Monday, February 15, 2010

Pengaruh Media Informasi Pada Anak-anak kita


1. Pengaruh TV Pada Anak-anak kita


Anggit Hernowo dalam satu presentasinya di LK3 mengatakan survai menemukan 25% dari bayi (usia di bawah 1 tahun) sudah jadi sasaran televisi. Lanjutnya 92% dari semua anak-anak sudah menonton berbagai macam jenis siaran. Saya yakin 92% iklan ditonton anak-anak. Karena semua iklan sangat menarik, mulai dari musik, warna-warninya, kata-katanya. Semua menarik. TV memang tidak bisa kita hindari. Kita harus “bersahabat” dengan TV. Bagaimana agar TV tidak menjadi perusak bagi anak kita? Sebagai orang tua kita harus tetap waspada karena program yang kita tonton tanpa kita sadari dapat memberi efek negatif kepada kita, seperti paku dan palu, yang semakin lama akan mengancam. Selain di media TV, ada radio, majalah dan tabloid yang sudah banyak dilihat anak-anak yang lumayan besar. Anak-anak usia 4 tahun ke atas sudah 100% nonton TV. Sejauh mana mereka mengerti?

Anggit Hernowo lebih lanjut mengingatkan kita bahwa jika anak-anak terus melihat iklan mereka akan kena pengaruh buruknya. Kita tidak sadar selama melihat iklan apa saja yang dipukulkan acara TV ke dalam otak anak-anak itu? Bagaimana pengaruhnya pada perasaan mereka setiap kali iklan atau acara itu terus-menerus ditanamkan dalam perasaan mereka? Sementara, berapa jamkah waktu kita yang efektif bersama anak-anak kita dan mempengaruhi mereka. Bisakah kita bayangkan apa saja yang sudah tertanam dalam hati, otak, dan perasaan mereka? Apa yang ditonton anak-anak pada jam-jam 15.00-21.00? Film, sinetron, telenovela, berita. Kita juga harus mewaspadai berita. TV sekarang menayangkan berita yang berdarah-darah. Anak saya yang umur 10 tahun lihat tukang copet dikeroyok. Dia berkomentar, “Syukurluh digebukin, siapa suruh nyopet!” Dia tidak punya kepekaan lagi. Dia berpikir, orang jahat boleh dipukuli. Perhatikanlah. isi infotainment saat ini adalah artis-artis yang kawin-cerai. Baru bercerai, kawin lagi, rebutan harta gono-gini dan seterusnya. Rata-rata itu saja isinya. Itulah yang dilihat anak-anak kita. Nilai-nilai apa yang kira-kira bisa mereka ambil? Jangan-jangan dia punya pikiran, begitulah orang dewasa yang sudah menikah. Mama-papaku gimana, yah? Apakah mereka selingkuh? Apakah mereka akan bercerai juga? Kalau mereka cerai, apakah akan rebutan harta gono-gini juga?

2. Pengaruh Game dan Internet

Di samping TV anak anak kita sangat dipengaruhi game dan internet. Tidak ada yang mudah jika anak sudah terlibat jauh dengan masalah kecanduan game dan internet. Tidak ada jalan pintas. Kecanduan itu sendiri berarti ada sesuatu yang sudah terikat begitu dalam.

Perkembangan teknologi jaringan tanpa kabel membuat kita dengan mudah mengakses internet dari mana saja tanpa ketergantungan terhadap saluran telepon. Disatu pihak ini sangat positif untuk perkembangan pengetahuan dan informasi, dilain pihak dampak negatif yang ditimbulkan juga besar. Kita tidak bisa membendung perkembangan teknologi. Teknologi akan terus berjalan, makin hari makin canggih, dan akan membentuk komunitas tersendiri. Pengaruh perkembangan Teknologi dan Informasi akan juga mempengaruhi gaya hidup kita.

Apa yang harus kita lakukan bila kita mempunyai anak didik yang sudah terlanjur masuk kedalam ketergantungan pada media yang tidak sehat? Pertama, mengutamakan pendampingan yang penuh kasih dari ortu. Kehadiran dan keterlibatan bersama anak. Menyediakan waktu terbaik bersama mereka. Kita belejar mengenali mainan dan tontonan mereka lalu secara bertahap kita mengalihkan mereka kepada hal yang lebih positif. Kedua, kita melibatkan mereka pada kegiatan positif seperti ikut klub olahraga dan lainnya.  

Yang terpenting dalam membina remaja adalah menanam nilai-nilai kebenaran pada anak. Kalau anak-anak kita sudah menerima nilai-nilai kebenaran, maka dia bisa membedakan apa yang salah dan apa yang benar, terutama saat dia menghadapi banjirnya informasi media audio-visual yang sangat menggoda.

Hati-hati jika anak terlalu banyak menonton televisi atau game. Jika anak remaja kita melihat video game, buku komik, televisi, ia akan sangat terpengaruh. Akibatnya akan kehilangan fokus pada segala yang bersifat teks, seperti pelajaran sejarah, matematika, dan lain-lain. Tontonan televisi misalnya, sangat membuat perhatian anak mudah teralihkan dari satu isu ke isu lainnya karena banyak intervensi iklan di dalam setiap film. Jika seorang anak sudah terbiasa main game atau menonton terlalu lama, ketika guru memnta dia membaca buku teks untuk dibaca dia akan cepat mengantuk karena tidak menarik. Dia sudah terbiasa dengan gambar bergerak.

Menurut Martin Elvis , Game dan film kekerasan yang diserap anak anak kita juga telah melenyapkan empati dalam diri anak kita. Media seperti video game dan digital game justru bermuatan makna-makna agresivitas yang hanya menciptakan Kecerdasan Destruktif. Perasaan empati justru lenyap di dalam dunia game yang cenderung mengutamakan kecepatan, rasionalitas dan ketepatan.

Kita perlu mewaspadai, banyak game anak menonjolkan unsur kekerasan. Akibatnya mereka menganggap kekerasan itu adalah hal yang biasa. Selain itu dunia maya membuat anak akan bisa menciptakan dunianya sendiri di dalam komputer. Dia menjadi enggan mau bergaul dengan teman-teman. Jangan heran anak enggan berkomunikasi dengan keluarga, atau bepergian dengan orang tua. Game telah menjadi sahabat baiknya.

Hal penting lainnya adalah jangan sampai anak terlalu lama bermain game. Buatlah kesepakatan dengan anak berapa lama mereka boleh bermain game dan internet. Intinya, batasi. Namun untuk itu ada harga yang harus kita bayar. Kita harus meluangkan (menyediakan) waktu terbaik kita untuk menemani anak-anak. Berkomunikasi dengan mereka, bermain bersama remaja kita. Apakah itu bermain catur, halma, ulartangga, monopoli, dan sebagainya. Mengajak anak berolahraga. Komunikasi seperti ini dapat menjadi hiburan pengganti yang menyenangkan anak, dan lebih membantu pertumbuhan emosi anak. Daripada membiarkan anak berlama lama di depan televisi atau bermain game, sediakanlah waktu anda bermain dengan mereka.

Martin Elvis dalam salah satu seminarnya menegaskan ada lima hal besar yang tidak bisa dilakukan oleh media terhadap anak-anak kita:
a. Media tidak dapat menyebut nama, tidak mempunyai perhatian secara pribadi, anak kita dianggap sebagai konsumer. Inilah kesempatan kita, anak kita adalah satu pribadi yang unik, kita bisa memanggil namanya, memperhatikan dia, menatap matanya, berkomunikasi secara pribadi dengan dia.
b. Media tidak dapat memangku anak kita.
c. Media tidak bisa memeluk anak kita, tidak bisa membacakan buku cerita sebelum tidur.
d. Media tidak pernah mendengarkan anak kita. Kita diberikan anugerah untuk bisa mendengarkan curhat anak kita.
e. Media tidak bisa menaikkan anak ke tempat tidur lalu mengajaknya berdoa.



3. Tidak semua film TV dapat ditonton anak-anak.

Untuk anak yang lebih besar, misalnya kelas 1-3 SD, orangtua biasanya kesulitan menentukan lamanya menonton film atau bermain playstation, apalagi kalau si anak hanya dengan pembantu saja. Orangtua juga harus menyeleksi film atau bacaan yang sesuai dengan usianya. Ini tidak mudah. Apalagi jika tidak ada otoritas yang mengawasi.

Film kartun pun belum tentu sesuai dengan usia mereka. Komik-komik Doraemon, Crayon Sinchan, atau Donal Bebek sekalipun, banyak memuat kalimat-kalimat yang kasar dan tidak patut diperkenalkan pada anak-anak di bawah 10 tahun. Apalagi, anak-anak di bawah 10 tahun memiliki daya ingat yang kuat terhadap apa yang mereka lihat dan baca.

Bagaimana agar anak-anak kita yang duduk di SD disiplin dengan aturan-aturan yang kita buat, sekalipun kita tidak di rumah? Maksudnya, mereka mandi pukul 4.30 sore, lantas belajar, makan malam pukul 7. Saat Anda tiba di rumah, berikan waktu kepada anak-anak untuk menceriterakan kegiatan mereka seharian. Lantas tanpa disuruh, mereka tidur pukul 8.30.

4. Perlu Waktu dan Kesempatan

Berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melatih anak disiplin? Siapa yang menjalankannya?
Ini pertanyaan yang sulit dijawab, terutama oleh orangtua yang supersibuk. Dalam suatu wawancara TV seorang artis mengatakan, “Bagi saya, yang penting kualitas waktu pertemuan dengan anak. Untuk apa sehari-harian dengan anak, tapi nggak ngapa-ngapain?”

Bagi orang yang sibuk, ini mungkin semacam defence mechanism (mekanisme pertahanan diri). Mungkin, kalau ditanya lebih jauh akan ketahuan bahwa bagi si Artis toh ada baby sitter yang mengurusi anak-anaknya. Jika kita hanya memikirkan kualitas waktu, kita cenderung mendikte anak dengan sejumlah peraturan, tanpa anak bisa belajar dari orangtuanya cara menerapkan peraturan itu.
“Buanglah sampah di tempatnya!” perintah Mama. Melani bertanya, “Mengapa sampah harus dibuang di tempatnya?”
“Jangan lama-lama main playstasion!” kata Pak Budi.
“Lho, si Albert (teman sekelas yang juga tetangganya) kok boleh?” balas Edo. Rupanya, tanpa setahu Pak Budi, Edo (7 tahun) tiap hari bermain di rumah si Albert.

Siapa yang harus menjawab? Orangtua memberi peraturan, tetapi tidak ada waktu untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan. Makin lama makin banyak “mengapa” yang muncul dari anak-anak. Sebab itu, orangtua harus berusaha memberi waktu sebanyak mungkin untuk menjelaskan kepada anak-anak mengapa dan bagaimana disipin dijalankan. Kadang-kadang, anak-anak berusaha menenangkan hati kita, “Udah, deh, Pa, Ma. Beres. Papa dan Mama pergi aja tenang-tenang. Nggak usah kuatir.”

Seharusnya orangtua mulai waspada jika anak-anak merasa tidak membutuhkan mereka lagi. Lebih baik hentikan semua kegiatan kantor atau pelayanan yang membutuhkan waktu lebih lama dari jam kerja. Mungkin itulah sebenarnya saat anak-anak paling membutuhkan kita. Jangan dikira, kalau anak-anak sudah mandiri (bisa mengurus diri sendiri), mereka dapat dibiarkan begitu saja.


Tips: Mendampingi Anak Menonton dan Bermain Game

1. Usahakan mendisiplin waktu anak menonton sejak masih kecil
2. Buat kesepakatan jenis film yang bisa ditonton dan jumlah waktu yang bisa digunakan anak
3. Sedapat mungkin dampingi anak menonton
4. Temani anak memilih jenis game yang mereka beli di toko
5. Diskusikan dengananak dampak setiap game yang mereka mainkan
6. Usahakan anak bermain di rumah, bukan di warnet, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan

Thursday, February 4, 2010

Kematian


Suatu hari, Imam Al Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya. Ia mengajukan enam pertanyaan. Pertama, “Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”. Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman dan kerabatnya. Imam Al Ghazali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah “kematian”. Sebab kematian adalah janji Allah SWT. “ Setiap yang bernyawa( pasti) akan merasakan mati“ ( QS Ali Imran [ 3]: 185 ). Lalu Imam Al Ghazali meneruskan ke pertanyaan yang kedua, “ Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini ?”. Murid-muridnya ada yang menjawab negeri Cina, bulan, matahari dan bitang-bintang. Lalu Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa semua jawaban itu benar. Tetapi jawaban yang paling benar adalah “masa lalu”. Siapapun kita, bagaimanapun kita dan betapapun kayanya , kita tetap tak bisa kembali ke masa lalu. Sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari kita yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. 

Imam Al Ghazali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga, “Apa yang paling besar di dunia ini ?”. Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi dan matahari. Semua jawaban itu benar, kata Imam Al Ghazali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah “nafsu”. Banyak manusia menjadi celaka karena memperturutkan hawa nafsunya. Segala cara dihalalkan demi mewujudkan impian nafsu. Karena itu kita harus hati-hati dengan hawa nafsu ini, yang “menyerang” pemikiran kita dengan berbagai cara agar kita terjerumus ke neraka. Pertanyaan keempat adalah, “ Apa yang paling berat di dunia ini ?” Murid-muridnya ada yang menjawab besi, baja dan gajah. Semuanya benar, kata Imam Al Ghazali , tetapi yang paling berat di dunia ini adalah “memegang amanah”.

Pertanyaan kelima, “Apa yang paling ringan di dunia ini ?”. Murid-muridnya ada yang menjawab kapas, angin, debu dan dedaunan. Semuanya benar, tetapi yang paling ringan di dunia ini adalah “meninggalkan shalat”. Lalu pertanyaan keenam yaitu, “Apa yang paling tajam di dunia ini ?”. Murid-muridnya menjawab dengan serentak : “pedang”. Benar, kata Imam Al Ghazali, tetapi yang paling tajam diatas segalanya adalah “lidah manusia”. Karena melalui lidah yang tak bertulang , manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Sudahkah kita menjadi insan yang selalu ingat akan kematian, senantiasa belajar dari masa lalu, dan tidak memperturutkan hawa nafsu ?

Sudahkah kita mampu mengemban amanah sekecil apapun, senantiasa menjaga shalat, dan selalu menjaga lidah kita ?

Wednesday, February 3, 2010

Tips Memperbaiki anak dengan Hukuman/Sanksi


BAGAIMANA CARA KITA MEMPERBAIKI ANAK YANG SUKA MENGGANGGU.

Jangan menghukum anak-anak ketika kesalahan tidak dilakukan di hadapan Anda atau tidak ada bukti yang menguatkan bahwa itu kesalahan mereka.
Jangan menghukum anak-anak hanya supaya sama dengan orang lain, misal Anda marah dengan ayah Anda tetapi Anda menyakiti anak laki-laki Anda. Itu merupakan hal yang tidak adil.
Jangan menunda hukuman ketika kesalahan diperbuat pada saat Anda melihatnya atau Anda mempunyai cukup bukti, dengan berkata “Tunggu sampai ayahmu pulang, ibu akan memberitahu ayahmu agar memukulmu”.
Jangan menggunakan peristiwa yang tidak berhubungan untuk menghukum anak-anak, misalnya Anda menjanjikan mereka untuk bermain. Kemudian anak-anak Anda membuat sebuah kesalahan, sehingga Anda memutuskan untuk membatalkan bermain. Membatalkan bermain diharapkan untuk menghukum anak-anak. Anda sama sekali tidak boleh melakukan cara semacam ini.
Jangan bersikap seperti seseorang pemenang sesudah Anda menghukum seorang anak. Anak akan percaya bahwa hukuman hanya melegakan orangtuanya. Atau hal tersebut akan memperlihatkan bahwa Anda adalah orang yang lemah. Anak tidak akan segan kepada Anda di masa depan.
Jangan menghukum anak-anak jika hukuman lain sudah pernah dibebankan pada mereka. Contohnya, anak-anak nakal dan jatuh. Anda marah, memukulnya, dan berkata yang tidak sopan. Itu tidak benar. Jatuh sudah mengajarkan mereka sebuah pelajaran bagaimana sakitnya. Jangan menambahkan sakit mental kepada mereka. Jika anak-anak hanya bayi yang polos, Anda sendiri yang harus berhati-hati untuk memperhatikannya.
Jangan menghukum anak-anak dengan memakai lidah Anda. Memaki-maki dan mengomel tidak berguna untuk anak-anak. Itu hanya akan membantu mengalihkan kebiasaan buruk kepada anak-anak. Hati-hati dengan lidah tajam Anda.
Sesuatu yang Anda ucapkan salah, selamanya tetap salah, misalnya, anak Anda menampar wajah Anda dan Anda menampar balik karena bersikap tidak baik. Nantinya anak itu akan menampar Anda lagi, yang kebetulan terjadi ketika Anda pada situasi yang baik sehingga Anda tertawa dan menganggap itu bercanda. Sikap Anda akan membingungkan anak dan mereka tidak tahu pasti kapan atau bagaimana yang benar atau salah.
Jangan menggunakan perbedaan standar antara siapa pun yang menghukum, ayah atau ibu harus memakai hukuman yang sama untuk kesalahaan yang hampir serupa.
Jangan memberikan hukuman tidak adil, contohnya pertengkaran antar saudara. Kakaknya dihukum lebih berat dari adiknya karena yang satu lebih kecil. Kakaknya sakit hati dan menjadi cemburu pada adiknya. Kakaknya marah dan bisa menyakiti yang adiknya kelak dan juga tidak menghormati Anda.
Jangan menghukum seorang anak berulang-ulang, tetapi gunakan dengan cara meyakinkan. Lakukan itu dengan sungguh-sungguh.
Jangan menghukum seorang anak dengan tidak benar, contohnya menunjukkan kemarahan dengan tidak berbicara kepada mereka selama tiga hari.
Jangan memperdebatkan soal hukuman di depan anak Anda. Jika Anda ingin berdebat, lakukan tanpa terlihat oleh mereka.
Jangan melakukan hukuman dengan setengah hati sebab Anda tidak ingin melakukannya sendiri, tetapi membuat suara kemarahan yang keras untuk membuat orang lain melakukannya untuk Anda. Hukuman Anda tidak akan berarti dan anak-anak tidak akan menjadi takut.