Thursday, July 22, 2010

Budayakan Buah Hati Mahir Membaca



SETIAP orang tua tentu menginginkan buah hatinya mahir membaca. Latih kemampuan membaca si kecil sejak dini agar prestasinya semakin cemerlang di sekolah.

Berikut ini adalah lima tips jitu mengajarkan anak membaca seperti dianjurkan National Center for Family Literacy dan para ahli:

Interaktif
Idealnya, Anda sudah mulai membacakan buku untuk anak sejak dia berada di dalam kandungan. Ketika anak mencapai usia prasekolah, ajak dia menjadi rekan membaca Anda. Biarkan anak memilih buku yang ia mau, lalu bacakan buku itu untuknya dengan suara keras. Tanyakan mengapa anak memilih buku itu, dan apa yang diingatnya tentang kisah di dalam buku.

Ketika membaca, biarkan anak duduk di samping Anda sehingga ia bisa membalikkan halaman selagi Anda membaca untuknya. Jangan lupa untuk menunjuk dengan jari setiap patah kata yang Anda baca dari buku agar anak bisa mengikutinya. Jadikan aktivitas tersebut semakin interaktif dengan bertanya kepada anak bagaimana menurutnya kisah itu berjalan.

...Ketika anak mencapai usia prasekolah, ajak dia menjadi rekan membaca Anda. Biarkan anak memilih buku yang ia mau...

Alfabet
Cari buku alfabet dengan subjek yang menarik minat anak. Misalnya buku tentang binatang, makanan, atau mesin. Selain itu, dorong anak untuk membuat sendiri buku alfabetnya menggunakan guntingan gambar dari majalah atau koran yang ditempelkan ke scrapbook. Setiap gambar mewakili sebuah huruf. Perkenalkan pula kepadanya bagaimana bunyi setiap huruf tersebut.

Mengenali objek
Gunakan kartu indeks untuk melabeli berbagai benda di rumah, mulai dari pintu, tempat tidur, dinding, lampu, televisi, lemari dan lain sebagainya. Dengan demikian, rumah Anda akan menjadi buku bergambar raksasa yang menyenangkan baginya. Anak akan mempelajari berbagai kosakata baru dengan melihat dan membaca objek-objek tersebut.

Libatkan pula anak saat membuat label untuk ditempelkan ke berbagai objek.Setelah itu, tingkatkan kemampuan anak dengan memintanya membaca nama-nama jalan, gedung, papan reklame atau apa pun yang Anda temukan saat berjalan-jalan keluar rumah.

Role model
Berikan contoh yang baik kepada anak. Biarkan dia melihat Anda membaca berbagai novel, majalah, surat kabar, atau resep masakan. Selagi membaca, biarkan anak bergelung di samping Anda sambil memegang buku bergambar miliknya sendiri. Melihat orang tuanya senang membaca, anak akan semakin terpacu mengasah kemampuannya bersama Anda.
...Berikan contoh yang baik kepada anak. Melihat orang tuanya senang membaca, anak akan semakin terpacu mengasah kemampuannya bersama Anda....

Bahan bacaan
Ketika anak mulai belajar membaca atau sudah fasih membaca, biarkan dia memilih sendiri bahan bacaannya. Kotak sereal, katalog, atau selebaran bisa menjadi bahan bacaan yang baik untuk melatih kemampuannya selain buku atau majalah. Selain itu, ajak anak ke perpustakaan atau toko buku untuk menumbuhkan kecintaannya dalam membaca. Semakin anak senang membaca semakin banyak wawasannya dan selalu ingin cari tahu ilmu yang akan didapatkan

Monday, July 12, 2010

Sharing : 24 Tahun Hidup dengan Jantung Bocor




Pdpersi, Jakarta - Dari beberapa kelainan jantung, Bocor Jantung termasuk gangguan serius. Selama hidup, penderita sepeti aku harus terus menerus tergantung obat. Belum lagi kondisi lemah, mudah capek dan pingsan yang sudah menjadi santapan sehari-hari.

Empat puluh hari setelah lahir, dokter mendiagnosa ada yang tidak beres dengan jantungku. Ini tentu saja mengejutkan orangtuaku. Bayi mungil, imut-imut dan mereka nantikan kedatangannya di dunia iti ternyata memiliki jantung tak normal, jantungku dinyatakan bocor. Dalam benak orangtuaku, tergambar hidup yang akan aku jalani kelak. Bagaimana hidupku saat tumbuh menjadi anak-anak, remaja dan dewasa?

Memang terbukti, kelainan itu membuat irama hidupku berantakan. Aku gampang sekali capek. Tak satu pun permainan anak-anak bisa aku ikuti hingga selesai. Ketika asyik bermain, kerap kali tubuhku limbung. Ujung-ujungnya aku pun jatuh tanpa tenaga. Teman sebaya mengejek, menghina, dan menolak bermain denganku. Mereka bilang, aku tidak sehat, jadi mereka malas bermain denganku. Biasanya aku pulang, menangis dan langsung ambruk dipangkuan ibu.

Salah satu hal yang aku ingat dan aku syukuri, orangtuaku tahu persis cara membangkitkan semangat hidupku. Bahkan saat krits dan ingin menyudahi hidup ini, mereka mendatangiku dengan uluran kasih saying. Saat itu aku belum mengerit apa yang terjadi dengan tubuhku. Aku tidak tahu, kenapa aku gampang sekali lelah, limbung, dan goyah. Bukan sekadar tak bisa bermain, prestasi belajarku pun menjadi korban. Aku pernah tinggal kelas saat duduk di bangku sekolah. Tentu saja bukan karena aku tak mampu, namun apa daya kesehatanku tidak mendukung. Untuk berpikir sedikit saja, seluruh persendianku gemetar. Tubuhku oleng, kepala pusing, pandangan berputar dan puncaknya, aku pingsan.

Derita itu semakin menjadi saat aku duduk di bangku SMKK. Setiap hari, aku harus naik tangga sebelum mencapai kelas yang ada di lantai dua. Menapaki dua anak tangga saja butuh tenaga ekstra, apalagi sampai ke puncak tangga. Entahlah, aku selalu down lebih dulu sebelum menapakkan langkah. Pekerjaan sepele itu menjadi luar biasa. Dari anak tangga pertama ke anak tangga kedua nafasku sudah ngos-ngosan. Darahku serasa terisap, entah oleh siapa. Wajahku pucat. Mata berkunang, kaki gemetar, dada berdegup, jantung berdebar, hingga akhirnya…bruk..aku ambruk, pingsan dan dunia gelap. Teman-teman mengelilingiku dengan mata prihatin. Bukan sepuluh atau dua puluh menit, tapi satu setengah jam aku pingsan.

Ingin Mati
Kalau dihitung-hitung sudah puluhan kali aku pingsan. Yang pasti, acara pingsan di sekolah selalu berakhir di rumah sakit. Di rumah sakit, aku berteman dengan tabung oksigen dan selang-selang infuse. Aku juga tergantung pada obat. Kalau obat habis, ancaman anfal pasti dating. Sejak kecil hingga remaja, pertumbuhan fisikku seolah stagnan. Aku sulit gemuk. Lengkap sudah keringkihanku, tubuhj kecil, sulit gemuk dan mudah anfal.

Usia remaja aku lewati dengan sejuta kecemasan. Rasa takut dan putus asa turut melengkapi. Hingga suatu ketika aku melihat hidup dengan mata gelap. Aku benar-benar putus asa. Bahkan aku sempat berpikir, untuk apa aku hidup kalau terus begini. Namun sebelum aku berbuat lebih jauh untuk mengakhiri hidup, lagi-lagi ibuku memberi support. Ibu bilang : “nggak usah nangis, nggak usah kecewa. Jalani saja hidup kamu, sampai dimana penderitaan kamu berakhir.” Selain Ibu, dokter Deddy, yang merawatku ketika aku anfal, juga mengingatkanku. Katanya aku tidak boleh kecewa. Suatu saat pasti ada jalan untuk operasi. Kalau dipikir, mereka berdualah yang selalu membuatku kuat. Akupun lantas ingat Tuhan, dan sejak itu aku tak pernah melewatkan hari-hariku tanpa doa.

Setelah lulus SMKK tahun 1994, aku takut mencari kerja. Aku pikir, bagaimana bisa bekerja, kalau beraktivitas atau berpikir sedikit saja sudah pingsan. Dan lagi siapa yang mau menerima karyawan yang punya kelainan jantung dan gampang anfal. Setahun lebih aku menjalani masa penuh ketakutan, sampai akhirnya aku memutuskan untuk tidak kerja dan memilih kuliah. Dengan keberanian yang kupaksa dan kulipatgandakan, akhirnya aku bersandar di bangku sebuah PGTK, pendidikan untuk menjadi guru Taman Kanak-Kanak (TK).

Tiga Jam yang Mengubah Hidupku
Beberapa saat aku bisa nikmati hari-hari di PGTK. Tapi sayang, masa menyedihkan ketika kecil dan remaja terulang kembali. Aku masih gampang anfal. Bahkan saat aku berusia 22 tahun, aku tergeletak di rumah sakit untuk kesekian kalinya dan menghabiskan tuhuh botol infuse dan dua tabung oksigen. Tubuhku semakin kurus. Ibaratnya, disenggol sedikit saja pasti jatuh. Kejadian serupa terulang lagi beberapa saat menjelang wisuda. Ketika para calon wisudawan berkumpul untuk mengikuti upacara penerimaan ijazah kelulusan, aku malah terkulai. Saat namaku dipanggil, tubuhku semakin terkulai karena berdiri terlalu lama ketika mengikuti upacara. Aku kembali anfal, kembali digotong ke rumah sakit. Kali ini dokter sudah tak punya pilihan lain, aku harus dioperasi. Bocor jantung sudah meluluhlantarkan kekuatan tubuhku. Aku segera dirujuk ke RS Pondok Indah Jakarta. Disini, aku ketemu dokter Maezul (dr. Maezul Anwar. SpBTKV, ahli bedah jantung RS Pondok Indah). Ahli bedah jantung yang bertangan dingin itulah yang menangani operasiku.

Tapi entahlah, saat ini aku kembali terlilit rasa takut yang teramat sangat. Sudah masuk ruang operasi, tapi tiba-tiba aku minta pulang. Aku bukan takut dibedah, tapi akut takut kalau operasi ini gagal. Kalau sampai gagal, entah dengan cara apa lagi aku hadapi hidup ini. Ketika aku sampaikan ketakutan itu, dokter Maezul cuma tersenyum. Ia memberiku keberanian. Katanya, “Untuk apa gagal, kalau gagal saya yang menyesal. Nanti kalau sudah sembuh, mbak tidak usah nangis lagi. Enak kok, jadi anak sehat,” saat itu juga aku langsung bilang : ya saya mau dok!

Maka segeralah sejarah baru dalam hidupku bergulir di meja operasi di bulan Oktober 1999, saat usiaku 24 tahun. Operasi berlangsung hanya tiga jam, dan sesudahnya aku harus menginap di ruang ICU selama seminggu dan di ruang perawatan tiga hari. Dari rangkaian waktu itulah sejarah hidupku berbalik. Beberapa minggu setelah operasi hari-hariku mendadak cerah. Apalagi dalam waktu yang hampir bersamaan, aku diterima di sebuah TK cukup ternama di Jakarta. Kesiapan fisikku saat menjalani tugas sebagai guru K bertolakbelakang dengan kondisi sebelum operasi. Sekarang aku merasa lebih segar, bertenaga, dan penuh vitalitas.

Untuk operasi ini, aku mendapat bantuan besar dari Yayasan Jantung Indonesia, atas rekomendasi Dr. Dedy. Yayasan inilah yang menanggung sebagian besar biaya operasi. Dari Rp. 150 juta biaya keseluruhan, orangtuaku hanya mengeluarkan Rp. 2 juta. Selebihnya ditanggung Yayasan.

Karir Meroket
Perlahan tapi pasti, pasca operasi karierku meroket. Jika dulu aku takut naik tangga, kini tidak lagi. Jangankan tangga, karier pun sanggup aku naiki. Kepala sekolah tempatku mengajar memberiku kesempatan seluas-luasnya. Aku ingin tunjukkan pada lingkungan sekitar bahwa Diana yang sekarang bukan Diana yang dulu. Diana sekarang adalah orang yang kuat, tangguh dan tak mudah jatuh. Tak adal lagi cerita tentang gadis kurus yang saat remaja hampir mundur dari kehidupan. Tak ada lagi kisah mahasiwi yang pingsan saat upacara wisuda. Yang ada adalah guru TK yang ingin mengubur masa lalunya karena itu sangat menyakitkan.

Kini, tak ada lagi masa-masa sulit itu. Jantungku sekarang lebih liat, kokoh dan normal. Irama perputaran darahnya kian lama kian stabil. Stok tenagaku pun memudahkan aku untuk bertindak apa saja. Seberat apa pun pekerjaan yang aku jalani tak pernah berakhir dengan wajah pucat, keringat dingin, dan mata berkunang. Aktivitas super keras pun tak sanggup mengencangkan degub jantungku. Memang benar, sejak lepas operasi jantungku tak pernah berdegup kencang.

Kondisi fisik ini membantuku melewati masa kebahagiaan selanjutnya. Yakni, ketika masuk gerbang pernikahan. Sejak menikah dan menjalani masa berumahtangga aku tak pernah anfal. Kondisiku tetap terjaga sampai aku melahirkan bayi mungilku. Aku heran tak henti-hentinya memanjatkan syukur pada Tuhan, karena mampu melahirkan secara normal. Padahal, ketika jantungku bermasalah, aku tidak berani membayangkan persalinan. Sebab, kata dokter, dengan jantung tidak normal, sulit bagiku untuk melahirkan normal. Ketika kontraksi rahimku menguat. Nafasku stabil. Detak jantungku normal. Satu hal, aku jalani detik-detik persalinan tanpa bantuan tabung oksigen. Semuanya aku lakukan dengan kekuatanku sendiri. Terima kasih Tuhan, ini benar-benar luar biasa.

Sumber : Indonesia Hospital