Saturday, August 18, 2012

Generasi Lalat dan Lebah


Segala puji hanya bagi Allah swt. Allah ciptakan kepada kita ayat-ayat-Nya di penjuru langit dan di ufuk bumi, bahkan dalam diri kita sendiri. Allah ciptakan kepada kita matahari yang mengajarkan kepada kita untuk percaya diri dan tepat janji datang di pagi hari dengan sinar yang berseri. Dan Allah ciptakan kepada kita juga purnama yang mengajarkan kepada kita untuk bersinar lembut dan bijaksana. Purnama sinarnya lembut tapi penuh cinta dan pesona. Purnama sinarnya lembut tapi tidak pernah kehilangan kharisma.
Muslim itu harus seperti matahari, berani dan punya nyali. Tapi muslim juga harus seperti purnama, lembut dan bijaksana. Berani tapi penuh kelembutan, lembut tapi penuh keberanian.
Suatu ketika Nabi berkata, “Amin, amin, amin.” Sahabat bertanya, “Kenapa ya Rasulullah?” “Sesungguhnya Jibril telah berdoa. Di antara doanya adalah: Celaka seorang hamba yang Ramadhan berlalu dari padanya tapi dosanya belum diampunkan juga. Celaka! Ramadhan pergi dia belum berubah jadi lebih baik, celaka! Ramadhan pergi tapi dosanya tidak berkurang, celaka! Ramadhan pergi dia belum bisa menjadi manusia yang makin dekat dengan Allah SWT maka dia celaka.
Makanya ketika orang sampai kepada Idul Fitri, hari kemenangan, ulama mengingatkan yang namanya hari raya bukan karena bajunya baru, hari raya karena taatnya makin nambah, makin dekat sama Allah. Harusnya terjadi perubahan yang kilat. Yang sebelumnya funky sekarang ngaji. Yang sebelumnya ngawur sekarang dekat kepada ta’lim. Yang awalnya gila harta sekarang cinta dengan surga. Yang tadinya lupa dengan agama sekarang bangga dengan agama Allah swt.
Yang awalnya jadi generasi lalat, sekarang berubah jadi generasi lebah. Bagaimana generasi lalat? Ternyata banyak sekali generasi sekarang, orang tua dan anak muda yang kayak lalat. Yang pacarannya pegang-pegangan, peluk-pelukan, gendong-gendongan, sikat-sikatan, banting-bantingan, cekik-cekikikan. Yang pakaiannya ala kadarnya, yang percaya dengan mistik, percaya dengan ramalan. Percaya dengan dukun.
Muncul generasi lalat. Lalat itu nongkrongnya di tempat yang jelek-jelek. Kalau pejabat suka korupsi, kenapa bisa begitu? Lalat. Lalat itu hobinya nongkrong di tempat yang jelek-jelek. Nongkrongnya di koreng, di sampah. Banyak manusia sekarang yang hobinya nongkrong di tempat yang jelek-jelek. Tempat maksiat, ngambil hak orang.
Banyak generasi sekarang yang kelakuannya seperti lalat. Lalat itu makannya yang jelek-jelek. Lalat itu makannya dari kotoran manusia, dari sampah. Banyak orang sekarang yang makannya yang jelek-jelek. Minuman yang haram, makanan yang haram, yang memabukkan, yang ngerusak dirinya. Tujuh puluh persen artis terlibat narkoba.
Lalat itu hobinya yang jelek-jelek, menyebarkan penyakit. Banyak manusia sekarang hobi yang jelek-jelek. Uang habis cuma untuk pesta pora. Hura-hura. Uang abis untuk beli film-film yang tidak beres. Tapi kalau untuk disuruh sedekah, luar biasa beratnya. Ini generasi lalat.
Sedangkan generasi lebah adalah generasi yang hobinya baik-baik. Lebah hobinya nongkrong di tempat yang baik-baik. Lebah nongkrongnya di pepohanan taman bunga. Jadilah generasi yang Ramadhan ini yang nongkrongnya di sekitar kebaikan. Masjid.
Hobinya kebaikan, ibadah. Zaman Rasul orang shalat nangis. Kalau ibadah separo hartanya, seluruh hartanya. Bahkan hartanya diwakafkan untuk umat. Berapa banyak sekarang pejabat kaya, pemimpin kaya? Boro-boro mau berwakaf, ibadah saja malas.
Jadilah generasi lebah yang hobinya di sekitar kebaikan. Yang hobinya berbuat kebaikan. Lebah itu hobinya menyebarkan kebaikan, madu. Dan menyembuhkan penyakit. Jadilah manusia yang jadi sumber solusi, sumber kedamaian, sumber pencerahan buat umat. Hadirin sekalian, pemirsa sekalian, saatnya kita berubah menjadi generasi-generasi yang Islami. Dengan cara apa? Dengan cara optimalkan Ramadhan kita supaya jadi manusia-manusia takwa.

Wednesday, August 1, 2012

Menilai Siswa bukan harus menghakimi



Anda wajib menolak praktik-praktik yang memberi murid cap karena alasan-alasan tertentu. Contohnya : 1) Cap sebagai pelajar yang lamban dapat menyebabkan murid Anda benar-benar gagal, 2) Murid dapat saja berprestasi bagus selain pada bidang yang Anda ajarkan atau gunakan sebagai alat ukur, 3) Cap negatif menyiratkan seolah murid Anda benar-benar bodoh, meski mereka membawa setumpuk pengalaman bagi Anda dan gaya mengajar Anda. Otak manusia memang dirancang untuk terus belajar. 4) Guru-guru yang terlanjur memberi cap seperti itu bisa jadi tidak mampu membangkitkan kemampuan yang ada dalam siswa-siswa ini. 5) Ulangan bukan alat yang memadai untuk mengukur semua keberhasilan, 6) Otak murid, khususnya murid berusia belia, mungkin berkembang lebih lambat dibandingkan otak teman sebayanya, tetapi hal ini tetap normal. 7) Prestasi di sekolah bukan jaminan mutlak kesuksesan di masa yang akan datang. Sejumlah tokoh terkenal yang pernah dicap “bodoh” atau “biasa-biasa saja” ternyata memberikan sumbangan yang sangat besar kepada masyarakat.
Alquran Surat Al Hujurat ayat 13 menunjukkan bahwa kesamaan asal-usul biologis manusia merefleksikan kesamaan martabat manusia seluruhnya. Karena semua bangsa termasuk dalam keluarga besar manusia (yakni, merujuk pada kesamaan asal-usul sebagai keturunan Adam dan Hawa), tidak ada suatu bangsa yang secara inheren lebih unggul daripada bangsa lain (Al-Zamkhsyari), Karena itu sudah seharusnya semua umat manusia saling menghormati dan melindungi martabat masing-masing.
Peningkatan jumlah dan pertumbuhan manusia menjadi berbagai bangsa dan suku dimaksudkan untuk memupuk, dan bukannya menghambat keinginan manusia untuk saling memahami dan menghargai hakikat kesatuan umat manusia di balik perbedaan tampilan fisik yang ada. Bersamaan dengan itu, segala prasangka rasial, kebangsaan, kesukuan(‘ashaabiyyah) dikutuk.
Saatnya, para guru bersikap lentur dalam mengelompokkan kemampuan. Anak yang semula bodoh tidak selalu selamanya bodoh. Jangan hanya menyebut murid-murid yang “lamban”. Sebut juga murid-murid yang “cepat” atau “cerdas”. Dirikan sentra belajar untuk menambah khazanah kecerdasan dan gaya belajar yang lebih beragam.
Tahap selanjutnya, gunakan minat dan latar belakang murid sebagai sumber untuk mempelajari hal-hal baru. Keterampilan bermain basket, bermain bola, dan permainan yang lain, dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mempelajari matematika ( misalnya untuk menghitung jumlah pemain atau catatan pertandingan). Murid yang punya motivasi besar terhadap uang dapat menggunakan pelajaran ekonomi untuk memperoleh ilmu tentang mengumpulkan dan memperbanyak harta di masa mendatang.
Bagi murid yang membutuhkan motivasi lebih di bidang daya ingat, para guru bisa menciptakan sentra panggung. Mengingat, Otak menyimpan informasi dalam tubuh dan pikiran serta memanggilnya kembali lewat konteks. Kita memanggil informasi yang tersimpan itu bila ada perintah spasial dan isi. Semakin besar kemiripan antara sandiwara atau pentas drama dalam kelas dengan situasi fisik dan psikis yang dimasuki oleh para murid saat mereka menerapkan informasi itu dalam kehidupan nyata, semakin bagus kemampuan mereka untuk memanggil informasi tentang cara mempelajarinya ketika anak-anak tersebut membutuhkannya kelak.
Ada banyak hal positif yang dapat dipetik oleh murid anda dari aktivitas drama. Pertama, mereka akan lebih termotivasi untuk berperan serta. Kedua, antusiasme mereka terhadap pelajaran akan meningkatkan kemampuan mengingat mereka secara pesat. Ketiga, memerankan suatu konsep secara fisik tidak hanya berarti menyimpan informasi dalam otak, tetapi juga dalam tubuh (dari gerakan sampai suara kata-kata yang diucapkan). Terakhir, bekerja dalam kelompok akan membantu mereka memahami secara pasti seberapa banyak ilmu yang telah mereka kuasai, tetapi juga memberikan umpan balik informal atas penampilan mereka.
Awalnya, biarkan murid Anda menulis skenario dan tarian, interpretasi atau penyajian dengan cara mereka sendiri dalam sebuah topik atau tema yang luas dalam tugas Anda. Gunakan strategi bermain peran sedekat mungkin dengan keterampilan hidup, gagasan, informasi, dan penggunaan sehari-hari. Sebagai contoh, minta murid Anda berperan seolah-olah sedang dijahili oleh teman sekelas, mencari teman di lingkungan baru, membuka rekening di bank, atau mendaftar kursus mengemudi.
Dorong ketertarikan dan minat murid Anda dengan memberikan alasan otentik (nilai kelompok) atau alasan intrinsik untuk berperan serta (kesempatan untuk mengajarkan keterampilan pribadi kepada rekan lain).
Pastikan bahwa permainan kompetitif apa pun yang Anda mainkan berakhir dengan kemenangan bersama sehingga semua pemain tidak merasa takut untuk mengambil resiko selama pertandingan dan tertarik untuk bermain kembali.
Bentuk tim atau kelompok, mainkan musik, tetapkan waktu, dan gunakan efek suara. Tanpa semua perangkat pembangkit perasaan ini, proyek Anda tidak lebih dari pekerjaan yang melelahkan dan bertele-tele. (*)