Wednesday, August 1, 2012

Menilai Siswa bukan harus menghakimi



Anda wajib menolak praktik-praktik yang memberi murid cap karena alasan-alasan tertentu. Contohnya : 1) Cap sebagai pelajar yang lamban dapat menyebabkan murid Anda benar-benar gagal, 2) Murid dapat saja berprestasi bagus selain pada bidang yang Anda ajarkan atau gunakan sebagai alat ukur, 3) Cap negatif menyiratkan seolah murid Anda benar-benar bodoh, meski mereka membawa setumpuk pengalaman bagi Anda dan gaya mengajar Anda. Otak manusia memang dirancang untuk terus belajar. 4) Guru-guru yang terlanjur memberi cap seperti itu bisa jadi tidak mampu membangkitkan kemampuan yang ada dalam siswa-siswa ini. 5) Ulangan bukan alat yang memadai untuk mengukur semua keberhasilan, 6) Otak murid, khususnya murid berusia belia, mungkin berkembang lebih lambat dibandingkan otak teman sebayanya, tetapi hal ini tetap normal. 7) Prestasi di sekolah bukan jaminan mutlak kesuksesan di masa yang akan datang. Sejumlah tokoh terkenal yang pernah dicap “bodoh” atau “biasa-biasa saja” ternyata memberikan sumbangan yang sangat besar kepada masyarakat.
Alquran Surat Al Hujurat ayat 13 menunjukkan bahwa kesamaan asal-usul biologis manusia merefleksikan kesamaan martabat manusia seluruhnya. Karena semua bangsa termasuk dalam keluarga besar manusia (yakni, merujuk pada kesamaan asal-usul sebagai keturunan Adam dan Hawa), tidak ada suatu bangsa yang secara inheren lebih unggul daripada bangsa lain (Al-Zamkhsyari), Karena itu sudah seharusnya semua umat manusia saling menghormati dan melindungi martabat masing-masing.
Peningkatan jumlah dan pertumbuhan manusia menjadi berbagai bangsa dan suku dimaksudkan untuk memupuk, dan bukannya menghambat keinginan manusia untuk saling memahami dan menghargai hakikat kesatuan umat manusia di balik perbedaan tampilan fisik yang ada. Bersamaan dengan itu, segala prasangka rasial, kebangsaan, kesukuan(‘ashaabiyyah) dikutuk.
Saatnya, para guru bersikap lentur dalam mengelompokkan kemampuan. Anak yang semula bodoh tidak selalu selamanya bodoh. Jangan hanya menyebut murid-murid yang “lamban”. Sebut juga murid-murid yang “cepat” atau “cerdas”. Dirikan sentra belajar untuk menambah khazanah kecerdasan dan gaya belajar yang lebih beragam.
Tahap selanjutnya, gunakan minat dan latar belakang murid sebagai sumber untuk mempelajari hal-hal baru. Keterampilan bermain basket, bermain bola, dan permainan yang lain, dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mempelajari matematika ( misalnya untuk menghitung jumlah pemain atau catatan pertandingan). Murid yang punya motivasi besar terhadap uang dapat menggunakan pelajaran ekonomi untuk memperoleh ilmu tentang mengumpulkan dan memperbanyak harta di masa mendatang.
Bagi murid yang membutuhkan motivasi lebih di bidang daya ingat, para guru bisa menciptakan sentra panggung. Mengingat, Otak menyimpan informasi dalam tubuh dan pikiran serta memanggilnya kembali lewat konteks. Kita memanggil informasi yang tersimpan itu bila ada perintah spasial dan isi. Semakin besar kemiripan antara sandiwara atau pentas drama dalam kelas dengan situasi fisik dan psikis yang dimasuki oleh para murid saat mereka menerapkan informasi itu dalam kehidupan nyata, semakin bagus kemampuan mereka untuk memanggil informasi tentang cara mempelajarinya ketika anak-anak tersebut membutuhkannya kelak.
Ada banyak hal positif yang dapat dipetik oleh murid anda dari aktivitas drama. Pertama, mereka akan lebih termotivasi untuk berperan serta. Kedua, antusiasme mereka terhadap pelajaran akan meningkatkan kemampuan mengingat mereka secara pesat. Ketiga, memerankan suatu konsep secara fisik tidak hanya berarti menyimpan informasi dalam otak, tetapi juga dalam tubuh (dari gerakan sampai suara kata-kata yang diucapkan). Terakhir, bekerja dalam kelompok akan membantu mereka memahami secara pasti seberapa banyak ilmu yang telah mereka kuasai, tetapi juga memberikan umpan balik informal atas penampilan mereka.
Awalnya, biarkan murid Anda menulis skenario dan tarian, interpretasi atau penyajian dengan cara mereka sendiri dalam sebuah topik atau tema yang luas dalam tugas Anda. Gunakan strategi bermain peran sedekat mungkin dengan keterampilan hidup, gagasan, informasi, dan penggunaan sehari-hari. Sebagai contoh, minta murid Anda berperan seolah-olah sedang dijahili oleh teman sekelas, mencari teman di lingkungan baru, membuka rekening di bank, atau mendaftar kursus mengemudi.
Dorong ketertarikan dan minat murid Anda dengan memberikan alasan otentik (nilai kelompok) atau alasan intrinsik untuk berperan serta (kesempatan untuk mengajarkan keterampilan pribadi kepada rekan lain).
Pastikan bahwa permainan kompetitif apa pun yang Anda mainkan berakhir dengan kemenangan bersama sehingga semua pemain tidak merasa takut untuk mengambil resiko selama pertandingan dan tertarik untuk bermain kembali.
Bentuk tim atau kelompok, mainkan musik, tetapkan waktu, dan gunakan efek suara. Tanpa semua perangkat pembangkit perasaan ini, proyek Anda tidak lebih dari pekerjaan yang melelahkan dan bertele-tele. (*)

No comments: