Era digital era penuh kemanjaan dan kemudahan. Anak tak lagi aktif bergerak di alam bebas. Namun lebih sering terkungkung di rumah dengan berbagai fasilitas permainan dan tontonan yang melenakan. Apakah hal ini baik untuk anak?
Anak-anak zaman sekarang hidup di era digital. Era yang serba berteknologi tinggi. Anak tak lagi bermain gobak sodor, kelereng, atau petak umpet. Mereka lebih memilih untuk berdiam saja di dalam rumah, mengakses hiburan dan merekreasikan otak dan fisiknya dengan menonton televisi, memainkan aneka game playstation, menyusuri dunia maya internet, serta mengutak-atik telepon seluler atau HP.
Anak tumbuh di era modern. Era yang bila dipandang di permukaannya saja nampak penuh gengsi dan mutu tinggi, namun bila dilongok hingga ke kedalamannya akan nampak pula segala kelemahan dan kekurangannya. Kelemahan-kelemahan yang hanya akan menyebabkan pertumbuhan anak-anak terganggu, terkontaminasi, terdorong menuju ke masa depan yang negatif dan suram.
Menurut Elly Risman, seorang psikolog asal Jakarta yang mendalami bidang parenting, anak-anak harus dipersiapkan dengan baik kala memasuki dan hidup di era digital ini. Anak-anak hendaknya tak dilepas dan dibebaskan begitu saja, karena dampak dari televisi, internet, dan juga games, sangatlah buruk bagi anak. Terutama bila kecenderungan anak untuk menikmati segala hal itu tak dibatasi dan diimbangi dengan pola pengasuhan anak yang baik dan benar.
“Berbagai media elektronik dan cetak yang diakses oleh anak banyak yang mengandung unsur pornografi,” begitu ujar ibu dari tiga putri ini di dalam seminar ”Menyiapkan Anak Tangguh di Era Digital” yang diselenggarakan oleh Female Radio Semarang, beberapa waktu lalu.
Pengaruh Negatif
Membicarakan mengenai games, Mark Griffiths dari Nottingham Trent University mengatakan bahwa games di abad 21 memiliki berbagai kehandalan yang gampang memicu anak untuk kecanduan. Games masa kini memiliki gambar yang sangat realistis dan membuka peluang bagi anak untuk mengembangkan imajinasinya seluas mungkin dengan jalan membiarkan para pemain memilih karakter apa saja, dalam bentuk apa saja, yang diinginkan oleh otak.
“Bila dimainkan dalam batas-batas wajar, berbagai permainan digital ini bisa digunakan untuk membantu pasien yang tengah menjalani terapi fisik, merangsang anak untuk cekatan, merangsang perkembangan bahasa bagi anak-anak dislexia,” ujar Elly Risman, Psi.
Namun bila pengonsumsiannya sudah berlebihan, hingga anak kecanduan, maka berbagai dampak negatif pun akan menghinggapi. Beberapa di antaranya adalah menyebabkan Repetitive Strain Injury (RSI) yaitu radang jari tangan dan nyeri tulang belakang karena kebanyakan duduk, pengikisan lutein pada retina mata karena terlalu lama terkena sinar biru, serta terjadinya nintendo epilepsi.
Nintendo epilepsi sendiri bisa terjadi pada anak yang tengah bermain games atau anak yang hanya sedang duduk menonton di sebelahnya. “Serangan mendadak ini biasanya ditimbulkan oleh kilatan cahaya dengan pola tertentu atau sinar merah yang kuat. Melalui retina, sinyal-sinyal abnormal ini akan dikirimkan ke otak hingga si anak akhirnya mengalami kejang.”
Selain dampak fisik, tentu saja akan ada pula dampak psikologis yang bisa dialami si anak. Konsumsi games yang tak dibatasi akan membuat anak berperilaku kompulsif, abai dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar karena mereka terbiasa hidup dalam dunia khayalannya sendiri, malas belajar yang akhirnya bisa membuat prestasi akademik menurun drastis.
Apakah hanya games saja yang berbahaya? Tentu saja tidak! Televisi dan internet yang dalam penciptaannya dimaksudkan untuk memberikan informasi dan hiburan, dalam kenyataannya, dalam pengaplikasiannya, malah bisa membawa banyak pengaruh negatif bagi anak. Banyaknya tayangan yang tak layak dikonsumsi anak karena adanya unsur kekerasan serta adanya situs-situs yang mengandung unsur pornografi, adalah beberapa di antara penyebab yang bisa membawa dampak negatif itu.
“Selain itu semua, ada pula komik. Dimana komik jaman sekarang banyak mengandung unsur pornografi dan juga kekerasan yang tak berperikemanusiaan,” ujar pemilik Yayasan Kita & Buah Hati ini.
Komunikasi
Lantas bagaimana sebaiknya kita bersikap sebagai orang tua? “Orang tua haruslah berbenah. Membenahi pola komunikasi dengan anak, membenahi pola pengasuhan mereka.”
Menurut Elly, pola pengasuhan anak yang selama ini dilakukan oleh banyak orang tua cenderung salah kaprah. Orang tua cenderung lebih berkonsentrasi pada perkembangan kesehatan fisik anak saja dibandingkan memperhatikan perkembangan jiwa si anak.
“Orang tua hanya berkonsentrasi pada hal-hal fisik saja. Memberikan one day school, memberikan makanan-makanan bergizi tinggi dan kelimpahan materi.”
Padahal pada kenyatannya, itu semua sangatlah kurang. Komunikasi dengan anak yang minim bahkan hampir tak ada, tentu saja membuat perkembangan jiwa si anak tak tumbuh di jalur yang benar. Pada kenyataannya, selama sehari, rata-rata para orang tua hanya berbicara dengan anaknya selama 20 menitan saja, tak lebih.
Komunikasi, adalah hal yang sangat vital dalam membantu tumbuh kembang anak. Dengan komunikasi, kita bisa mengutarakan harapan-harapan kita pada si anak, membuat prioritas bersama dengan anak mengenai hal-hal yang akan diperbaiki di depan, serta menerapkan secara bersama aturan-aturan apa yang sebaiknya diterapkan di dalam rumah.
Komunikasi adalah pondasi. Bila pondasi sudah berdiri kokoh, maka Anda tinggal melangkah ke hal-hal yang lebih prinsipil. Seperti mengawasi bacaan anak, mengenalkan anak kepada bacaan-bacaan yang lebih bermutu dibanding komik, membatasi waktu menonton televisi dan bermain games, mengatur peletakan pesawat televisi dan juga monitor komputer di tempat-tempat strategis agar bisa diawasi senantiasa, serta memblokir situs-situs porno lewat situs-situs yang sudah disediakan seperti www.familyconnect.com atau www.cyberpatrol.com.
Ada baiknya pula jika Anda mengajarkan kepada anak tentang permainan-permainan alternatif yang tak kalah menyenangkannya. Anda bisa kembali ke alam, mengajak anak berkelana di arena outbond, bermain di kubangan lumpur, bergelantungan di pepohonan pedesaan.
“Berekreasilah di arena permainan alam seperti itu. Selain anak bisa teralihkan dari segala bentuk permainan digital, kebersamaan keluarga juga bisa lebih tercipta.”
Paling penting adalah, teruslah berkomunikasi, dan teruslah pula meluangkan waktu sebanyak mungkin untuk para buah hati. Awasi perkembangan jiwa mereka, dan jalani semua dengan dibarengi doa.
“Gunakan dua telinga lebih sering dibandingkan satu mulut!”
No comments:
Post a Comment