Hari
Rabu pagi saya mengajar IPA di kelas 6 tentang energi. Seperti
biasanya, setelah diberi arahan tentang yang akan dipelajari, saya biasa
menugaskan siswa untuk membaca terlebih dahulu. Sepuluh menit berlalu,
tiba – tiba siswa mulai ada yang bertanya “Pak Guru, listrik terbuat
dari apa?”, mendapat pertanyaan demikian tentu saja saya berpikir cukup
keras untuk mencari jawaban. Karena tidak mungkin saya jawab dengan
teori listrik maka saya arahkan siswa dengan tanya jawab tentang dinamo
sepeda. Akhirnya siswa yang bertanya tadi pun diam, seolah seperti sudah
terpenuhi jawabannya.
Ternyata
perkiraan saya salah, siswa tersebut diam bukan karena sudah puas
dengan jawaban yang diperoleh tetapi karena sedang menyiapkan pertanyaan
lagi.
“Pak Guru, listrik PLN dari mana?”
Sebelum saya sempat menjawab pertanyaan kedua, pertanyaan berikutnya pun meluncur dari siswa yang lain
“Dinamo PLN besar sekali ya Pak?”
“Nuklir apa bisa jadi listrik?”
“Mengapa jika memakai listrik harus bayar?”
Sebelum saya sempat menjawab pertanyaan kedua, pertanyaan berikutnya pun meluncur dari siswa yang lain
“Dinamo PLN besar sekali ya Pak?”
“Nuklir apa bisa jadi listrik?”
“Mengapa jika memakai listrik harus bayar?”