa hadir, anda harus membuat upaya untuk bertemu dengan mereka di waktu yang lain sehingga Anda dapat memberikan perhatian penuh.
Manfaatkan kemajuan teknologi. Anda hanya membutuhkan satu menit atau kurang untuk mengirim e-mail ke orang tua dan memberitahu perkembangan anak mereka. Anda bisamengedarkan formulir permintaan alamat e-mail pada awal tahun ajaran, dan orang tua yang memilih untuk menerima pesan yang dikirim kepada mereka akan menghargai bahwa Anda benar-benar menindaklanjuti ini, setidaknya setiap bulan.
Jika sekolah Anda memiliki sebuah situs web, pastikan untuk memajang alamat situs di kelas Anda. Update situs mingguan dan biarkan orang tua tahu bagaimana menemukan kelas Anda. Ini adalah cara yang baik untuk berkomunikasi dengan orang tua, dan tidak perlu berbicara langsung kepada mereka sepanjang waktu. Mereka akan tetap mengikuti hal-hal baru yang terjadi, dan Anda akan memiliki kepuasan yang luar biasa.
Kadang-kadang orang tua enggan menghubungi guru karena mereka merasa terlalu sibuk. Anda perlu mengambil inisiatif. Mungkin Anda dapat mengatur orang tua untuk berkunjung ke sekolah selama sehari. Biarkan orang tua melihat anak mereka di kelas dan apa yang diajarkan kepada mereka.
Kunci untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang tua adalah:
Lakukanlah sesering mungkin. Jangan biarkan bulan berlalu tanpa kabar dari Anda apa yang terjadi di kelas dan bagaimana anak mereka bermasalah.
Bersikaplah jujur. Panggillah orang tua ketika anak mereka memiliki perilaku atau kesulitan belajar di kelas.
Tetap teratur. Ingatlah bahwa ketika Anda berbicara dengan orang tua tentang anak mereka, mereka benar-benar hanya tertarik pada anak mereka, tidak seluruh kelas. Orang tua akan menjadi tidak sabar jika mereka harus menunggu Anda untuk mencari catatan tentang anak mereka di bawah tumpukan kertas lainnya. Berikan kesan bahwa Anda tertarik pada anak mereka.

Wednesday, February 9, 2011

JADWAL UJIAN NASIONAL 2011

Berikut adalah jadwal pelaksanaan UN 2011 Ujian Nasional SD SMP SMA dan setingkatnya, yang akan disosialisasikan:

Jadwal Ujian Nasional UN 2011 Jenjang Sekolah Menengah Atas

* UN untuk SMA/MK, SMALB, dan SMK: 18-21 April 2011
* UN Susulan SMA/MK, SMALB, dan SMK: 25-28 April 2011
* Pengumuman kelulusan paling lambat 16 Mei 2011
* Ujian Praktik Kejuruan untuk SMK: Paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan UN. Pengumuman kelulusan paling lambat 5 Juni 2011

Jadwal UN 2011 Ujian Nasional Jenjang Sekolah Menengah Pertama

* UN untuk SMP/MTs dan SMPLB: 25-28 April 2011
* UN Susulan SMP/MTs dan SMPLB: 3-6 Mei 2011

Jadwal Ujian Nasional UN 2011 Jenjang Sekolah Dasar

* UN untuk SD/MI dan SDLB: 10-12 Mei 2011
* UN Susulan SD/MI dan SDLB: 18-20 Mei 2011
* Pengumuman kelulusan paling lambat minggu ketiga bulan Juni 2011

kompas.com

Sunday, February 6, 2011

KIAT MENGATASI MASA PUBERTAS PADA ANAK




Ada satu fase dari pertumbuhan anak yang paling dikhawatirkan oleh para orang tua, karena pada fase ini seorang anak mulai beranjak dari masa kanak-kanak ke masa pengenalan jati dirinya. Fase ini sering disebut dengan masa pubertas atau pancaroba.

Pada fase ini, seorang anak berada di persimpangan jalan antara istiqamah dan penyimpangan!? Oleh karena itu, mengatasi dan melewati fase ini dengan mulus merupakan harapan setiap orang tua!

Definisi Pubertas

Dari aspek biologis, pubertas merupakan fase yang dimulai dari usia baligh alias kematangan biologis hingga terbentuknya tulang secara sempurna yang sering dinamakan dengan fase baligh. Fase ini biasanya berada antara usia 12 tahun dan 18 tahun.

Bila dibagi, maka menjadi dua fase:
Pertama; fase Pubertas. Yaitu dari usia 12-14 tahun, merupakan fase menam-pakkan sikap sangat kasar dan bergejolak.

Ke Dua; fase Baligh. Yaitu dari usia 14-18 tahun di mana tingkat kekasaran sudah berkurang, namun masih merupakan perpanjangan dari fase pertama.

Masa Pubertas Identik dengan Prilaku Negatif?

Sejumlah kajian dan penelitian ilmiah membantah teori yang berpandangan bahwa fase pubertas adalah fase topan dan badai kejiwaan. Keguncangan jiwa yang mencolok pada diri seorang anak yang memasuki masa pubertas tidak lain adalah proses alami akibat perubahan biologis yang dilewatinya, yaitu fase kejiwaan yang memiliki karakteristik umum di kalangan semua individu manusia di mana pun mereka berada.

Realitasnya, teori ini tidak benar sebab sangat jelas ditentang oleh pendapat yang santer sekarang ini, yaitu pandangan bahwa problematika pubertas, bila pun ada, maka itu dilatarbelakangi oleh kondisi kebudayaan, sosial, dan pertumbuhan yang dialami seseorang, bukan sekedar perkembangan biologis saja!

Beberapa penelitian yang dilakukan di negara Arab dan di luarnya terhadap sejumlah anak-anak yang memasuki masa Pubertas berakhir pada kesimpulan:

* Masa Pubertas tidaklah mesti merupakan masa 'topan dan badai' kejiwaan.
* Fase Pubertas dianggap fase perpindahan dari masa kanak-kanak yang bergantung sepenuhnya kepada orang lain kepada fase baligh, yang matang, independen, dan mandiri.



Beberapa Kesalahan Sebagian Orang Tua dalam Mendidik Anak

Kesalahan-kesalahan ini banyak sekali dan beragam, namun di sini, hanya akan disinggung sejumlah kesalahan yang memiliki dampak kejiwaan, sosial, dan akhlaq yang selanjutnya berpengaruh langsung dalam penyimpangan si anak yang memasuki masa Pubertas, di antaranya:

1. Tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk menangani dan mengurusi sendiri urusan dan permasalahannya dengan membantunya, mengemban tanggung jawab dan menyelesaikan berbagai persoalan mewakilinya. Sementara sang anak merasa semua kewajibannya telah dirampas keluarganya, atau digantikan sang sopir, bila memiliki sopir, misalnya. Akibatnya, mereka seakan hidup dalam kekosongan, yang pada akhirnya menjadi sebab kebobrokan mereka. Padahal Rasulullah shallallahhu ‘alaihi wasallam melatih anak-anak kaum Muslimin sejak kecil untuk memikul tanggung jawab dalam bidang-bidang yang beragam dan menanggung beban kehidupan.

Hal ini seperti digambarkan dalam hadits Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang saat aku bermain bersama bocah-bocah lainnya, lalu beliau memberi salam kepada kami, lalu mengutusku untuk suatu urusan.” Sebelum pergi, aku menemui ibuku lalu ia bertanya, “Apa keperluan beliau itu.?” Aku berkata, “Itu rahasia.!” Ia berkata, “Kalau begitu, jangan ceritakan rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini kepada siapa pun.!'" Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, "Demi Allah, andaikata boleh aku menceritakannya kepada seseorang, pastilah sudah aku ceritakan hal itu kepadamu, wahai Tsabit.!" (HR. Ahmad)

Pelajaran yang dapat diambil dalam hadits ini:

Pertama, Adanya perhatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam melatih dan membiasakan anak-anak kecil untuk melakukan sebagian pekerjaan demi meneguhkan jati diri mereka dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi kehidupan.

Ke dua, Keteguhan seorang shahabat mulia semacam Anas radhiyallahu ‘anhu untuk menjaga rahasia dan tidak menyebarkannya kepada siapa pun.

2. Kontrol seorang ayah yang terus-menerus dan langsung terhadap si anak yang memasuki usia Pubertas dengan menemaninya sepanjang hari tanpa mempedulikan kecenderungan dan kesenangannya atau pun memenuhi kebutuhan psikologis dan sosialnya. Sang ayah memaksakan kehendaknya dalam memilih sesuatu, padahal si anak masih memiliki keinginan utama, yaitu bermain dan mengembangkan bakatnya. Alasannya, demi menjaga anaknya dari penyimpangan dan teman buruk. Sekali pun ada sisi positifnya, tetapi lebih banyak negatifnya, seperti melemahkan kepribadian sang anak dan membuatnya mudah menjadi korban penyimpangan dan teman buruk begitu ia merasa bebas nantinya, baik karena meninggal, jatuh sakit atau sudah tuanya sang ayah, terjadinya perceraian, 'broken home atau lainnya. Karena tidak ditanamkannya rasa percaya diri, kemandirian dan menjaganya dengan norma-norma Islami, maka bisa jadi sang anak akan demikian mudah tergoda dengan peradaban Barat melalui beragam media seperti radio dan televisi yang sudah masuk ke dalam rumah!?

3. Robohnya pagar kokoh yang dibangun Islam dalam membentengi keluarga dan menjaganya dari penyimpangan dan kebobrokan karena meniru gaya Barat. Perasaan dan rasa kecemburuan dalam jiwa seakan telah mati. Hal ini memberikan ruang masuknya fitnah dan kejahatan pada keluarga dan anak-anak yang memasuki usia pubertas. Dengan tindakan sang ayah membawa orang-orang yang tidak diizinkan agama hadir di tengah keluarganya, baik dengan alasan hubungan kerabat; kerabat bagi suami atau isteri. Atau pun dengan alasan teman suami, kakaknya, pembantu, guru pria sang anak perempuan dan beragam alasan lainnya. Inilah tipe suami dan laki-laki 'Dayyuts' yang tidak akan masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tiga orang yang telah Allah haramkan masuk surga: pecandu khamer, pendurhaka terhadap kedua orang tuanya dan Dayyuts (suami berprofesi germo) yang menyetujui perbuatan keji dalam keluarganya." (HR. An-Nasa'i)

4. Membiarkan si anak yang memasuki usia pubertas tanpa pengawasan dan terapi dari sejak pertama terjadinya penyimpangan.

5. Kebiasaan merokok di depan mata anak-anak plus lemahnya pengetahuan agama. Hal ini mendorong anak yang dalam usia pubertas untuk meniru sang ayah dan menyeretnya berada di persimpangan jalan.!

6. Penjagaan yang berlebihan karena takut bahaya mengancam sang anak

7. Tidak memberikan perhatian dan pengarahan pada anak.

8. Memanjakan sang anak dan me-nuruti apa saja kemauannya tanpa mengajarkannya untuk memiliki rasa tanggung jawab.

9. Tindak kekerasan terhadap anak berupa sanksi fisik atau lainnya.

10. Membeda-bedakan antar anak yang satu dengan yang lainnya.

S o l u s i

Di antara solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi masa pubertas anak adalah:

1. Menanamkan Rasa Percaya Diri Pada Diri Anak
Secara umum, sebagian anak yang memasuki usia pubertas ada yang mengalami rasa takut yang berlebihan dalam banyak sisi kehidupannya, seperti takut bertemu dengan para tamu, takut menghadapi ujian, takut berbicara di tengah masyarakat mana pun atau momen apa pun karena khawatir dikritik atau salah. Kelompok anak ini mengalami krisis kurang percaya diri, merasa tidak aman dan nyaman akibat pendidikan yang salah, terutama sikap ketergantungan pada orang lain. Terkadang timbul hal-hal lainnya, seperti tidak mampu berbicara, malu, stres, cemas dan sebagainya. Karena itu, kedua orang tua harus menanamkan rasa percaya diri pada diri anak-anak mereka dan memenuhi kebutuhan psikologis dan sosial mereka yang bertujuan mengaitkan mereka dengan orang lain dan merealisasikan sikap mandiri.

2. Menanamkan Norma-Norma Islami
Tidak dapat disangkal lagi, ini merupakan hal yang amat agung yang mesti diperhatikan para orangtua. Sebab norma ini berpedoman pada akidah yag diambil dari prinsip-prinsip yang mulia. Ia tidak akan bertentangan dengan perkembangan zaman dan tempat karena ia berasal dari Allah subhanahu wata’ala. Karena itu, adalah kewajiban para pendidik untuk menanamkan norma-norma yang menyeru kepada keadilan, persamaan (egaliter), persaudaraan, kecintaan, dan toleransi dalam berinteraksi dengan manusia itu.

3. Mendidik Anak untuk Memperbaiki Niat dan Amal
Islam dengan ajarannya yang mulia datang untuk mengarahkan manusia agar memiliki niat yang baik dalam beramal. Sebab niat yang tulus merupakan pondasi amal. Karena itu, para orang tua harus membimbing anak-anak mereka agar mem-perbaiki niat dan amal serta antusias untuk beribadah, jauh dari pertimbangan kuantitas dan penampilan. Masalah niat ini merupakan hal dasar dan utama dalam Islam yang memasuki hampir semua bab Fiqih sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “Sesungguhnya semua amal itu tergantung pada niat.” (HR. Muslim) [Hanif Yahya]