Suatu hari, usai mengurus pemakaman jenazah Sulaiman bin Abdul Malik, sang khalifah Umar bin Abdul Aziz
pulang ke rumah untuk istirahat sejenak. Tiba-tiba Abdul
Malik bin Umar, putra sang khalifah, menghampirinya.
Ia bertanya, “ Wahai Amirul Mukminin, apakah gerangan
yang mendorong Anda membaringkan diri di siang hari
seperti ini ?” Umar bin Abdul Aziz tersentak campur kaget
tatkala sang putra memanggilnya dengan sebutan Amirul
Mukminin, bukan ayah, sebagaimana biasanya. Ini isyarat, putranya tengah meminta
pertanggungjawaban ayahnya sebagai pemimpin negara,
bukan sebagai kepala keluarga. Umar menjawab
pertanyaan putranya, “ Aku letih dan butuh istirahat
sejenak. ”
“ Pantaskah engkau beristirahat, padahal masih banyak rakyat yang teraniaya ?” kata sang anak dengan bijak. “ Wahai anakku, semalam suntuk aku menjaga pamanmu. Nanti usai Zhuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang yang teraniaya, ” jawab Umar. “ Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang dapat menjamin Anda hidup sampai Zhuhur jika Allah menakdirkanmu mati sekarang? ” kata Abdul Malik. Mendengar ucapan anaknya itu, Umar bin Abdul Aziz semakin terperangah. Lalu, ia memerintahkan anaknya untuk mendekat, diciumlah anak itu sembari berkata, “ Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepadaku anak yang telah membuatku menegakkan agama.” Selanjutnya, ia perintahkan juru bicaranya untukmengumumkan kepada seluruh rakyat, “ Barang siapa yang merasa terzalimi, hendaknya mengadukan nasibnya kepada khalifah.” Subhanallah.
“ Pantaskah engkau beristirahat, padahal masih banyak rakyat yang teraniaya ?” kata sang anak dengan bijak. “ Wahai anakku, semalam suntuk aku menjaga pamanmu. Nanti usai Zhuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang yang teraniaya, ” jawab Umar. “ Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang dapat menjamin Anda hidup sampai Zhuhur jika Allah menakdirkanmu mati sekarang? ” kata Abdul Malik. Mendengar ucapan anaknya itu, Umar bin Abdul Aziz semakin terperangah. Lalu, ia memerintahkan anaknya untuk mendekat, diciumlah anak itu sembari berkata, “ Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepadaku anak yang telah membuatku menegakkan agama.” Selanjutnya, ia perintahkan juru bicaranya untukmengumumkan kepada seluruh rakyat, “ Barang siapa yang merasa terzalimi, hendaknya mengadukan nasibnya kepada khalifah.” Subhanallah.
Kisah di atas memberikan pelajaran (ibrah)
berharga kepada kita dan para pemimpin di negeri ini
setiap pemimpin di level manapun akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di hadapan
manusia (di dunia) dan di hadapan Allah kelak (di
akhirat). Begitu pula Orang tua, Guru maupun Presiden sekalipun apalagi anggota legislatif semua perbuatan dan kerjanya akan dimintai pertanggung jawabkan oleh Allah SWT. Ayah adalah kepala keluarga, Guru bertanggung jawab atas muridnya belajar dikelas. Presiden bertanggung jawab atas amanah amanah rakyat begitu pula anggota legislatif bertanggung jawab atas peran perannya terhadap rakyat kecil sehingga rakyat tidak menjadi sengsara.
Rasulullah SAW menegaskan, “ Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pemimpin negara yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki/suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Wanita/istri adalah pemimpin terhadap keluarga suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Yang pasti, seorang pemimpin tidak akan dapat menghindarkan diri dari tanggung jawab atas kepemimpinannya. Boleh jadi seorang pemimpin dapat berkelit dari pertanggungjawaban di dunia. Namun, ia tidak akan dapat berlari dari pertanggungjawaban (pengadilan) di akhirat kelak. Contohlah khalifah Rasyidin yang telah bertanggung jawab hingga akhir hayatnya terus berjuang demi Islam dan kemaslahatan umatnya.
Dian Parikesit, S.Pd
Rasulullah SAW menegaskan, “ Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pemimpin negara yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki/suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Wanita/istri adalah pemimpin terhadap keluarga suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Yang pasti, seorang pemimpin tidak akan dapat menghindarkan diri dari tanggung jawab atas kepemimpinannya. Boleh jadi seorang pemimpin dapat berkelit dari pertanggungjawaban di dunia. Namun, ia tidak akan dapat berlari dari pertanggungjawaban (pengadilan) di akhirat kelak. Contohlah khalifah Rasyidin yang telah bertanggung jawab hingga akhir hayatnya terus berjuang demi Islam dan kemaslahatan umatnya.
Dian Parikesit, S.Pd
No comments:
Post a Comment