Wednesday, December 1, 2010

Cerita lucu lagu anak

Cerita lucu Anak-Anak

Lagu anak-anak yang populer ternyata mengandung kesalahan, mengajarkan kerancuan, dan menurunkan motivasi.

Mari kita buktikan :

"Balonku ada 5... rupa-rupa warnanya... merah, kuning, kelabu.. merah muda dan biru..., meletus balon hijau, dorrrr!!!"

Perhatikan warna-warna kelima balon tsb., kenapa tiba2 muncul warna hijau
Jadi jumlah balon sebenarnya ada 6, bukan 5 !

"Aku seorang kapiten... mempunyai pedang panjang...kalo
berjalan prok..prok..prok... aku seorang kapiten!"

Perhatikan di bait pertama dia cerita tentang pedangnya, tapi di bait kedua dia cerita tentang sepatunya (inkonsis- tensi). Harusnya dia tetap konsisten, misal jika ingin cerita tentang sepatunya seharusnya dia bernyanyi :

"mempunyai sepatu baja (bukan pedang panjang)... kalo berjalan prok..prok..prok.."

nah, itu baru klop! jika ingin cerita tentang pedangnya, harusnya dia

bernyanyi : "mempunyai pedang panjang... kalo ber-jalan
ndul..gondal..gandul.. atau srek.. srek.. srek.." itu baru sesuai dg kondisi pedang panjangnya!

"Bangun tidur ku terus mandi.. tidak lupa menggosok gigi.. habis mandi ku tolong ibu.. membersihkan tempat tidurku.."

Perhatikan setelah habis mandi langsung membersihkan tempat tidur.

Lagu Ini membuat anak-anak tidak bias terprogram secara baik dalam menyelesaikan tugasnya dan selalu terburu-buru. Sehabis mandi seharusnya si anak pakai baju dulu dan tidak langsung membersihkan tempat tidur dalam kondisi basah dan telanjang!

"Naik-naik ke puncak gunung.. tinggi.. tinggi sekali.. kiri kanan kulihat saja.. banyak pohon cemara.. 2X"

Lagu ini dapat membuat anak kecil kehilangan konsentrasi, semangat dan motivasi!

Pada awal lagu terkesan semangat akan mendaki gunung yang tinggi tetapi kemudian ternyata setelah melihat jalanan yg tajam mendaki lalu jadi bingung dan gak tau mau ngapain, bisanya Cuma noleh ke kiri ke kanan aja, gak maju2!

"Naik kereta api tut..tut..tut.. siapa hendak turut ke Bandung.. Surabaya.. bolehlah naik dengan naik percuma.. ayo kawanku lekas naik.. keretaku tak berhenti lama"

Nah, yg begini ini yg parah! mengajarkan anak-anak kalo sudah dewasa,
Maunya gratis melulu. Pantesan PJKA rugi terus! Terutama jalur Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya!

Wednesday, November 24, 2010

Ayah Menjadi Model Bagi Si Anak



Bagaimana kepribadian si Buyung nanti tergantung pada ayah. Karena di usia ini, anak lelaki biasanya akan menjadikan ayah sebagai model perilakunya.

Kerap kali ayah sangat sibuk dengan pekerjaannya, sehingga sulit baginya membagi waktu antara pekerjaan dan rumah. Kala ayah pulang, anak sudah tidur. Bahkan tak jarang, pagi pun ayah tak sempat lagi ketemu dengan anak karena si kecil belum bangun sementara ayah harus berangkat kerja pagi-pagi sekali. Ayah tak sempat lagi menanyakan kegiatan anak dari pagi sampai sore, bermain dengan siapa saja, dan sebagainya.

Padahal kita tahu, peran ayah tak kalah penting dengan peran ibu. Jadi, ujar Zamralita, Psi ., sesibuk apapun, ayah harus tetap menyediakan waktu bersama anak, minimal satu jam sehari. "Waktu tersebut harus betul-betul efektif agar tujuan yang dicapai sesuai, yaitu mengakrabkan ayah dan anak," jelas psikolog pada Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini.

Dalam waktu yang efektif tersebut, ayah dapat berkomunikasi dengan cara bermain, mengobrol atau melakukan aktivitas lain bersama anak. "Namun selama bersama anak, ayah tak boleh ada pikiran apapun tentang pekerjaan. Jadi, seluruh perhatian ayah benar-benar tercurah pada anak," tandas Zamralita. Jika ayah tak bisa menyediakan waktu malam hari, bisa dilakukan paginya sebelum ke kantor. "Toh, biasanya anak kerap bangun lebih awal karena tidurnya pun lebih awal."

Tapi jika ayah harus berangkat pagi-pagi sekali, maka gunakanlah malam hari untuk bersama anak. Paling tidak, saat magrib ayah sudah berada di rumah sehingga masih sempat bermain bersama anak. Kemudian saat weekend atau libur, juga manfaatkan seefektif mungkin untuk bersama anak. "Namun ayah harus konsekuen menyediakan waktu untuk anak, jangan sampai kehilangan waktu sehari pun untuk bersama anak."

Tentunya, dengan keterbatasan waktu yang ada, ayah tak mungkin dapat mengawasi seluruh aktivitas anak, namun ayah tetap harus mengetahuinya. Caranya, ayah harus aktif mendapatkan informasi; misalnya, dari ibu. Dengan begitu, ayah jadi tahu harus masuk pada bagian mana dan apa yang harus diawasi. Misal, anak suka omong kasar atau jorok. Nah, ayah harus tahu dari mana anak bisa berkata seperti itu dan apa yang harus ia lakukan agar si kecil tak keterusan omong kasar/jorok.

TOKOH IDENTIFIKASI

Penting diketahui, pada usia prasekolah, anak mulai melakukan identifikasi. Bila di usia sebelumnya (batita) si kecil hanya sekadar meniru omongan atau tingkah laku orang tua maupun orang lain, maka di usia ini peniruannya lebih dalam. Maksudnya, ia tak hanya sekadar meniru tapi "mengambil" apa yang ditirunya dari si model/tokoh, yang kemudian akan menjadi bagian dari dirinya. Oleh karena itu, yang ditiru pun tak sebatas hanya omongan dan tingkah laku, tapi seluruhnya yang ada pada si model/tokoh. "Umumnya, anak akan beridentifikasi pada orang yang berjenis kelamin sama. Anak lelaki akan beridentifikasi pada ayah dan anak perempuan pada ibu," tutur Zamralita.

Namun begitu, anak perempuan juga bisa beridentifikasi pada ayah dan anak lelaki beridentifikasi pada ibu. Jadi, anak perempuan bisa saja "mengambil" sifat tegas dari ayah atau anak lelaki "mengambil" sifat ibu yang perhatian, misalnya. Bukankah konon, ayah lebih mengajarkan sifat-sifat seperti ketegasan, tanggung jawab, dan melindungi; sedangkan ibu lebih pada kasih sayang, kepedulian, dan kelembutan?

Kendati demikian, lanjut Zamralita, pada dasarnya peran ayah terhadap anak lelaki dan perempuan sama saja. Bedanya cuma pada cara menerapkannya. "Tentunya dalam memperlakukan anak perempuan dan lelaki akan berbeda, karena ada perilaku-perilaku tertentu yang bersifat normatif." Misalnya, ayah lebih mengarahkan anak perempuan harus rapi, berbicara halus, lemah lembut, dan sebagainya. "Jadi, lebih diarahkan pada stereotipe perempuan. Sedangkan pada anak lelaki, ayah bisa saja mengajak membetulkan mobil, misalnya."

Yang harus disadari, lanjut Zamralita, anak bukan hanya akan beridentifikasi pada hal-hal positif dari orang tua, tapi juga bisa perilaku negatifnya. Padahal, identifikasi berkaitan dengan pembentukan konsep diri; anak tengah mencari pola perilaku dalam rangka pembentukan konsep dirinya. Sifat-sifat maupun perilaku orang tua yang dimasukkan ke dalam diri anak akan menjadi bagian dari perilakunya kelak.

Nah, agar ayah bisa menjadi tokoh identifikasi yang baik, menurut Zamralita, ayah harus menjadi contoh yang baik pula bagi anak. "Ayah harus bersifat maupun berperilaku baik dan konsisten." Tapi ingat, lo, si kecil tak akan begitu saja beridentifikasi dengan ayah. Sebab, anak hanya akan beridentifikasi pada orang yang dekat dengannya dan cukup berpengaruh terhadapnya. Itulah mengapa kedekatan ayah dan anak harus sudah mulai dibina sejak bayi; lebih bagus lagi sejak anak masih di kandungan ibu. Jadi, Pak, segeralah "berubah" bila Anda sadar bahwa selama ini Anda kurang terlibat dalam mengasuh si kecil.

KEMAMPUAN AKADEMISNYA RENDAH

Karena ayah lebih menjadi figur identifikasi bagi anak lelaki, maka ketiadaan ayah akan berdampak lebih besar pada anak lelaki ketimbang anak perempuan. Meski sebetulnya anak lelaki bisa saja beridentifikasi pada sifat-sifat ayah dari ibu, namun, seperti sudah dipaparkan di muka oleh psikolog Rahmitha P. Soendjojo, hasilnya bisa berbeda bila sifat-sifat lelaki diberikan oleh sosok yang an sich memang lelaki.

Tapi bukan berarti si Buyung nantinya akan bersifat kewanitaan atau menjadikannya homoseksual. Sebab, terang Zamralita, untuk sampai pada terjadinya penyimpangan seksual biasanya lebih dikarenakan ada sesuatu dalam dirinya, seperti bawaan dari lahir dan kemudian ada trigger -nya atau pencetusnya.

Jadi, tak usah khawatir si Buyung kelak akan mengarah ke sana hanya karena ketiadaan figur ayah. Toh, masih ada ibu yang bisa mengajarkan sifat-sifat lelaki kepadanya. Apalagi dari banyak penelitian, lebih sering ditemukan pengaruhnya pada perkembangan kognitif anak lelaki. "Anak lelaki yang tumbuh dalam bimbingan ayahnya akan mendapat pencapaian akademis tinggi dan keterampilan matematika yang lebih baik dibanding anak lelaki tanpa ayah," tutur Zamralita.

Selain itu, dari penelitian terhadap jenis kelamin orang tua tunggal karena salah satunya meninggal atau berpisah, ditemukan bahwa anak lelaki yang diasuh oleh ayahnya akan tampak lebih mandiri, ceria, punya rasa percaya diri tinggi dan lebih matang. Bagi anak perempuan, ketiadaan ayah membuatnya kehilangan sifat-sifat ayah, karena sifat-sifat tersebut tak akan diperolehnya dari figur ibu.

Tapi dampaknya tak terlalu besar, karena umumnya anak perempuan tak menjadikan ayah sebagai model identifikasinya. Jadi, tak akan membuat si Upik sampai mencari-cari figur ayah atau malah membenci dan penyimpangan perilaku lainnya. Ketiadaan ayah juga tak berdampak pada kemampuan akademis si Upik, tapi lebih pada masalah sosialisasinya dengan lawan jenis. "Bila ketiadaan ayah karena meninggal, biasanya di masa remaja nanti ia akan menjadi sosok pencemas, mudah gelisah dan tak nyaman bila berada di antara teman lelakinya. Tapi bila karena bercerai, ia cenderung bersikap tak tegas terhadap pria di usia remajanya," tutur Zamralita.

Umumnya, ketiadaan ayah karena meninggal akan sangat berbeda pengaruhnya dibanding karena bercerai. Bila ayah meninggal, biasanya anak akan mengenang hal-hal yang indah dan menyenangkan bersama ayah. Tapi bila disebabkan perceraian, biasanya berdampak buruk karena akan banyak hal negatif yang dikenang anak. Bukankah biasanya sumber perceraian adalah ketidakcocokan?

Nah, hal inilah yang sulit disembunyikan orang tua dari anak, sehingga akan menciptakan iklim tak menyenangkan atau tak baik bagi perkembangan anak. Misalnya, ibu sering menangis atau ayah jarang pulang. Padahal anak usia ini perlu belajar kasih sayang, rasa aman, percaya diri, dan berani dari lingkungan rumah yang nyaman. Pendeknya, ketiadaan ayah, entah karena meninggal atau bercerai, mengakibatkan ada sesuatu yang kosong atau hilang pada diri anak.

Ibaratnya, ada ruang kosong dalam kepribadian anak, baik anak lelaki maupun perempuan. Karena, jarang sekali ibu dapat dengan sempurna berperan ganda. Itulah mengapa para ahli kerap menganjurkan, harus dicari figur substitusi yang dapat menggantikan peran ayah, seperti kakek atau paman. Bagaimana bila ayah ada namun tak berperan? Misal, ayah sangat sibuk sehingga tak ada waktu untuk anak. "Tetap akan berdampak psikologis pada anak," ujar Zamralita, "karena keterlibatan emosi bagi anak sangatlah penting; akan timbul keraguan pada anak dan ia pun pasti akan komplain. Misalnya, 'Kok, Ayah nggak pernah ajak aku jalan-jalan, sih?'," lanjutnya.

BERMAIN

Nah, semakin paham, kan, Pak? Tentunya peran ayah bagi anak usia ini tak hanya sebatas tokoh identifikasi. Sebagaimana di usia-usia sebelumnya, ayah pun ikut berperan untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan lainnya pada anak. Hanya bedanya, bagaimana cara ayah menjalankan perannya tersebut akan "diambil", terutama oleh anak lelaki.

Dalam perkembangan motorik, misalnya, ayah biasanya mengajak anak perempuan melakukan permainan yang bersifat netral semisal main kartu. Tapi dengan anak lelaki, biasanya dalam bentuk fisik, seperti main bola atau mengajaknya melakukan suatu bentuk pekerjaan yang umumnya dianggap sebagai pekerjaan lelaki, seperti membetulkan mobil. "Umumnya, ayah tak membedakan antara anak lelaki dan perempuan," ujar Zamralita. "Hanya pada anak lelaki, ayah biasanya mengarahkan agar memiliki sifat-sifat berani seperti tegas, tak pengecut, tak pemalu, harus mempertahankan apa yang benar, tanggung jawab, dan sebagainya," lanjutnya.

Jadi, bila si Buyung menangis gara-gara berkelahi, misalnya, ayah biasanya akan menanyakan duduk persoalannya dan si Buyung pun diajarkan untuk tak boleh cengeng, serta harus berbaikan lagi dengan temannya. "Pada anak perempuan sebetulnya juga sama. Cuma bentuk pengarahan dan cara penyampaiannya berbeda. Misal, anak perempuan berkelahi, biasanya lebih secara verbal bentuk agresinya.

Nah, ayah mengarahkan atau melarang anaknya berkelahi, berlaku atau berucap kasar." Selain itu, ayah juga turut mengarahkan dengan siapa si Upik dan Buyung boleh bermain. Bukan dalam arti membeda- bedakan teman, lo, tapi ayah harus tahu persis lingkungan pergaulan anaknya. Bukankah teman turut mempengaruhi pula perkembangan emosi dan moral anak nantinya? "Nah, biasanya ayah lebih tegas dalam hal ini dibanding ibu." Pendeknya, tandas Zamralita, banyak hal dalam perkembangan anak dimana ayah dapat terlibat, terutama dengan kegiatan anak.

Permainan merupakan salah satu caranya. "Banyak sekali bentuk dan variasi permainan yang dapat dilakukan ayah bersama anak usia ini." Lewat bermain, selain kemampuan anak dirangsang, juga akan menciptakan kedekatan anak dan ayah. "Anak akan merasa, ayah menyediakan waktu baginya. Ini tentunya akan berdampak positif bagi hubungan anak dan ayah." Itulah mengapa, Zamralita minta, ayah harus berespons positif dalam bermain atau menanggapi ajakan anak.

"Umumnya anak usia ini masih banyak bergerak. Ada kesenangan tersendiri dengan melakukan banyak kegiatan. Apalagi jika kegiatan tersebut dilakukan bersama orang tua." Jadi, Pak, jangan beralasan capek atau sibuk, ya, kalau diajak main oleh si kecil. Bisa-bisa Anda nanti dijauhi si kecil dan akhirnya tak dijadikan tokoh identifikasi, lo.

Thursday, November 18, 2010

Kenapa yah, banyak siswa-siswi malas sekolah?




Tulisan ini tidak menyebutkan sekolah yang dijadikan contoh. Jadi, jangan GR dulu.

Yup, mungkin ini menjadi pertanyaan ‘hot’ para guru terhadap murid. Dalam waktuku kali ini, saya mau membahas tentang kenapa teman-temanku itu males sekolah/belajar. Saya melakukan observasi terhadap beberapa orang. Jawabannya sangat bermacam-macam, tapi saya ambil yang lebih masuk akal. Berikut beberapa alasan :

1. enggak ‘comfort’ (nyaman) belajarnya.
2. terlalu lama jam belajarnya.
3. orang-orang yang disekeliling kita.
4. gurunya bikin stress.
5. dan masih banyak lagi.

Alasan dari alasan :

1. enggak comfort belajarnya. Sip, saya juga setuju dengan pendapat teman-teman saya yang beralasan ini. Kenapa? karena lingkungan kita belajar is number one. Apakah anda nyaman dengan tempat (bisa dikatakan kelas) yang bau sampah? Apakah anda nyaman dengan tempat yang kotor? dll. Tentu tidak, sebuah tempat yang dikatakan nyaman minimal bersih. Tapi, ada beberapa alasan juga walaupun tempatnya sudah bersih. Karena masih syarat minimal, ada beberapa alasan yang memang harus ditunjangi oleh sekolah (biar saya enggak rugi ngeluarin DSP dan SPP). Alasannya seperti meja/kursi rusak, papan tulis rusak, penerangan kurang, tempatnya panas, dll. Bayangin kalau mendung, kelas kita gelap, penerangannya kurang. Apa yang mau dilihat? Lampu yang idup cuman 1. Pokoknya trouble lighting. Yahh, mana nyaman. Tapi ada alasan yang berlebihan seperti tidak ada Komputer/Laptop perorang, tidak ada AC, tidak ada TV, dll. Mungkin kita akan rugi kalau DSPnya Rp. +30 Juta. Atau SPPnya Rp. +5 Juta. Yahh itu mah pasti rugi.
2. terlalu lama jam belajarnya. Ya iyah lahh… Siapa lagi , yang mau belajar 9 Jam per hari. CUkup capek dan membosankan. Maksimal harusnya belajar itu 7 Jam perhari. Yahh, itu mah menurut saya. Yahh, lebih baik bimbel yang 3 Jam tapi Masuk. Daripada bimbel yang 7 Jam tapi enggak masuk gara-gara sudah ngantuk.
3. Orang-orang yang disekelilingi kita. Yep, alasan ini juga mungkin alasan yang tidak/cukup masuk akal karena sudah masuk ke perasaan. Apakah anda bisa bekerja dengan orang yang anda benci? Apakah anda bisa berpikir kalau ada orang yang anda benci disamping anda? Apakah anda bisa belajar kalau semua orang yang dikelas membenci anda? Jawabannya tentu TIDAK. Nahh, itulah fungsi bersosialisasi. Bersosialisasi itu membuatnya lebih mudah. Mau belajar, tidur, maen, kalau punya sosialisasi dan niat itu pasti mudah untuk rilex/fokus. Oleh karena itu, janganlah punya musuh. atau orang yang ingin dijauhi. karena bermusuhan itu tidak baik. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada kedamaian. Mungkin ini juga ada hubungan dengan ilmu SPP. Pokoknya, lakukan yang terbaik dan jangan pernah menyesal dikian hari.
4. Gurunya bikin stress. Stress disini maksudnya gurunya neranginnya enggak jelas, suaranya kecil, bahasanya yang dipakai terlalu berat (rumit), dll. Maka dari itu, sekolah seharusnya melakukan masa percobaan guru. Apakah guru tersebut masih layak? atau tidak? Banyak kasus yang disebabkan oleh alasan ini. Cuman gara-gara muridnya enggak bayar uang fotokopian (Rp.100) Nilainya langsung eNOL (misal). Bukankah nanti si murid jadi stress. Yahh, lulusan yang dari Kependidikan harus mempunyai standarisasi mengajar yang baik. Atau memang harus dijadikan Surat Izin Guru. atau surat izin menggurui.. hehehe :D
5. dan masih banyak lagi.

Wednesday, November 10, 2010

Faktor Yang Mempengaruhi Situasi Kelas


Menjadi seorang guru merupakan pekerjaan paling mulia tetapi menjadi pekerjaan yang membahayakan pula bagi kelangsungan generasi berikutnya di masa yang akan datang. Guru menjadi salah satu dari sekian bagian yang mempengaruhi keberhasilan suatu generasi pada suatu bangsa. Makanya menjadi guru tidaklah cukup dengan hanya mengajar (menyampaikan) materi saja tetapi lebih kompleks lagi. Dari begitu banyak hal yang mempengaruhi berhasil dan tidaknya menciptakan generasi penerus adalah kemampuan memahami faktor yang mempengaruhi situasi kelas. Karena guru jelas harus mampu menguasai kelasnya agar kegiatan transfer ilmu berjalan kondusif, lancar dan sesuai dengan tujuan mulia pendidikan.

Dibawah ini berbagai faktor yang mempengaruhi situasi kelas, diantaranya:

1. Tingkat penguasaan materi oleh siswa di dalam kelas
Materi yang telah dikuasai oleh siswa, baik itu diperoleh dari di waktu sebelumnya, dari guru lain atau dari berbagai media yang pernah dibaca oleh siswa tanpa disadari memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penguasaan materi. Hal ini sebaiknya disesuaikan dengan materi selanjutnya atau ditingkatkan keleluasaan dan kedalaman materinya. Guru bisa saja melakukan pre test untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi yang aka diajarkan. Hal ini penting agar susunan materi yang diajarkan menjadi sempurna dan tidak berulang-ulang yang bisa menjadikan siswa mengalami kejenuhan.
Demikian pula jika materi yang akan disampaikan terlalu sulit atau tinggi, maka guru sebaiknya melakukan penyesuaian materi walaupun mungkin hal itu tidak tertuang didalam kurikulum pendidikan yang telah disusun hal ini dilakukan agar siswa bisa diikuti oleh siswa. Efek negatif jika materi yang akan disampaikan terlalu tinggi atau sulit dan tidak dilakukan penyesuaian materi maka biasanya akan menimbulkan kegaduhan kelas atau siswa kurang serius untuk mengikuti materi yang sedang dibahas.

2. Fasilitas yang diperlukan
Jika suatu materi membutuhkan fasilitas alat, media, tempat atau biaya tertentu dan itu ternyata diluar kemampuan kelas/sekolah maka sebaiknya dilakukan penyesuaian seperlunya tanpa mengurangi esensi materi yang sedang disampaikan. Guru bisa saja menggunakan metode pembelajaran alternatif lainnya yang lebih mendekati keadaan siswa dan kemampuan kelas/sekolah. Disinilah seorang guru diuji keprofesionalannya dalam mengambil langkah alternatif yang terbaik dalam mengatasi masalah tersebut. Bisa saja fasilitas alat, media, tempat dan biaya tertentu yang tidak mampu disediakan oleh kelas/sekolah menjadi salah satu pemicu guru untuk melakukan inovasi pendidikan yang memungkinkan materi tersebut tetap bisa disampaikan dengan baik di kelas.

3. Kondisi siswa
Jumlah jam belajar yang harus diselesaikan oleh siswa dalam satu hari juga menjadi salah satu faktor penyebab kelelahan siswa. Siswa lesu, mengantuk, lapar atau karena ada kegiatan diluar yang akan dilakukan dan sebagainya ini dapat mempengaruhi situasi kelas. Hal ini harus diperhatikan oleh guru sehingga seorang guru haruslah mampu menyesuaikan keadaan ini dengan materi yang akan/sedang disampaikan. Guru bisa saja menyisipkan kedalam materi yang sedang disampaikan dengan cerita-cerita yang memotivasi, cerita-cerita lucu, dan atau cerita yang berhubungan dengan materi yang mampu memancing konsentrasi siswa agar tetap fokus pada materi.

4. Metode Pembelajaran
Banyak guru yang tidak menyadari bahwa teknik mengajar yang digunakan untuk menyampaikan materi tidak cocok dengan situasi kelas yang hal tersebut bisa menjemukan dan kurang menggairahkan suasana kelas. Guru hendaknya melakukan penyesuaian agar tidak terhanyut dalam situasi kelas yang demikian. Banyak metode pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi tetapi hal itu haruslah dilakukan berdasarkan obervasi kecocokan antara materi dengan keadaan siswa, tingkat penguasaan dan fasilitas yang diperlukan. Janganlah memaksakan suatu metode pembelajaran dengan materi yang tidak sesuai, hal ini akan memicu ketidak kondusif-an kelas.

Guru profesional dituntut kepekaannya dalam menguasai situasi kelas sehingga mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian seperlunya agar ke-efektif-an pelaksanaan program pembelejaran bisa tercapai. Selamat bekerja guru profesional...

Sunday, October 31, 2010

Waswas (Lagi) Hadapi Ujian Nasional

Syarat kelulusan Ujian Nasional SMP, SMA, SMK bertambah berat. Mata pelajaran yang diujikan juga bertambah. UASBN akhirnya digelar juga. Kecemasan itu ada baiknya.

Jumlah peserta ujian nasional SMP/MTs/SMPLB sebanyak 3.567.472, dan siswa SMA/MA/SMK sebanyak 2.260.148. Siswa SD/MI/SDLB yang tahun 2008 baru mengikuti UASBN tercatat sebanyak 4.599.217 siswa. Orangtua dan sekolah bisa sedikit bernafas lega karena ujian nasional tidak perlu merogoh kocek wali siswa. Pemerintah mendanai semua proses pelaksanaan ujian nasional.

”Total dana yang dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan UN dan UASBN sebesar Rp 572.850.000.000,” kata Prof. Dr. Mansyur Ramly, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas. Dana tersebut termasuk biaya untuk ujian nasional pendidikan kesetaraan, biaya operasional tim pemantau independen dan biaya sosialisasi UN dan UASBN.

Persiapan siswa menghadapi ujian nasional tahun ini dituntut lebih ekstra keras. Pasalnya, mulai tahun ini, standar nilai rata-rata kelulusan dinaikkan dari dari 5,00 (tahun 2007) lalu menjadi 5,25. “Tidak ada nilai di bawah 4,25 atau boleh memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran namun nilai mata pelajaran lainnya minimal 6,00. Khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran kompetensi keahlian kejuruan minimal harus 7,00,” kata Prof. Djemari Mardapi, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Depdiknas, pada jumpa pers Selasa (8/4) lalu.

Beban ujian tahun yang akan datang juga bertambah berat. Mata pelajaran yang diujikan untuk jenjang SMA/MA program IPA meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Kimia, Fisika, dan Biologi. Untuk SMA program IPS, ujian meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi. Siswa program Bahasa mengikuti ujian Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Sastra Indonesia, Bahasa Asing, dan Antropologi, sedangkan Program Keagamaan meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Matematika, dan Tasawuf/Ilmu Kalam.

Pada jenjang SMK mata pelajaran yang diujikan meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Sedangkan siswa SMP harus mampu mengerjakan soal-soal Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Pro-kontra UASBN

Ujian nasional format anyar dialami siswa SD/MI/SDLB. Tahun ini siswa SD dan setara mengikuti ujian Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Berbeda dengan pola ujian nasional buat siswa SMP dan SMA, ujian untuk siswa SD, soal-soalnya sebagian besar disusun daerah masing-masing. Perbandingan soal dari pusat dan provinsi rasionya 25%: 75%.

Berbeda halnya dengan ujian nasional SMP, SMA, dan SMK yang seluruhnya disusun penyelenggara dari pusat. ”Penyusunan soal-soal UN dasarnya adalah standar kompetensi lulusan. Materinya merupakan irisan dari kurikulum 1994, 2004, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),” kata Djemari.

Berkaitan dengan UASBN SD yang sempat menjadi pro kontra beberapa waktu yang lalu, menurut Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Dr. Burhanuddin Tolla, M.A, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan UASBN untuk siswa SD.

“Kita tidak perlu ragu lagi melaksanakan ujian nasional ini, karena satu-satunya cara untuk meningkatkan mutu adalah dengan melakukan evaluasi yang melalui UN dan UASBN ini. Hasil assessment kami di lapangan, justru dengan adanya UN ini para guru mengajarnya lebih baik. Manajemen kepala sekolah pun semakin meningkat,” kata Burhanuddin Tolla.

Burhanudin Tolla sangat berharap dengan adanya UASBN ini bangsa Indonesia akan selangkah lebih maju dan tidak kalah dengan negara–negara lain. Ada sejumlah “keringanan” bagi siswa SD dalam menempuh UASBN. Di antaranya, jenis soal UASBN menggunakan pola pilihan ganda (multiple choice). Peserta UASBN juga dibolehkan mengikuti ujian susulan, bagi siswa yang dinyatakan sakit oleh dokter, atau mereka yang mengikuti even mewakili Indonesia di ajang dunia seperti olimpiade.

Djemari Mardapi juga menambahkan, ada efek psikologis dari orangtua siswa SD dalam menyiapkan anak-anak mereka. “Kami lihat sisi positifnya saja, para orangtua kian serius memperhatikan anaknya. Siswa juga semakin belajar lebih keras dalam menghadapi ujian. Kecemasan itu ada baiknya juga,” ujar Djemari santai.

Kelulusan siswa SD mutlak diserahkan pada sekolah. “Kriteria kelulusan UASBN ditetapkan oleh setiap sekolah/madrasah yang peserta didiknya mengikuti UASBN. Kriteria kelulusan UASBN itu ditetapkan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diajukan dan nilai rata-rata ketiga mata pelajaran,” kata Djemari.

Perketat Pengawasan


Di setiap provinsi, rektor salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) di provinsi tempat pelaksanaan ujian nasional, diangkat sebagai penanggung jawab TPI Provinsi, didukung unsur PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Kopertis, dan Kopertais. “Anggota TPI adalah para dosen, dan asosiasi profesi pendidikan bukan guru. Untuk daerah terpencil dan sulit dijangkau, mahasiswa diperbolehkan menjadi anggota TPI,” ujar Djemari Merdapi merinci.

Pada tingkat provinsi, dibentuk dua Pemantau A dan Pemantau B. Pemantau A mengawasi kegiatan yang meliputi penggandaan naskah dan bahan pendukung UN, distribusi ke penyelenggara UN di tingkat kabupaten/kota, pengumpulan, proses scanning dan pengiriman hasil scanning lembar jawaban UN (LJUN) sedangkan Pemantau B mengkoordinasi pemantauan kegiatan UN di kabupaten/kota yang terdapat di provinsi tersebut.

Pada tingkat kabupaten/kota dibentuk pemantau C dan pemantau D. Pemantau C mengawasi kegiatan penyelenggaraan UN di tingkat kab/kota yang meliputi penerimaan bahan UN dari penyelenggara UN tingkat provinsi, penyimpanan naskah UN di kab/kota dan distribusi ke sekolah, sedangkan pemantau D mengkoordinasi pemantauan di sejumlah sekolah, meneliti kesesuaian sekolah penyelenggara UN, meneliti calon pengawas yang ditugaskan di sejumlah sekolah.

Wednesday, October 20, 2010

Sekolah Jadi Penjara Bagi Anak



"Sistem pendidikan kita memperlakukan anak seperti robot. Anak ke sekolah harus membawa koper berisi begitu banyak buku, sampai di rumah masih harus mengerjakan PR. Habis itu terus teler,"
Padahal, katanya, bermain merupakan salah satu unsur penting dalam tumbuh kembang fisik, intelektual, dan mental anak.

Sistem pendidikan yang kaku dan mengekang seperti itu, menganggap otak anak-anak kosong, sehingga harus dijejali dengan berbagai hafalan materi pelajaran.

Karena sekolah sudah seperti penjara bagi peserta didik, maka ketika guru mengumumkan siswa bisa pulang lebih awal karena guru akan rapat, reaksi spontan siswa adalah kegirangan.

"Mereka bergembira karena bisa lepas sejenak dari penjara," karena beban di sekolah berat, tidak mengherankan bila sebagian anak pada saat ini ada yang mengidap fobia sekolah (school phobia), yang manifestasinya bisa bermacam, misalnya merasa sakit, tidak enak badan, dan lainnya.Beban berat tersebut tidak hanya dialami siswa di Indonesia, tetapi dihadapi siswa bangsa-bangsa lain yang ingin mengejar kemajuan, terutama bangsa-bangsa di Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan, dan lainnya.

"Mereka stres menghadapi situasi sekolah dan lingkungan yang begitu menekan, sehingga ada yang nekat bunuh diri. Padahal semua anak ingin bersekolah dalam situasi gembira. Kurikulum pendidikan dasar di Indonesia terlalu padat, sehingga kurang memberi ruang ekpresi dan kreativitas bagi peserta didik. Padahal, pendidikan nasional bertujuan mengembangkan segenap potensi peserta didik, bukan ingin menciptakan robot atau bebek-bebek (penurut, red).

Menurut dia, kreativitas dengan kedisiplinan seseorang bisa berjalan beriring karena itu keliru bila kebebasan dan kreativitas identik dengan ketidakdispilinan.

"Kecerdasan intelektual (IQ) bukan segala-galanya. Masih ada banyak kecerdasan yang bisa dikembangkan untuk tumbuh kembang anak," katanya.

Ilustrasi lima tokoh nasional yang memiliki prestasi istimewa di bidangnya masing-masing. B.J. Habibie yang ahli pesawat terbang, Rudy Hartono (juara tujuh kali berturut-turut All England), Rudy Salam (aktor), Rudi Hadisuwarno (tata rias), dan Rudy Choirudin (kuliner).

"Jadi, spektrum kecerdasan itu sangat luas. Rudi Hadisuwarno ketika kecil hobi menggunting-gunting kertas, lantas belakangan mahir gunting rambut," Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan Iptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Neni Sintawardani, mengemukakan Finlandia merupakan negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia.

Padahal, katanya, di negara itu siswa hanya menempuh belajar di sekolah 30 jam per minggu, sedangkan di Korsel 50 jam dan siswa Indonesia menghabiskan waktu di sekolah jauh lebih banyak dibanding murid Finlandia.

"Finlandia bisa sukses karena guru-gurunya berkualitas. Yang menjadi guru adalah lulusan terbaik SMA. Gaji mereka tidak fantastis, tapi profesi mereka sangat dihargai," kata Neni.Kunci sukses lain Finlandia, katanya, guru di negeri itu tidak pernah mengritik siswa yang gagal, tetapi terus mendorong siswa bisa bekerja independen. "Kegagalan siswa juga menjadikan guru introspeksi. Apa yang salah dengan sistem pembelajaran," katanya.

Apa yang dimaksud pendidikan yang membebaskan? Membebaskan anak untuk berkreasi, mengekspresikan perasaannya, dan sebagainya. Intinya tidak membebani anak dan tidak menjadikan sekolah itu seperti penjara. Ketika anak mendengar “hari ini boleh pulang, kerena ibu guru mau rapat,” mereka bilang “horeee, bebas!” Ini karena sekolah kita laksana penjara. Seharusnya sekolah itu membebaskan ide-ide kreatif
mereka.
Sistem pendidikan kita sudah membebaskan? Belum! Kesadaran bahwa pendidikan itu untuk anak, belajar itu hak bukan kewajiban, itu masih minim. Sekarang anak-anak
lebih banyak diperlakukan seperti robot; harus nurut, anak untuk kurikulum, sarat kekerasan, dan kadang sekedar mengejar nilai bukan proses. Ini sangat merugikan bagi pengembangan kreativitas dan kemandirian anak.

Pendidikan yang membebaskan itu seperti apa? Seperti home schooling, sekolah alternatif, juga sekolah alam yang memungkinkan anak belajar dengan cara masing-masing. Kalau ada delapan standar pendidikan nasional yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), maka yang harus diikuti hanya tiga; yaitu standar isi kurikulum, standar kompetensi lulusan dan standar evaluasi. Sedangkan standar proses, standar guru, standar biaya, standar sarana prasarana, itu bebas.

Saturday, October 9, 2010

Komunikasi orang tua Anak



Ketika menghadapi lawan bicara yang bermasalah, kita perlu untuk break sebentar dan bertanya pada diri sendiri “Masalah siapakah ini ?“

Kita tidak mungkin menjadi Super Problem Solver, semua kita coba untuk kita tangani sendiri sehingga akhirnya anak tidak belajar untuk mandiri. Anak tidak bisa menalikan sepatunya, ibu yang akan membantu. Anak bertengkar dengan temannya, ibu akan segera mendatangi anak itu bahkan mungkin orangtuanya untuk menyelesaikan masalah. Anak tidak bisa masuk ke sekolah favorit, orang tua akan menggunakan segala cara agar si anak dapat memasuki sekolah tersebut. Begitu terus, orang tua yang menyelesaikan semua permasalahan anak.

Bagaimana anak bisa mandiri jika selalu orang tua yang turun tangan? Bahkan dia akan mempelajari bahwa walaupun itu masalah orang lain, dia bisa ikut campur mengurusi.

Kita seharusnya mengajari anak untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan masalahnya sendiri serta tidak ikut campur dengan urusan orang lain. Selanjutnya anak akan belajar mandiri. Ada empat pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri sendiri untuk dapat menentukan masalah siapakah ini.

1. Apakah tingkah laku anak mengganggu hak (kita) pribadi sebagai manusia?
2. Apakah tingkah laku anak mengganggu keselamatan dirinya atau orang lain?
3. Apakah tingkah laku anak mengganggu keselamatan harta benda kita?
4. Apakah anak tidak mampu menyelesaikan masalahnya karena usianya yang masih kecil?

Jika dari semua pertanyaan tersebut jawabannya adalah YA, maka itu berarti masalah tersebut adalah masalah orang tua solusinya adalah PESAN SAYA. Jika jawabannya adalah TIDAK, maka merupakan masalah anak dan solusinya adalah MENDENGAR AKTIF.

PESAN SAYA

Dalam berbicara dengan anak, seringkali kita menggunakan bahasa kamu, padahal dengan cara ini justru tidak menyampaikan akibat yang ditimbulkan oleh perilaku anak dan berpusat pada kesalahan anak serta cenderung tidak membedakan antara anak sebagai pribadi dan perilakunya. Hal ini akan membuat anak merasa direndahkan, disudutkan dan disalahkan dan akibatnya anak akan mudah merasa dendam/benci.

Jika menggunakan PESAN SAYA maka lebih menekankan perasaan orang tua sebagai akibat dari perilaku anak, jadi anak akan mengerti bahwa perilakunya mempunyai akibat kepada orang lain. Dengan PESAN SAYA, anak akan merasa nyaman tetapi sadar akan akibat perilakunya tersebut.

Contoh situasi:

Ibu masuk ke kamar anak dan melihat kamar sangat berantakan, buku berserakan, mainan bertebaran, pakaian bergantungan dimana-mana. Si anak sendiri sedang asyik membaca komik di tempat tidur tanpa terganggu dengan keadaan kamar

Pesan Kamu : “Ya ampun, Kakak….kok malah asyik baca sih… Coba lihat kamarmu berantakan gini, sudah dibilang berkali-kali…kamar itu mesti rapi. Kamu kok ga dengerin Ibu sih…”

Pesan Saya : “ Kakak…Ibu tuh merasa kesal kalau melihat kamarmu berantakan begini karena jadi kelihatan sumpek, kotor dan terutama lagi bisa jadi sarang nyamuk”

Coba perhatikan beda antara Pesan Kamu dan Pesan Saya.

Pertama kali tentukan dulu masalah siapa ini dengan menjawab 4 pertanyaan di atas, untuk kasus di atas, saya yakin semua setuju bahwa kondisi itu merupakan masalah orang tua. Jadi clue kalimat dalam pesan saya adalah: Ibu merasa ……....kalau kamu…….…..karena…….….

Atau kalimat lain yang sejenis, yang jelas poin kalimatnya adalah penekanan perasaan orang tua terhadap kondisi yang terjadi dan jangan lupa jelaskan alasannya kenapa. Karena saya yakin anak sekarang tidak mudah menerima pendapat orang tua jika tidak disertai alasan yang logis. Ingat juga bahwa dalam menyampaikan Pesan Saya tersebut kita melandasinya dengan perasaan kasih, tegas dan tidak merusak harga diri dan perasaan anak.

Waktu pelatihan tersebut Ibu Rani memberi contoh kejadian yang dialaminya dengan anak bungsunya. Waktu itu si Bungsu pulang terlambat dari sekolah tanpa pemberitahuan. Sejam pertama Bu Rani merasa masih bisa terima karena mungkin saja terlambat akibat macet Dua jam terlambat mulai merasa khawatir karena takut terjadi apa-apa. Tiga jam-empat jam berikutnya berubah jadi jengkel dan selanjutnya marah. Sambil menunggu di depan pintu dengan kemarahan yang memuncak, Bu Rani berusaha menghapus kemarahannya dengan membayangkan betapa sangat sayangnya beliau kepada si anak. Dia mengingat-ingat hal yang indah-indah dari si anak sehingga ketika sang anak muncul di depan pintu Ibu Rani langsung memeluk si anak dan mengucapkan:

“Aduh sayang…ibu khawatir dan takut sekali kalau kamu pulang terlambat tanpa pemberitahuan begini karena mungkin saja terjadi apa-apa sama kamu sedangkan ibu tidak bisa menghubungi siapa-siapa. Lain kali jangan lupa untuk memberitahu Ibu ya”.

Ibu Rani selalu memberi contoh kejadian nyata antara si bungsu dengan dirinya karena dulu beliau sengaja terjun ke bidang parenting ini karena ingin membesarkan si bungsu dengan cara yang benar. Hasilnya adalah si bungsu yang saat ini sudah SMP menjadi anak dengan rasa empati yang tinggi dan selalu berkomunikasi dengan kedua orang tuanya sehingga diharapkan dengan kondisi pergaulan yang seperti sekarang ini si anak dapat menjadi pribadi yang tangguh dan peka.

MENDENGAR AKTIF

Jika dalam penentuan masalah, jawaban dari empat pertanyaan di atas adalah tidak maka merupakan masalah anak sehingga ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan yaitu membantu (sejauh mana?) dan membiarkan si anak mengatasinya sendiri. Nah, dalam menanggapi anak inilah kita melakukan MENDENGAR AKTIF artinya berusaha mendengar tidak hanya dengan telinga tapi juga dengan mata dan hati. Dengan demikian yang kita lakukan adalah pemahaman empatik, memahami dari sudut pandang anak bukan dari yang kita lihat atau kita pikirkan.

Mendengar aktif akan sangat tepat digunakan jika:

* Anak sedang bermasalah dan menunjukkan emosi yang kuat (marah, sedih, menangis)
* Emosi anak tidak cukup kuat, namun bisa kita rasakan perasaannya sedang tidak nyaman
* Kita ingin menolak permintaan anak
* Ketika kita tidak menerima “ejekan atau cap” yang diberikan anak ( misalnya:”aku benci sama Mama..”)

Dengan mendengar aktif, kita membantu anak untuk mengenali, menerima, mengerti dan sadar akan perasaannya sendiri. Selain itu dapat membantu mereka mengatasi perasaann dan masalahnya, sehingga mereka dapat mengekspresikan perasaannya secara tepat dan dapat diterima. Pada akhirnya mereka pun akan belajar untuk peduli dan memahami orang lain.
Pada saat kita melakukan Mendengar Aktif, kita sebagai orang tua harus mampu menghargai perasaan dan apa yang diucapkan anak, terbuka terhadap makna dibelakang kata dan bahasa tubuhnya dan mau mengerti dan memahami apa yang dialami anak.

Hal yang paling utama adalah perhatian penuh kepada anak, artinya jangan sambil melakukan pekerjaan lain dan lakukan kontak mata. Carikan kata yang paling menggambarkan perasaan anak, dengan rumus: Kamu …………… (perasaan) karena …………(alasan).

Satu hal lagi, jangan menggunakan 12 gaya populer.

Contoh kasus misalnya dari dialog yang saya contohkan di tulisan pertama.

I. Mendengar Biasa

Menggunakan 12 gaya popular terutama mengkritik,menasehati, memberi peringatan/ mengancam

Anak : “Aku benci sama Ibu Guru”

Ibu : “Eh, kok ngomongnya gitu sih. kamu harus hormat pada gurumu”.

Anak : “Ibu Guru bikin aku malu. Masak aku dimarahin di depan teman-teman..”

Ibu : “Bu Guru marah pasti karena kamu berbuat salah, ya kan?”

Anak : “Aku kan cuma mau pinjam selembar kertas.”

Ibu : “Kamu tidak membawa kertas? Itulah hukumannya kalau kamu tidak mempersiapkan peralatan sekolah di malam hari. Berapa kali Ibu harus mengingatkanmu untuk selalu menyiapkan peralatan sekolahmu sebelum berangkat? Kalau saja kamu turuti kata-kata Ibu pasti hal itu ga akan terjadi.”

Anak : “Ah, Ibu cerewet..”

Ibu : “Jangan bicara seperti itu pada Ibumu..!”

Anak : “Iya,iya aku yang salah, aku teruus yang salah, ibu yang benar. Ah..Ibu ga pernah ngerti perasaanku.”





II. Mendengar Aktif

Menerima dan merefleksikan perasaan dan harapan anak

Anak : “Aku benci sama Ibu Guru”

Ibu : “Kamu kedengarannya sedang kesal ya?”

Anak : “Bu Guru marah-marah di depan temanku dan ga jelas alasan marahnya”.

Ibu : “Waaah, kamu pasti malu dan kesal ya”.

Anak : “Bu Guru marah karena aku lupa bawa kertas.”

Ibu : ”Oooo, begitu.. Terus gimana?”

Anak : “Ya..kadang-kadang aku memang lupa bawa perlengkapan sekolah.”

Ibu : “Dan sebenarnya kamu ga ingin lupa kan?”

Anak : “Ya, Bu. Makanya mulai besok, aku akan mempersiapkan dulu semua peralatan sekolah di malam hari. Jadi ga akan ketinggalan lagi”

Ibu : “Kelihatannya kamu sudah menemukan jawaban untuk masalahmu itu.”

Anak : “Ya, Bu. Terimakasih ya.”

Bagaimana menurut Anda setelah membaca contoh di atas?

Dengan menggunakan 12 gaya popular, perasaan anak tidak diakui dan membuat anak untuk berhenti menceritakan apa yang dialaminya, karena tanggapan orang tua selalu menidakkan perasaan yang dialaminya. Anak akan merasa daripada disalahkan terus oleh orang tua lebih baik baginya untuk tidak bercerita. Dan mandeglah komunikasi orang tua dan anak.

Dengan mendengar aktif maka, perasaan anak diakui dan orang tua dapat mengarahkan dengan benar apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa ikut serta memutuskan, orang tua juga dapat mengarahkan anak untuk memutuskan sendiri langkah apa yang harus diambil untuk mengatasi masalahnya.

Sebagai latihan Anda dapat memecahkan masalah yang ada dalam contoh 12 gaya popular untuk diselesaikan apakah melalui PESAN SAYA atau MENDENGAR AKTIF.

Selanjutnya praktek yang paling nyata adalah bagaimana Anda melakukan komunikasi aktif dengan orang-orang yang Anda sayangi dengan menggunakan teori di atas. Saya sendiri pun masih dalam tahap belajar, seringkali apa yang saya lakukan masih kembali lagi menggunakan 12 gaya popular (bagaimanapun reflek yang sudah seumur hidup nempel ya gaya itu). Namun dengan membaca kembali modul seperti yang saya lakukan sekarang, membuat saya teringat lagi untuk melakukan yang lebih baik. Bukankah kita ingin membangun generasi mendatang yang jauh lebih baik? Tidak usah terlalu jauh, cukuplah dimulai dari lingkungan terdekat.

Jika Anda tanya apa yang saya dapat dengan metode di atas diterapkan di sekolah dan di rumah ? Anak-anak saya menjadi mudah untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan dan terutama sekali adalah si sulung yang sangat pandai berempati (bahkan guru-gurunya mengatakan bahwa si sulung sangat mudah diajak berkomunikasi dan sangat mengerti terhadap orang lain, baik itu guru maupun teman sebaya). Anak kedua pun menjadi mudah berbicara padahal sebelumnya dia seringkali tantrum sampai saya kewalahan mengatasinya.
Semoga bisa bermanfaat…

Wednesday, October 6, 2010

KISAH BESI DAN AIR

Ada dua benda yang bersahabat karib yaitu besi dan air. Besi seringkali berbangga akan dirinya sendiri. Ia sering menyombong kepada sahabatnya :
"Lihat ini aku, kuat dan keras. Aku tidak seperti kamu yang lemah dan lunak" Air hanya diam saja mendengar tingkah sahabatnya.

Suatu hari besi menantang air berlomba untuk menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana . Aturannya : "Barang siapa dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka maka ia dinyatakan menang" Besi dan air pun mulai berlomba : Rintangan pertama mereka ialah mereka harus melalui penjaga gua itu yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai menunjukkan kekuatannya, Ia menabrakkan dirinya ke batu-batuan itu.Tetapi karena kekerasannya batu-batuan itu mulai runtuh menyerangnya dan besipun banyak terluka di sana sini karena melawan batu-batuan itu.

Air melakukan tugasnya ia menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan itu, ia lembut mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu dan tidak menyadarinya, ia hanya melubangi seperlunya saja untuk lewat tetapi tidak merusak lainnya.

Score air dan besi 1 : 0 untuk rintangan ini. Rintangan kedua mereka ialah mereka harus melalui berbagai celah sempit untuk tiba di dasar gua. Besi merasakan kekuatannya, ia mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat dan ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu. Tetapi celah-celah itu ternyata cukup sulit untuk ditembus, semakin keras ia berputar memang celah itu semakin hancur tetapi iapun juga semakin terluka.

Air dengan santainya merubah dirinya mengikuti bentuk celah-celah itu. Ia mengalir santai dan karena bentuknya yang bisa berubah ia bisa dengan leluasa tanpa terluka mengalir melalui celah-celah itu dan tiba dengan cepat didasar gua. Score air dan besi 2 : 0

Rintangan ketiga ialah mereka harus dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua besi kesulitan mengatasi rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya ia berkata kepada air : "Score kita 2 : 0, aku akan mengakui kehebatanmu jika engkau dapat melalui rintangan terakhir ini !"

Airpun segera menggenang sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini,tetapi kemudian ia membiarkan sang matahari membantunya untuk menguap.
Ia terbang dengan ringan menjadi awan, kemudian ia meminta bantuan angin untuk meniupnya kesebarang dan mengembunkannya. Maka air turun sebagai hujan. Air menang telak atas besi dengan score 3 : 0.

Jadikanlah hidupmu seperti air. Ia dapat memperoleh sesuatu dengan kelembutannya tanpa merusak dan mengacaukan karena dengan sedikit demi sedikit ia bergerak tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras. Ingat hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih bukan dengan paksaan dan kekerasan.
Kekerasan hanya menimbulkan dendam dan paksaan hanya menimbulkan keinginan untuk membela diri.

Air selalu merubah bentuknya sesuai dengan lingkungannya, ia flexibel dan tidak kaku karena itu ia dapat diterima oleh lingkungannya dan tidak ada yang bertentangan dengan dia. Air tidak putus asa, Ia tetap mengalir meskipun melalui celah terkecil sekalipun. Ia tidak putus asa. Dan sekalipun air mengalami suatu kemustahilan untuk mengatasi masalahnya, padanya masih dikaruniakan kemampuan untuk merubah diri menjadi uap.

Tuesday, September 14, 2010

Tetangga: Satu Pintu Surga Bagi Kita

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa’: 36)

Lewat firman-Nya ini, Allah swt. menegaskan kepada kita untuk ihsan (berbuat baik). Salah satu yang harus kita ihsani adalah tetangga. Bahkan Allah swt. memerinci. Mereka adalah al-jaar dzil qurba, al-jaar al-junub, dan ash-shahib bil janb.

Al-jaar dzil qurba adalah sebutan bagi orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan atau kekeluargaan dengan kita, tetangga kita yang muslim, atau yang tempat tinggalnya yang paling dekat dengan kita.

Sedangkan al-jaar al-junub ialah sebutan bagi orang-orang yang tidak memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dnegan kita, tetangga non-muslim, atau tetangga jauh.

Dan ash-shahib bil janb yaitu sebutan bagi suami atau istri Anda, kawan bisnis, atau teman dalam perjalanan.

Ibnu Hajar, dalam Fathul Bari, mendefinisikan, “Kata al-jaar (tetangga) meliputi tetangga muslim, non-muslim, kafir, fasik, kawan, lawan, orang asing, berasal dari negara yang sama, seseorang yang dapat mendatangkan manfaat atau keburukan, kerabat, dan mereka yang rumahnya jauh ataupun dekat.”

Tetangga kita terbagi dalam tiga tingkatan yang masing-masing memiliki hak atas diri kita. Tentang hal ini kita dapat informasi dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tetangga ada tiga macam: tetangga yang memiliki satu hak –dan ia adalah tetangga yang paling dekat–, tetangga yang memiliki dua hak, dan tetangga yang memiliki tiga hak –dan ini adalah tetangga yang paling utama–. Adapun tetangga yang memiliki satu hak adalah tetangga musyrik tidak ada rahmat baginya; ia hanya memiliki hak sebagai tetangga. Adapun tetangga yang memiliki tiga hak adalah tetangga muslim yang memiliki rahmat; ia memiliki hak sebagai tetangga, hak Islam, dan hak silaturrahim.” (Al-Bazzar, Abu Na’im dalam kitab Al-Hilyah)

Saking seringnya Jibril berwasiat tentang tetangga dan menjelaskan hak-hak mereka, Rasulullah saw. sampai-sampai mengira Jibril akan berkata, “Sebagian dari hak-hak mereka adalah mewariskan hartanya setelah kematiannya, seperti kepada kerabatnya.” (Bukhari, hadits nomor 5555)

Karena itu, berhati-hatilah! Jangan sakiti tetangga Anda. Sebab, tetangga bisa menjadi salah satu jalan pembuka pintu surga. Tapi, jika kita buruk dalam bertetangga, bisa menggelicirkan kaki kita ke jurang neraka.

Begitulah kabar yang sampai kepada kita dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak masuk surga seseorang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Muslim, hadits nomor 66)

Abu Hurairah r.a. berkata, seseorang lelaki berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, sesungguhnya si fulanah sering disebut karena shalat, puasa dan sedekahnya yang sangat banyak, hanya saja ia menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasulullah saw. berkata, “Wanita itu di neraka.” Lelaki itu berkata lagi, “Sesungguhnya si fulanah sering disebut karena shalat, puasa, dan sedekahnya yang sangat sedikit, ia bersedekah dengan sepotong keju serta tidak menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasulullah saw. bersabda, “Wanita itu di surga.” (Ahmad, hadits nomor 9298, dan Al-Hakim)

Masih dari Abu Hurairah r.a., “Seseorang datang kepada Nabi Muhammad saw. mengeluhkan tetangganya. Beliau berkata, ‘Pulang dan bersabarlah!’ Untuk kedua dan ketiga kalinya orang itu datang lagi. Beliau kemudian berkata, ‘Pulang dan letakkan barang-barangmu di tengah jalan.’ Ia kemudian kembali pulang dan meletakkan barang-barangnya di jalan, sehingga orang-orang yang menyaksikannya bertanya kepadanya, ia pun membeberkan masalahnya. Mengetahui hal tersebut, orang-orang justru melaknat tetangganya yang jahat itu dengan mengatakan, ‘Semoga Allah memperlakukannya demikina dan demikian.’ Tetangganya kemudian datang kepadanya dan berkata, ‘Pulanglah ke rumahmu, engkau tidak akan melihat sesuatu yang engkau benci dariku.’” (Abu Dawud, hadits nomor 4468).

Hak tetangga tidak hanya menghentikan kejahatannya saja, tetapi juga harus disertai dengan kelembutan dan menanpakkan kebaikan. Oleh karena itu, seseorang pernah datang kepada Ibnu Mas’ud dan berkata, “Saya memiliki seorang tetangga yang menyakitiku, menghina dna menyempitkanku.” Ibnu Mas’ud menasihatinya, “Pergilah karena ia sesungguhnya bermaksiat kepada Allah melalui engkau, maka taatlah kepada Allah dalam hal itu.”

Apa hak tetangga dari diri kita? Pertanyaan ini pernah ditanyakan para sahabat kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw. Menjawab, “Apabila ia meminta pinjaman kepadamu, engkau meminjamkan. Bila ia meminta meminta pertolongan kepadamu, engkau menolongnya. Bila ia membutuhkan sesuatu, engkau memberikannya. Apabila ia ditimpa kemiskinan, engkau membantunya. Bila mendapatkan kebaikan, engkau ucapkan selamat kepadanya. Bila menerima cobaan, engkau menghiburnya. Dan bila ia meninggal, engkau mengiringi jenazahnya.

Jangan tinggikan tembok rumahmu sehingga angin terhalang untuknya selain dengan seizinnya. Jangan sakiti ia dengan aroma masakanmu kecuali engkau berikan sebagian darinya. Bila engkau membeli buah, maka hadiahkanlah pula untuknya. Bila engkau tak mampu melakukannya, maka curahkanlah kegembiraan dalam dadanya. Jangan keluarkan anakmu untuk menciptakan kemarahan dalam diri anak-anaknya.” (At-Tabrani mengatakan ini ucapan Mu’adz bin Jabal, tapi para ulama berkata ini hadits marfu’ yang sanadnya lemah tapi maknanya shahih).

Karena itu, kualitas hubungan kita dengan tetangga adalah cermin diri kita. Jika hubungan dengan tetangga buruk, kita buruk. Jika baik, kita baik. Hal ini pernah ditanyakan Abdullah bin Mas’ud kepada Rasululllah saw. “Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa saya telah berbuat baik dan berbuat buruk?” Rasulullah saw. menjawab, “Apabila engkau mendengar tetanggamu mengatakan bahwa engkau berbuat baik, maka engkau telah berbuat baik. Dan apabila engkau mendengar mereka berkata bahwa engkau berbuat jahat, maka engkau telah berbuat jahat.” (Ibnu Majah, hadits nomor 4213).

Jadi, jangan sampai tetangga kita memberi kesaksian yang buruk kepada kita. Perhatikanlah sampah rumah kita, jangan sampai dibuang ke pekarangan mereka. Jangan keraskan suara radio kita hingga mengganggu tidur tetangga. Jangan biarkan anak-anak Anda memamerkan mainan barunya yang membuat anak tetangga Anda iri sementara orang tua mereka tidak mampu membelikan. Tentu ini sangat menyakitkan hati mereka. Masih banyak lagi perbuatan yang harus kita jaga agar tidak menyakiti tetangga. Ketahuilah, mereka akan bersaksi tentang semua perangai kita di harapan Allah kelak! Semoga mereka memberi kesaksian bahwa kita orang baik dan Allah swt. mengganjar kita dengan surga. Amin.

Wednesday, August 11, 2010

Game Online, Play Station, dan Anak-anak Kita




Hari itu masih pagi, sekitar jam delapan. Saya diundang adik-adik untuk memberikan training blog di sebuah warnet yang memiliki ruang tersendiri untuk training. Sambil menunggu peserta saya mengamati pengunjung warnet itu. Kebanyakan adalah wajah-wajah yang masih polos; anak-anak SD. Hampir semuanya main game online.

Ketika saya tanya kepada pemilik warnet, apakah mereka sering main game online? "Ya, mereka sering ke sini. Berjam-jam main game online. Bahkan ada yang sampai sore." Masya Allah, sampai separah itukah?

Fenomena lain yang sampai saat ini masih menjamur adalah rental-rental Play Station yang selalu ramai. Kalau kita jalan-jalan keliling kota, atau saat dalam perjalanan pulang dari tempat kerja, kita akan akan melihat betapa rental-rental Play Station itu tidak pernah sepi oleh anak-anak dan remaja yang gandrung PS-an. Mereka begitu asyik dan menikmati PS sampai lupa akan waktu.

Game online dan Play Station menjadi tantangan sendiri bagi kita para orangtua. Apalagi bagi kita yang sibuk dan "kurang perhatian" pada anak-anak kita. Kita hanya tahu bahwa kita telah menyekolahkan mereka, menyediakan makanan yang cukup bagi mereka, dan memberikan uang saku setiap hari kepada mereka. Kita tidak tahu jika ternyata uang saku itu digunakan untuk bermain game online atau play station. Pulang sekolah mereka mampir ke warnet atau rental PS. Yang lebih parah, ada yang sampai bolos sekolah demi game-game itu.

Game Online dan Play Station Berbahaya bagi Anak-anak Kita
Ayah... Bunda... sadarilah betapa bahayanya game online dan play station bagi anak-anak kita. Tanpa menyadari bahayanya, mungkin ayah dan bunda masih menganggap ini biasa dan acuh tak acuh pada anak-anak kita.

Diantara bahaya itu adalah mengesampingkan ibadah. Shalat, misalnya. Pada anak yang diceriatakan pemilik warnet di atas, shalat Zhuhur dilewati begitu saja karena sore ia baru pulang dari warnet. Anehnya, kadang orang tua justru senang melihat anaknya "tidak merepotkan" dan "tidak membuat gaduh" di rumah seperti itu. Tahu-tahu ia pulang langsung masuk kamar dan tertidur.

Bahaya yang lain adalah melalaikan anak dari belajar. Padahal, belajar merupakan bekalnya menuju masa depan yang lebih baik. Seringkali tugas sekolahnya menjadi berantakan karena sudah kalah dengan game online dan play station. Jika, anak sudah berani bolos sekolah demi dua hal itu, bahaya yang lebih besar mengancam masa depannya.

Dampak psikologi juga tidak kalah berbahayanya bagi mereka. Umumnya game online yang diakses atau play station yang digemari anak-anak mengandung unsur kekerasan. Akumulasi dari interaksi dengan game berunsur kekerasan itu akan mempengaruhi kepribadian mereka dan membentuk mereka menjadi suka marah dan temperamental.

Bahaya berikutnya adalah masalah kesehatan. Depkominfo melalui Direktur Pemberdayaan Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika pernah menyampaikan bahwa tidak sedikit pecandu games online yang sakit-sakitan bahkan hingga membawa korbannya kepada kematian akibat tidak mengenal waktu dalam mengakses permainan itu.

Apa yang Perlu Dilakukan Orang Tua?
Anak-anak kita adalah amanah Ilahi. Mereka juga buah hati sekaligus generasi penerus kita. Mereka pula lah penentu masa depan masyarakat dan negeri kita. Saat kita membiarkan mereka kecanduan game online dan play station, sama artinya kita membiarkan masa depan negeri ini menuju kehancurannya, dan harapan umat ini sirna.

Hal-hal yang perlu kita lakukan diantaranya adalah memberikan perhatian kepada mereka. Sesibuk apapun aktifitas dan pekerjaan kita, kita perlu meluangkan waktu untuk berbicara kepada mereka, menemani mereka dan bercanda dengan mereka. Perhatian itu juga kita ungkapkan saat ada momen-momen istimewa. Saat ia menerima rapot, saat ia mendapat nilai bagus waktu ualangan, dan sebagainya. Memberikan hadiah di saat-saat seperti itu adalah pilihan yang tepat.

Kita juga perlu memahami anak kita. Jika ia terlihat murung, mungkin ada masalah dengan temannya. Atau kesulitan di sekolah. Kita perlu menempatkan diri sebagai sahabat yang baik, tempat mereka curhat dan kemudian kita membimbing mereka serta membantu memberikan solusi.

Dekatnya hubungan kita dengan anak-anak akan membuat komunikasi kita berjalan lancar dan nasihat-nasihat kita didengar mereka. Kita bisa memahamkan mereka betapa bahayanya game online dan play station, terutama bagi yang kecanduan.

Orang tua juga perlu berkomunikasi secara periodik dengan guru untuk mengetahui perkembangan anaknya di sekolah. Dalam hal ini tidak cukup hanya mengandalkan buku penghubung. Guru yang paling tahu kondisi anak kita di sekolah pasti akan dengan senang hati menyampaikan perkembangan anak kita jika kita silaturahim langsung kepada beliau. Dan sebenarnya ini juga bisa kita lakukan saat kita menjemput anak kita, jika waktu kita sangat terbatas. Wallaahu a'lam.

Friday, August 6, 2010

Kebersamaan dengan Keluarga



Ada salah satu keluhan dan konsultasi orang tua menanyakan "Pak, apakah anak saya berbuat Asusila pada tahun Ini? Karena saya merasakan ada keanehan dalam anak saya. Apa yang harus saya lakukan?" ungkap salah satu orang tua. Barangkali para pembaca pernah mendengar kata Pubertas?. Inilah salah satu kasus yang pernah dialami orang tua tersebut. Ketika kami menanyakan apa saja aktivitas sehari-hari , maka orang tua kadang ia berkuasa kepada adik-adiknya bahkan mengancam adiknya jika diganggu maka akan marah besar. Ini adalah salah satu usia masa pubertas sedang mengalami proses gejala amarah, egois, banyak alasan/komentar, menjodohkan teman, bahkan keinginan tahu apa itu pergaulan. Banyak sekali menandakan usia 10 tahun keatas adaya perubahan yang signifikan yang akhirnya anak mempunyai kesulitan dalam belajar bahkan ingin selalu memperbanyak pergaulan dan keingintahuan dalam hal pergaulan.

Tujuan anak yang mulai semakin lama mau sulit dipahami oleh orang tua bahkan tidak tahu apa yang harus diberikan solusi bagi anak tersebut. Jalan solusinya adalah pendekatan yang memang harus intensif dan selalu mendampinginya oleh orang tua. Orang tua harus sedikit demi sedikit memberikan pemahaman apa itu pergaulan, hubungan laki wanita, kemandirian bahkan sampai ia mulai akan mengalami aqil baligh.(dewasa). Semakin ia mulai mengerti maka ia tahu apa sebab dan akibatnya oleh anak yang didapatkannya. Perbanyak cerita atau tukar pengalaman dengan anak (sharing)dalam dirumah maupun dalam beraktivitas kreasi. Itu menandakan anak ingin sekali kebersamaan bagi teman, keluarga bahkan dengan guru sekalipun.

Sedikit demi sedikit bocoran atau rahasia anak maka akan lebih tahu apa yang harus diketahui oleh orang tua maupun guru melalui forum diskusi/cerita keinginan anak dengan cara lemah lembut. Penjelasan yang akurat dan konstruktif menandakan akan sangat baik sekali harapan bagi si Anak untuk mendapatkan informasi terbaru. Karena memang mereka ingin mendapatkan informasi sedalam-dalamnya dengan cara vulgar atau sembunyi-sembunyi asalakan pokok diskusi tersebut salaing menghormati dan menjaga kerahasiaan anak.
Kebersamaan bagi orang tua sangat penting dibandingkan temannya karena semakin ia sharing kepada teman atau sahabat sepermainannya khawatir mendapatkan informasi yang salah dan juga berakibat vatal. Namun harus proses yang diskusi yang panjang maupun harus memahami karakter sesama anak, guru maupun orang tua. Intinya adalah kebersama dengan keluarga itu jauh lebih penting karena harapan orang tua bagi si Anak sangat besar, ia juga harta yang sangat tinggi dibandingkan harta dunia sekalipun. wallahu alam bishowab
Dian Parikesit, S.Pd

Thursday, July 22, 2010

Budayakan Buah Hati Mahir Membaca



SETIAP orang tua tentu menginginkan buah hatinya mahir membaca. Latih kemampuan membaca si kecil sejak dini agar prestasinya semakin cemerlang di sekolah.

Berikut ini adalah lima tips jitu mengajarkan anak membaca seperti dianjurkan National Center for Family Literacy dan para ahli:

Interaktif
Idealnya, Anda sudah mulai membacakan buku untuk anak sejak dia berada di dalam kandungan. Ketika anak mencapai usia prasekolah, ajak dia menjadi rekan membaca Anda. Biarkan anak memilih buku yang ia mau, lalu bacakan buku itu untuknya dengan suara keras. Tanyakan mengapa anak memilih buku itu, dan apa yang diingatnya tentang kisah di dalam buku.

Ketika membaca, biarkan anak duduk di samping Anda sehingga ia bisa membalikkan halaman selagi Anda membaca untuknya. Jangan lupa untuk menunjuk dengan jari setiap patah kata yang Anda baca dari buku agar anak bisa mengikutinya. Jadikan aktivitas tersebut semakin interaktif dengan bertanya kepada anak bagaimana menurutnya kisah itu berjalan.

...Ketika anak mencapai usia prasekolah, ajak dia menjadi rekan membaca Anda. Biarkan anak memilih buku yang ia mau...

Alfabet
Cari buku alfabet dengan subjek yang menarik minat anak. Misalnya buku tentang binatang, makanan, atau mesin. Selain itu, dorong anak untuk membuat sendiri buku alfabetnya menggunakan guntingan gambar dari majalah atau koran yang ditempelkan ke scrapbook. Setiap gambar mewakili sebuah huruf. Perkenalkan pula kepadanya bagaimana bunyi setiap huruf tersebut.

Mengenali objek
Gunakan kartu indeks untuk melabeli berbagai benda di rumah, mulai dari pintu, tempat tidur, dinding, lampu, televisi, lemari dan lain sebagainya. Dengan demikian, rumah Anda akan menjadi buku bergambar raksasa yang menyenangkan baginya. Anak akan mempelajari berbagai kosakata baru dengan melihat dan membaca objek-objek tersebut.

Libatkan pula anak saat membuat label untuk ditempelkan ke berbagai objek.Setelah itu, tingkatkan kemampuan anak dengan memintanya membaca nama-nama jalan, gedung, papan reklame atau apa pun yang Anda temukan saat berjalan-jalan keluar rumah.

Role model
Berikan contoh yang baik kepada anak. Biarkan dia melihat Anda membaca berbagai novel, majalah, surat kabar, atau resep masakan. Selagi membaca, biarkan anak bergelung di samping Anda sambil memegang buku bergambar miliknya sendiri. Melihat orang tuanya senang membaca, anak akan semakin terpacu mengasah kemampuannya bersama Anda.
...Berikan contoh yang baik kepada anak. Melihat orang tuanya senang membaca, anak akan semakin terpacu mengasah kemampuannya bersama Anda....

Bahan bacaan
Ketika anak mulai belajar membaca atau sudah fasih membaca, biarkan dia memilih sendiri bahan bacaannya. Kotak sereal, katalog, atau selebaran bisa menjadi bahan bacaan yang baik untuk melatih kemampuannya selain buku atau majalah. Selain itu, ajak anak ke perpustakaan atau toko buku untuk menumbuhkan kecintaannya dalam membaca. Semakin anak senang membaca semakin banyak wawasannya dan selalu ingin cari tahu ilmu yang akan didapatkan

Monday, July 12, 2010

Sharing : 24 Tahun Hidup dengan Jantung Bocor




Pdpersi, Jakarta - Dari beberapa kelainan jantung, Bocor Jantung termasuk gangguan serius. Selama hidup, penderita sepeti aku harus terus menerus tergantung obat. Belum lagi kondisi lemah, mudah capek dan pingsan yang sudah menjadi santapan sehari-hari.

Empat puluh hari setelah lahir, dokter mendiagnosa ada yang tidak beres dengan jantungku. Ini tentu saja mengejutkan orangtuaku. Bayi mungil, imut-imut dan mereka nantikan kedatangannya di dunia iti ternyata memiliki jantung tak normal, jantungku dinyatakan bocor. Dalam benak orangtuaku, tergambar hidup yang akan aku jalani kelak. Bagaimana hidupku saat tumbuh menjadi anak-anak, remaja dan dewasa?

Memang terbukti, kelainan itu membuat irama hidupku berantakan. Aku gampang sekali capek. Tak satu pun permainan anak-anak bisa aku ikuti hingga selesai. Ketika asyik bermain, kerap kali tubuhku limbung. Ujung-ujungnya aku pun jatuh tanpa tenaga. Teman sebaya mengejek, menghina, dan menolak bermain denganku. Mereka bilang, aku tidak sehat, jadi mereka malas bermain denganku. Biasanya aku pulang, menangis dan langsung ambruk dipangkuan ibu.

Salah satu hal yang aku ingat dan aku syukuri, orangtuaku tahu persis cara membangkitkan semangat hidupku. Bahkan saat krits dan ingin menyudahi hidup ini, mereka mendatangiku dengan uluran kasih saying. Saat itu aku belum mengerit apa yang terjadi dengan tubuhku. Aku tidak tahu, kenapa aku gampang sekali lelah, limbung, dan goyah. Bukan sekadar tak bisa bermain, prestasi belajarku pun menjadi korban. Aku pernah tinggal kelas saat duduk di bangku sekolah. Tentu saja bukan karena aku tak mampu, namun apa daya kesehatanku tidak mendukung. Untuk berpikir sedikit saja, seluruh persendianku gemetar. Tubuhku oleng, kepala pusing, pandangan berputar dan puncaknya, aku pingsan.

Derita itu semakin menjadi saat aku duduk di bangku SMKK. Setiap hari, aku harus naik tangga sebelum mencapai kelas yang ada di lantai dua. Menapaki dua anak tangga saja butuh tenaga ekstra, apalagi sampai ke puncak tangga. Entahlah, aku selalu down lebih dulu sebelum menapakkan langkah. Pekerjaan sepele itu menjadi luar biasa. Dari anak tangga pertama ke anak tangga kedua nafasku sudah ngos-ngosan. Darahku serasa terisap, entah oleh siapa. Wajahku pucat. Mata berkunang, kaki gemetar, dada berdegup, jantung berdebar, hingga akhirnya…bruk..aku ambruk, pingsan dan dunia gelap. Teman-teman mengelilingiku dengan mata prihatin. Bukan sepuluh atau dua puluh menit, tapi satu setengah jam aku pingsan.

Ingin Mati
Kalau dihitung-hitung sudah puluhan kali aku pingsan. Yang pasti, acara pingsan di sekolah selalu berakhir di rumah sakit. Di rumah sakit, aku berteman dengan tabung oksigen dan selang-selang infuse. Aku juga tergantung pada obat. Kalau obat habis, ancaman anfal pasti dating. Sejak kecil hingga remaja, pertumbuhan fisikku seolah stagnan. Aku sulit gemuk. Lengkap sudah keringkihanku, tubuhj kecil, sulit gemuk dan mudah anfal.

Usia remaja aku lewati dengan sejuta kecemasan. Rasa takut dan putus asa turut melengkapi. Hingga suatu ketika aku melihat hidup dengan mata gelap. Aku benar-benar putus asa. Bahkan aku sempat berpikir, untuk apa aku hidup kalau terus begini. Namun sebelum aku berbuat lebih jauh untuk mengakhiri hidup, lagi-lagi ibuku memberi support. Ibu bilang : “nggak usah nangis, nggak usah kecewa. Jalani saja hidup kamu, sampai dimana penderitaan kamu berakhir.” Selain Ibu, dokter Deddy, yang merawatku ketika aku anfal, juga mengingatkanku. Katanya aku tidak boleh kecewa. Suatu saat pasti ada jalan untuk operasi. Kalau dipikir, mereka berdualah yang selalu membuatku kuat. Akupun lantas ingat Tuhan, dan sejak itu aku tak pernah melewatkan hari-hariku tanpa doa.

Setelah lulus SMKK tahun 1994, aku takut mencari kerja. Aku pikir, bagaimana bisa bekerja, kalau beraktivitas atau berpikir sedikit saja sudah pingsan. Dan lagi siapa yang mau menerima karyawan yang punya kelainan jantung dan gampang anfal. Setahun lebih aku menjalani masa penuh ketakutan, sampai akhirnya aku memutuskan untuk tidak kerja dan memilih kuliah. Dengan keberanian yang kupaksa dan kulipatgandakan, akhirnya aku bersandar di bangku sebuah PGTK, pendidikan untuk menjadi guru Taman Kanak-Kanak (TK).

Tiga Jam yang Mengubah Hidupku
Beberapa saat aku bisa nikmati hari-hari di PGTK. Tapi sayang, masa menyedihkan ketika kecil dan remaja terulang kembali. Aku masih gampang anfal. Bahkan saat aku berusia 22 tahun, aku tergeletak di rumah sakit untuk kesekian kalinya dan menghabiskan tuhuh botol infuse dan dua tabung oksigen. Tubuhku semakin kurus. Ibaratnya, disenggol sedikit saja pasti jatuh. Kejadian serupa terulang lagi beberapa saat menjelang wisuda. Ketika para calon wisudawan berkumpul untuk mengikuti upacara penerimaan ijazah kelulusan, aku malah terkulai. Saat namaku dipanggil, tubuhku semakin terkulai karena berdiri terlalu lama ketika mengikuti upacara. Aku kembali anfal, kembali digotong ke rumah sakit. Kali ini dokter sudah tak punya pilihan lain, aku harus dioperasi. Bocor jantung sudah meluluhlantarkan kekuatan tubuhku. Aku segera dirujuk ke RS Pondok Indah Jakarta. Disini, aku ketemu dokter Maezul (dr. Maezul Anwar. SpBTKV, ahli bedah jantung RS Pondok Indah). Ahli bedah jantung yang bertangan dingin itulah yang menangani operasiku.

Tapi entahlah, saat ini aku kembali terlilit rasa takut yang teramat sangat. Sudah masuk ruang operasi, tapi tiba-tiba aku minta pulang. Aku bukan takut dibedah, tapi akut takut kalau operasi ini gagal. Kalau sampai gagal, entah dengan cara apa lagi aku hadapi hidup ini. Ketika aku sampaikan ketakutan itu, dokter Maezul cuma tersenyum. Ia memberiku keberanian. Katanya, “Untuk apa gagal, kalau gagal saya yang menyesal. Nanti kalau sudah sembuh, mbak tidak usah nangis lagi. Enak kok, jadi anak sehat,” saat itu juga aku langsung bilang : ya saya mau dok!

Maka segeralah sejarah baru dalam hidupku bergulir di meja operasi di bulan Oktober 1999, saat usiaku 24 tahun. Operasi berlangsung hanya tiga jam, dan sesudahnya aku harus menginap di ruang ICU selama seminggu dan di ruang perawatan tiga hari. Dari rangkaian waktu itulah sejarah hidupku berbalik. Beberapa minggu setelah operasi hari-hariku mendadak cerah. Apalagi dalam waktu yang hampir bersamaan, aku diterima di sebuah TK cukup ternama di Jakarta. Kesiapan fisikku saat menjalani tugas sebagai guru K bertolakbelakang dengan kondisi sebelum operasi. Sekarang aku merasa lebih segar, bertenaga, dan penuh vitalitas.

Untuk operasi ini, aku mendapat bantuan besar dari Yayasan Jantung Indonesia, atas rekomendasi Dr. Dedy. Yayasan inilah yang menanggung sebagian besar biaya operasi. Dari Rp. 150 juta biaya keseluruhan, orangtuaku hanya mengeluarkan Rp. 2 juta. Selebihnya ditanggung Yayasan.

Karir Meroket
Perlahan tapi pasti, pasca operasi karierku meroket. Jika dulu aku takut naik tangga, kini tidak lagi. Jangankan tangga, karier pun sanggup aku naiki. Kepala sekolah tempatku mengajar memberiku kesempatan seluas-luasnya. Aku ingin tunjukkan pada lingkungan sekitar bahwa Diana yang sekarang bukan Diana yang dulu. Diana sekarang adalah orang yang kuat, tangguh dan tak mudah jatuh. Tak adal lagi cerita tentang gadis kurus yang saat remaja hampir mundur dari kehidupan. Tak ada lagi kisah mahasiwi yang pingsan saat upacara wisuda. Yang ada adalah guru TK yang ingin mengubur masa lalunya karena itu sangat menyakitkan.

Kini, tak ada lagi masa-masa sulit itu. Jantungku sekarang lebih liat, kokoh dan normal. Irama perputaran darahnya kian lama kian stabil. Stok tenagaku pun memudahkan aku untuk bertindak apa saja. Seberat apa pun pekerjaan yang aku jalani tak pernah berakhir dengan wajah pucat, keringat dingin, dan mata berkunang. Aktivitas super keras pun tak sanggup mengencangkan degub jantungku. Memang benar, sejak lepas operasi jantungku tak pernah berdegup kencang.

Kondisi fisik ini membantuku melewati masa kebahagiaan selanjutnya. Yakni, ketika masuk gerbang pernikahan. Sejak menikah dan menjalani masa berumahtangga aku tak pernah anfal. Kondisiku tetap terjaga sampai aku melahirkan bayi mungilku. Aku heran tak henti-hentinya memanjatkan syukur pada Tuhan, karena mampu melahirkan secara normal. Padahal, ketika jantungku bermasalah, aku tidak berani membayangkan persalinan. Sebab, kata dokter, dengan jantung tidak normal, sulit bagiku untuk melahirkan normal. Ketika kontraksi rahimku menguat. Nafasku stabil. Detak jantungku normal. Satu hal, aku jalani detik-detik persalinan tanpa bantuan tabung oksigen. Semuanya aku lakukan dengan kekuatanku sendiri. Terima kasih Tuhan, ini benar-benar luar biasa.

Sumber : Indonesia Hospital

Friday, June 18, 2010

Hadapi masalah dan cari solusinya dari Anak kita



Beberapa hari yang lalu kembali saya terima sms dari salah seorang siswa terbaik kami, intinya Fulan (bukan nama sebenarnya) minta saran pindah kelas. Mengapa? Seberat apakah permasalahannya hingga punya keinginan pindah kelas. Sudah agak lama saya amati ketidak harmonisan hubungan Fulan dengan teman-temannya di kelas. Salah satu pemicunya, karena Fulan menjadi mendapat kepercayaan guru-guru sedangkan yang lain tidak (menurut kaca mata teman-temannya). Fulan selalu mendapat nilai baik bahkan terbaik di kelasnya.

Dia memang anak yang baik, jenius dan cepat tanggap terhadap tugas yang diberikan guru padanya. Pekerjaannya selalu rapi, baik pelajaran adaptif, normatif dan produktif. Tapi sayang sekali dia sedikit memiliki sifat egois. Emotional Questionnya kurang baik. Seringkali menganggap remeh teman. Hasilnya dia dijauhi oleh teman-temannya dan kebetulan dia berada di kelas yang agak bermasalah.

Pada saat di kelas X belum banyak timbul masalah. Kini setelah berada di kelas XI semakin memperlebar jarak dengan teman-temannya. Sebenarnya ada beberapa masalah pribadi yang dia pendam tanpa mau terbuka dengan teman-temannya, dengan tujuan sebenarnya hanya tidak mau merepotkan serta menimbulkan prasangka buruk. Ternyata semua itu juga menimbulkan persepsi jelek dari teman-temannya. Semakin hari semakin buruk. Dan kelihatannya hari ini mencapai puncak kesabarannya.

Beruntung Fulan masih mau berkonsultasi. Akan lebih berbahaya jika dipendam tanpa mendapat pencerahan dan bantuan menyelesaikan permasalahannya.

Kadang saya goda, “Fisika bisa dapat sepuluh. Menghadapi masalah kehidupan kok …. Loyo ?!. Semangat …Semangat! Jangan lari dari masalah. Jangan menyerah dan jangan pernah putus asa.”

Salah satu saran saya, menulis … menuliskan semua permasalahannya, biar hatinya sedikit lapang. Lega. Sehingga mampu berpikir jernih. Tidak emotional. Bahkan beberapa siswa mampu menulis di dalam blognya. Ketika permasalahnya bisa dilewati dan memperoleh hasil yang baik. Bisa menjadi memory yang membahagiakan dimasa datang.

Setiap ada siswa mengadukan permasalahannya, seringkali hanya saya bekali buku supaya dibaca. Belajar secara otodidak terlebih dahulu. Dan hasilnya ada banyak siswa mampu menyelesaikan permasalahannya sendiri dari membaca. Bisa dimulai dari bacaan ringan tentu saja. Mungkin bisa di mulai dari serial teenlit jika perempuan, buku-buku tetralogi milik Andrea Hirata serta buku-buku motivator untuk mengasah kepekaan nalurinya.

Bagi yang tidak suka membaca …. Memang agak sedikit repot, namun ada saja jalan keluar yang bisa kita berikan ke siswa sebagai solusinya jika kita memang berniat belajar, belajar membimbing siswa menjadi dewasa. Menemani siswa menghadapi masalah berjuang mencari solusi sendiri dengan membaca.

Masih banyak siswa yang memiliki masalah, sebagian besar tidak tahu harus bicara dengan siapa, sebagian yatim/piatu, bahkan beberapa terpaksa hidup sendiri sementara orangtuanya merantau. Jika mereka salah bergaul/berteman, bukan solusi yang didapatkan melainkan permasalahan mereka semakin buruk, bahkan mereka bisa lari ke rokok, minuman keras dan narkoba. Mereka berusaha lari dari permasalahannya dengan mengkonsumsi barang haram. Pelarian semu.

Sudah waktunya orangtua, guru dan masyarakat bersatu padu membangun mental dan berempati pada permasalahan remaja supaya mereka tidak salah jalan. Berani menghadapi masalah dan mencari solusinya bukannya lari dari masalah. Lari pada rokok, minuman keras dan narkoba. Yang lebih parah pada sex bebas

Monday, May 31, 2010

Menumbuhkan Semangat Kerjasama di Sekolah



Kerja sama merupakan salah satu fitrah manusia sebagai mahluk sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sangat luas dalam kehidupan manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif. Dalam hal apa, bagaimana, kapan dan di mana seseorang harus bekerjasama dengan orang lain tergantung pada kompleksitas dan tingkat kemajuan peradaban orang tersebut. Semakin modern seseorang, maka ia akan semakin banyak bekerja sama dengan orang lain, bahkan seakan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu tentunya dengan bantuan perangkat teknologi yang modern pula.
Bentuk kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok orang dan usia. Sejak masa kanak-kanak, kebiasaan bekerjasama sudah diajarkan di dalam kehidupan keluarga. Setelah dewasa, kerjasama akan semakin berkembang dengan banyak orang untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pada taraf ini, kerjasama tidak hanya didasarkan hubungan kekeluargaan, tetapi semakin kompleks. Dasar utama dalam kerja sama ini adalah keahlian, di mana masing-masing orang yang memiliki keahlian berbeda, bekerja bersama menjadi satu kelompok/tim dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kerja sama tersebut adakalanya harus dilakukan dengan orang yang sama sekali belum dikenal, dan begitu berjumpa langsung harus bekerja bersama dalam sebuah kolempok. Oleh karena itu, selain keahlian juga dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri dalam setiap lingkungan atau bersama segala mitra yang dijumpai.
Dari sudut pandang sosiologis, pelaksanaan kerjasama antar kelompok masyarakat ada tiga bentuk, yaitu: (a) bargaining yaitu kerjasama antara orang per orang dan atau antarkelompok untuk mencapai tujuan tertentu dengan suatu perjanjian saling menukar barang, jasa, kekuasaan, atau jabatan tertentu, (b) cooptation yaitu kerjasama dengan cara rela menerima unsur-unsur baru dari pihak lain dalam organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan stabilitas organisasi, dan (c) coalition yaitu kerjasama antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Di antara oganisasi yang berkoalisi memiliki batas-batas tertentu dalam kerjasama sehingga jati diri dari masing-masing organisasi yang berkoalisi masih ada. Bentuk-bentuk kerjasama di atas biasanya terjadai dalam dunia politik (Soekanto, 1986).
Selain pandangan sosiologis, kerjasama dapat pula dilihat dari sudut manajemen yaitu dimaknai dengan istilah collaboration. Makna ini sering digunakan dalam terminologi manajemen pemberdayaan staf yaitu satu kerjasama antara manajer dengan staf dalam mengelola organisasi. Dalam manajemen pemberdayaan, staf bukan dianggap sebagai bawahan tetapi dianggap mitra kerja dalam usaha organisasi (Stewart, 1998).
Kerja sama (collaboration) dalam pandangan Stewart merupakan bagian dari kecakapan ”manajemen baru” yang belum nampak pada manajemen tradisional. Dalam bersosialisasi dan berorganisasi, bekerjasama memiliki kedudukan yang sentral karena esensi dari kehidupan sosial dan berorganisasi adalah kesepakatan bekerjasama. Tidak ada organisasi tanpa kerjasama. Bahkan dalam pemberdayaan organisasi, kerjasama adalah tujuan akhir dari setiap program pemberdayaan. Manajer akan ditakar keberhasilannya dari seberapa mampu ia menciptakan kerjasama di dalam organisasi (intern), dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak di luar organisasi (ekstern).
Sekolah adalah sebuah oganisasi. Di dalam sekolah terdapat struktur organisasi, mulai kepala sekolah, wakil kepala, dewan guru, staf, komite sekolah, dan tentu saja siswa-siswi. Dalam sekolah terdapat kurikulum dan pembelajaran, biaya, sarana, dan hal-hal lain yang harus direncanakan, dilaksankan, dipimpin, dan diawasi, yang kesemuanya itu bermuara pada hubungan kerja sama atau human relation.
Terkait dengan cara menumbuhkan semangat kerjasama di lingkungan sekolah, Michael Maginn (2004) mengemukakan 14 (empat belas) cara, yakni:
1.Tentukan tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan sebuah kapal yang berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau arah yang jelas, tim tidak akan menghasilkan apa-apa. Tujuan memerupakan pernyataan apa yang harus diraih oleh tim, dan memberikan daya memotivasi setiap anggota untuk bekerja. Contohnya, sekolah yang telah merumuskan visi dan misi sekolah hendaknya menjadi tujuan bersama. Selain mengetahui tujuan bersama, masing-masing bagian seharusnya mengetahui tugas dan tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
2.Perjelas keahlian dan tanggung jawab anggota. Setiap anggota tim harus menjadi pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab terhadap suatu bidang atau jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para guru selain melaksanakan proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas tambahan, seperti menjadi wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan lain-lain. Agar terbentuk kerja sama yang baik, maka pemberian tugas tambahan tersebut harus didasarkan pada keahlian mereka masing-masing.
3.Sediakan waktu untuk menentukan cara bekerjasama. Meskipun setiap orang telah menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui kerja sama, namun bagaimana kerja sama itu harus dilakukan perlu adanya pedoman. Pedoman tersebut sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang terlibat. Pedoman dapat dituangkan secara tertulis atau sekedar sebagai konvensi.
4.Hindari masalah yang bisa diprediksi. Artinya mengantisipasi masalah yang bisa terjadi. Seorang pemimpin yang baik harus dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul, bukan sekedar menyelesaikan masalah. Dengan mengantisipasi, apa lagi kalau dapat mengenali sumber-sumber masalah, maka organisasi tidak akan disibukkan kemunculan masalah yang silih berganti harus ditangani.
5.Gunakan konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama. Peraturan tim akan banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan pekerjaannya dan menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah. Selain itu perlu juga ada konsensus tim dalam mengerjakan satu pekerjaan..
6.Ajarkan rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksi. Yang dibutuhkan anggota tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja, norma, dan nilai-nilai tim. Di lingkungan sekolah ada guru baru atau guru pindahan dari sekolah lain, sebagai anggota baru yang baru perlu ”diajari” bagaimana bekerja di lingkungan tim kerja di sekolah. Suatu sekolah terkadang sudah memiliki budaya saling pengertian, tanpa ada perintah setiap guru mengambil inisiatif untuk menegur siswa jika tidak disiplin. Cara kerja ini mungkin belum diketahui oleh guru baru sehingga perlu disampaikan agar tim sekolah tetap solid dan kehadiran guru baru tidak merusak sistem.
7.Selalulah bekerjasama, caranya dengan membuka pintu gagasan orang lain. Tim seharusnya menciptakan lingkunganyang terbuka dengan gagasan setiap anggota. Misalnya sekolah sedang menghadapi masalah keamanan dan ketertiban, sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama sehingga kerjasama tim dapat berfungsi dengan baik.
8.Wujudkan gagasan menjadi kenyataan. Caranya dengan menggali atau memacu kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di sekolah banyak sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk diwujudkan agar tim bersemangat untuk meraih tujuan. Dalam menggali gagasan perlu mencari kesamaan pandangan.
9.Aturlah perbedaan secara aktif. Perbedaan pandangan atau bahkan konflik adalah hal yang biasa terjadi di sebuah lembaga atau organisasi. Organisasi yang baik dapat memanfaatkan perbedaan dan mengarahkannya sebagai kekuatan untuk memecahkan masalah. Cara yang paling baik adalah mengadaptasi perbedaan menjadi bagian konsensus yang produktif.
10.Perangi virus konflik, dan jangan sekali-kali ”memproduksi” konflik. Di sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang tidak merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini sumber konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing. Konflik dapat melumpuhkan tim kerja jika tidak segera ditangani.
11.Saling percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit bagi tim untuk bekerja bersama. Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga jarak, tidak siap berbagi informasi, tidak terbuka dan saling curiga.. Situasi ini tidak baik bagi tim. Sumber saling ketidakpercayaan di sekolah biasanya berawal dari kebijakan yang tidak transparan atau konsensus yang dilanggar oleh pihak-pihak tertentu dan kepala sekolah tidak bertindak apapun. Membiarkan situasi yang saling tidak percaya antar-anggota tim dapat memicu konflik.
12.Saling memberi penghargaan. Faktor nomor satu yang memotivasi karyawan adalah perasaan bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan danm prestasi organisasi. Setelah sebuah pekerjaan besar selesai atau ketika pekerjaan yang sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota tim untuk merayakannya. Di sekolah dapat dilakukan sesering mungkin setiap akhir kegiatan besar seperti akhir semester, akhir ujian nasional, dan lain-lain.
13.Evaluasilah tim secara teratur. Tim yang efektif akan menyediakan waktu untuk melihat proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota diminta untuk berpendapat tentang kinerja tim, evaluasi kembali tujuan tim, dan konstitusi tim.
14.Jangan menyerah. Terkadang tim menghadapi tugas yang sangat sulit dengan kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Tim bisa menyerah dan mengizinkan kekalahan ketika semua jalan kreativitas dan sumberdaya yang ada telah dipakai. Untuk meningkatkan semangat anggotanya antara lain dengan cara memperjelas mengapa tujuan tertentu menjadi penting dan begitu vital untuk dicapai. Tujuan merupakan sumber energi tim. Setelah itu bangkitkan kreativitas tim yaitu dengan cara menggunakan kerangka fikir dan pendekatan baru terhadap masalah.

Tuesday, May 25, 2010

TUJUH (7) KEBIASAAN MANUSIA YANG SANGAT EFEKTIF



1 : Jadilah Proaktif
Bersikap proaktif adalah lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri (kerja/belajar di masa lalu, di masa sekarang, maupun di masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-prinsip serta nilai-nilai ketimbang pada suasana hati atau keadaan. Orang-orang proaktif adalah pelaku-pelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan orang lain. Mereka
lakukan ini dengan mengembangkan serta menggunakan keempat karunia manusia yang unik – kesadaran diri, hati nurani, daya imajinasi, dan kehendak bebas – dan dengan menggunakan Pendekatan Dari Dalam Ke Luar untuk menciptakan perubahan. Mereka bertekad menjadi daya pendorong kreatif dalam hidup mereka sendiri, yang adalah keputusan paling mendasar yang bisa diambil setiap orang dengan bijaksana.

Kebiasaan 2 : Merujuk pada Tujuan Akhir
Segalanya diciptakan dua kali – pertama secara mental, kedua secara fisik. Individu, keluarga, tim, dan organisasi, membentuk masa depannya masing-masing dengan terlebih dulu menciptakan visi serta tujuan setiap proyek secara mental. Mereka bukan menjalani kehidupannya hari demi hari tanpa tujuan-tujuan yang jelas dalam benak mereka. Secara mental mereka identifikasikan prinsip-prinsip, nilai-nilai, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan yang paling penting bagi mereka sendiri dan membuat
komitmen terhadap diri sendiri untuk melaksanakannya. Suatu pernyataan misi adalah bentuk tertinggi dari penciptaan secara mental, yang dapat disusun oleh seorang individu, keluarga, atau organisasi. Pernyataaan misi ini adalah keputusan utama, karena melandasi keputusan-keputusan lainnya. Menciptakan budaya kesamaan misi, visi, dan nilai-nilai, adalah inti dari kepemimpinan yang bisa disepakati oleh keluarga maupun organisasi.

Kebiasaan 3 : Dahulukan yang Utama
Mendahulukan yang utama adalah penciptaan kedua secara fisik. Mendahulukan yang utama artinya mengorganisasikan dan melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara mental (tujuan Anda, visi Anda, nilai-nilai Anda, dan prioritas-prioritas Anda). Hal-hal sekunder tidak didahulukan. Hal-hal utama tidak dikebelakangkan. Individu dan organisasi memfokuskan perhatiannya pada apa yang paling penting, entah
mendesak entah tidak. Intinya adalah memastikan diutamakannya hal yang utama.

Kebiasaan 4 : Berpikir Menang/Menang
Berpikir menang/menang adalah cara berpikir yang berusaha mencapai keuntungan bersama, dan didasarkan pada sikap saling menghormati dalam semua interaksi. Berpikir menang/menang adalah didasarkan pada kelimpahan – “kue” yang selamanya cukup, peluang, kekayaan, dan sumber-sumber daya yang berlimpah – ketimbang pada kelangkaan serta persaingan. Berpikir menang/menang artinya tidak berpikir egois
(menang/kalah) atau berpikir seperti martir (kalah/menang) . Dalam kehidupan bekerja maupun keluarga, para anggotanya berpikir secara saling tergantung – dengan istilah “kita”, bukannya “aku”. Berpikir menang/menang mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu untuk mencari solusi-solusi yang sama-sama menguntungkan. Berpikir menang/menang artinya berbagi informasi, kekuasaan, pengakuan, dan imbalan.karena kemenangan akan mendapatkan reward (hadiah) yang memuaskan pada diri Anda

Kebiasaan 5 : Berusaha untuk Memahami Terlebih dulu, Baru Dipahami Kalau kita mendengarkan dengan seksama, untuk memahami orang lain, ketimbang untuk menanggapinya, kita memulai komunikasi sejati dan membangun hubungan. Kalau orang lain merasa dipahami, mereka merasa ditegaskan dan dihargai, mau membuka diri, sehingga peluang untuk berbicara secara terbuka serta dipahami terjadi lebih alami dan mudah. Berusaha memahami ini menuntut kemurahan; berusaha dipahami menuntut
keberanian. Keefektifan terletak dalam keseimbangan di antara keduanya tidak hanya satu persoalan saja.

Kebiasaan 6 : Wujudkan Sinergi
Sinergi adalah soal menghasilkan alternatif ketiga – bukan caraku, bukan caramu, melainkan cara ketiga yang lebih baik ketimbang cara kita masing-masing. Memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam mengatasi masalah, memanfaatkan peluang. Tim-tim serta keluarga-keluarga yang sinergis memanfaatkan kekuatan masing-masing individu sehingga secara keseluruhannya lebih besar seperti ini mengenyampingkan sikap saling merugikan (1 + 1 = 1/2). Mereka tidak puas dengan kompromi (1 + 1 = 1 ½), atau sekedar kerjasama (1 + 1 = 2). Melainkan, mereka kejar kerjasama yang kreatif (1 + 1 = 3 atau lebih).

Kebiasaan 7 : Mengasah Gergaji
Mengasah gergaji adalah soal memperbaharui diri terus-menerus dalam keempat bidang kehidupan dasar: fisik, sosial/emosional, mental, dan rohaniah. Kebiasaan inilah yang meningkatkan kapasitas kita utnuk menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya. Bagi sebuah organisasi, Kebiasaan 7 menggalakkan visi, pembaharuan, perbaikan terus-menerus, kewaspadaan terhadap kelelahan atau kemerosotan moral, dan memposisikan organisasinya di jalan pertumbuhan yang baru. Bagi sebuah keluarga,
Kebiasaan 7 meningkatkan keefektifan lewat kegiatan-kegiatan pribadi maupun keluarga secara berkala, seperti membentuk tradisi-tradisi yang merangsang semangat pembaharuan keluarga.

Rekening Bank Emosional
Rekening Bank Emosional mencerminkan tingkat kepercayaan dalam suatu hubungan. Seperti rekening keuangan di Bank, kita memasukkan simpanan ke atau melakukan penarikan dari rekening ini. Perbuatan-perbuatan seperti berusaha untuk memahami terlebih dulu, sikap murah hati, menepati janji, dan bersikap setia walaupun orang yang bersangkutantidak hadir, meningkatkan saldo kepercayaan. Tidak murah hati,
melanggar janji, dan bergosip tentang seseorang yang tidak hadir,mengurangi atau bahkan menghapuskan kepercayaan dalam suatu hubungan.

Paradigma
Paradigma adalah cara masing-masing orang memandang dunia, yang belum tentu cocok dengan kenyataan. Paradigma adalah petanya, bukan wilayahnya. Paradigam adalah lensa kita, lewat mana kita lihat segalanya, yang terbentuk oleh cara kita dibesarkan, pengalaman, serta pilihan-pilihan kita selama ini

Insya Allah dengan kebiasaan ini anak maupun orang tua bisa menjadi seimbang dan komukasi berjalan serta menjadikan sebagai pembelajaran kepemimpinan sejati dengan rasa gembira senang maupun bahagia di lingkungannya.

Dian Parikesit,S.Pd