Kebijakan Kemendikbud akhir-akhir ini dengan
memberlakukan kurikulum 2013, saya menangkap sebagai upaya agar format
pendidikan yang berada di bawah kewenangannya mampu menjawab tantangan
masyarakat Indonesia ke depan. Pendidikan yang dijalankan selama ini, manakala
tidak dievaluasi, dan selanjutnya dilakukan perubahan, maka akan ketinggalan
zaman secara terus menerus. Selain itu, pendidikan dimaksud akan selalu
tidak relevan lagi dengan tuntutan zaman.
Hal yang perlu disadari bahwa zaman selalu
berubah, dan apalagi perubahan itu akan semakin cepat sebagai akibat ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang cepat seperti sekarang ini.
Manakala pendidikan tidak selalu diaudit dan selanjutnya dilakukan perubahan,
maka konsumen pendidikan dalam hal ini adalah generasi bangsa ini akan
tertinggal. Akibatnya, bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan
bangsa-bangsa lain yang sudah semakin maju apalagi pada zama era informasi sekarang.
Sebenarnya ketertinggalan itu sudah terasakan
dengan jelasnya. Kita lihat dan rasakan secara sederhana saja, bangsa ini
semakin menjadi konsumen. Artinya, bangsa ini tidak mampu memproduk
hingga kebutuhan yang amat sederhana sekalipun. Atau, kalau pun mampu,
produk yang dihasilkan selalu kalah bersaing dengan produk-produk negara lain
yang sudah maju.
Bangsa yang menamakan diri sebagai bangsa
agraris dan memiliki lahan pertanian luas dan subur, iklim yang sangat
mendukung usaha pertanian, dan lain-lain, tetapi ternyata kebutuhan hidup
sehari-hari, seperti beras, jagung, kedelai, kentang, daging, dan bahkan garam
saja masih import. Bukankah sebenarnya, bangsa ini telah memiliki ahli-ahli
pertanian, dan bahkan juga kampus-kampus telah lama membuka fakultas pertanian,
peternakan, kehutanan, perikanan, dan sejenisnya.
Para ahli pertanian, peternakan, kelautan dan
perikanan kita ternyata belum mampu bersaing dengan para ahli yang sama dari
negara-negara lain. Hasil karya para sarjana-sarjana negara lain ternyata lebih
unggul, buktinya mereka mampu menjual produk-produknya ke Indonesia. Persoalan
ini sebenarnya bukan sederhana, tetapi sangat mendasar. Hal yang perlu
dipertanyakan adalah sebenarnya di mana letak kekeliruan atau
kesalahan yang selama ini dilakukan. Apakah pada tingkat kebijakan, atau
oleh karena para ahli dan sarjana yang dimiliki bangsa ini masih saja kalah
bersaing dengan para ahli yang dimiliki oleh negara lain.
Manakala kesalahan itu berada pada
pengambil kebijakan, misalnya mereka lebih menyukai mengambil jalan
pintas, yaitu mengimport saja berbagai kebutuhan pokok maka cara itu
harus segera dihentikan. Sebab kebijakan itu akan mengakibatkan produk
dalam negeri selalu kalah bersaing dengan komuditas import itu. Para
pengambil kebijakan harus disadarkan bahwa keputusan yang diambil
membawa resiko besar, yaitu bangsa ini akan selalu bergantung dan
tidak kreatif. Kebijakan import itu memanjakan, tetapi beresiko yaitu
bangsa ini selamanya akan menjadi pembeli, dan bukan menjadi
bangsa penjual.
Namun umpama kekalahan dalam bersaing itu
disebabkan oleh ilmuwan atau sarjana yang dihasilkan oleh kampus-kampus di negeri
ini masih berlum mampu bersaing dengan ilmuwan atau sarjana dari negara
lain, maka jawabnya tidak ada lain kecuali memperbaiki format pendidikan yang
ada, mulai dari tingkat menengah hingga perguruan tingginya. Pertanyaannya
adalah mengapa pendidikan yang diperuntukkan bagi penyiapan tenaga-tenaga
strategis itu tidak diberi prioritas lebih, yaitu dipenuhi semua aspek yang
dibutuhkan mulai dari tenaga pengajarnya, laboratorium, tempat praktek,
perpustakaannya, dan atau sistem pendidikannya yang harus diubah.
Problem itu harus diselesaikan secara tuntas.
Manakala kekalahan dalam bersaing itu disebabkan oleh kesalahan dalam mengambil
kebijakan, maka di wilayah itu yang harus diselesaikan secara serius.
Import harus semakin dibatasi dan bahkan suatu saat harus eksport. Selain
itu, manakala titik lemah itu berasal dari lembaga pendidikan penghasil tenaga ahli itu, maka pendidikan yang ada sekarang itu perlu diaudit atau dievaluasi
untuk selanjutnya diformat kembali agar menghasilkan tenaga-tenaga ahli yang
benar-benar mampu bersaing dalam alam yang semakin keras dan
terbuka ini.
Lembaga pendidikan yang
tidak memiliki laboratorium, tempat praktek atau pelatihan, tenaga ahli,
perpustakaan, dan atau sistemnya yang kurang tepat, maka seharusnya segara
diperbaiki. Apa saja yang sudah tidak mampu lagi memberi sumbangan
nyata, tidak terkecuali lembaga pendidikan, harus segera
diubah secara mendasar, menyeluruh, dan kalau perlu juga secara radikal.
Formal baru yang mampu menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemenang harus
segera diciptakan. Membiarkan keadaan yang sudah nyata-nyata mengakibatkan
kekalahan dan bahkan kemunduran, maka sama halnya berputus asa dan
hanya menyerah pada keadaan. Tentu, yang demikian itu tidak boleh hanya yang tahu visi dan misi pendidikan yang sama tujuan dengan cita-cita maupun harapan yang besar.
No comments:
Post a Comment