Ada jenis-jenis Guru yang tidak cerdas emosi saat mengajar muridnya. Seperti apa jenis Guru tersebut? .
1. Guru Robot: datang, sampaikan informasi. “kamu paham nggak paham, emangnya saya pikirin?” Nggak punya koneksi emosi dengan siswa!
2. Guru No Empathy! Gak berempati. Buatnya “Kalau ini mudah buat sya , mestinya kalian juga bisa. Bodoh banget sih!”
3. Guru Easily Irritated! Marah, Kalau siswa nggak bisa : merasa terganggu, marah, jengkel kalau siswa bilang nggak paham.
4. Guru yang Memuntahkan Emosinya di Kelas! Kalau nggak suka, kesel, ia bisa mengeluarkan emosi bahkan kata-kata yang tidak pantas!
5. Guru Mood Swing! Emosinya berubah-ubah, sesuai dengan keadaannya. Akibatnya kualitas mengajar tergantung suasana hatinya!
6. Guru Nggak Apresiatif ! S4: Senang lihat orang Susah dan Susah liat orang lain Senang! Ia senang dibilang “killer”
7. Guru yg Blaming! Kalau siswa nggak bisa, mereka yang salah! Mereka payah! Kurang konsen!
Michael Jordan pernah mengatakan, “Pemain hebat tidak pernah
memandang dirinya di kaca dan berfikir: ‘Saya pemain hebat.’
Sebaliknya, dia akan bertanya kepada dirinya: ‘Benarkah saya pemain
hebat?’.” Jordan sebagai sosok pahlawan bagi para penggemarnya, sosok
pemimpin bagi seluruh rekan se-timnya di Chicago Bulls, dan sosok
teladan di mata istri dan anak-anaknya. Sangat beralasan, kenapa Jordan
menjadi bintang yang sangat bersinar hingga mampu mencetak legenda
dalam dunia olahraga Basketball.
Glamor dunia basket di Amerika Serikat maupun dunia merupakan saksi
kehebatan seorang anak manusia yang berhasil menorehkan tinta emas
sejarah yang tak tergantikan. Dua resep sukses hidup dari Michael
Jordan: komitmen terhadap kualitas prestasi hidup dan komitmen untuk
melakukan perbaikan secara kontinu. Bagaimana pula dengan sosok guru
yang kerap disebut sebagai sang pahlawan tanpa tanda jasa? Apakah mereka
juga sering mempertanyakan kualitas kapasitas diri mereka?
Bertanya, berefleksi, dan bersaksi memperbaiki kualitas personal dan
kualitas profesionalismenya adalah syarat perlu hadirnya profil guru
masa depan di dunia pendidikan kita. Tantangan dunia pendidikan pada
masa yang akan datang akan semakin berat. Guru sebagai salah satu bagian
penting dari pendidikan, harus mampu menjadi manusia pembelajar yang
cerdas dan kreatif. Guru akan menjadi cerdas jika mereka mampu mengakses
seluruh sumber ilmu pengetahuan dari buku, lingkungan sekitar,
internet, media masa, dan puspa ragam sumber ilmu pengetahuan lainnya.
Kemudian, berpikir terbuka dalam merespons perubahan yang terjadi,
beradaptasi dengan perkembangan pendidikan yang terjadi dan mampu
mengoptimalkan sumber daya menjadi sebuah inovasi baru di dunia
pendidikan adalah beberapa ciri penting guru kreatif. Namun sayangnya,
tidak mudah bagi seorang guru agar dapat menjadi cerdas dan kreatif.
Lingkungan juga tidak selalu mengizinkan guru untuk menjadi cerdas dan
kreatif. Ada lima problem yang dihadapi guru, yaitu sebagai berikut.
1. Guru kerap harus mengerjakan tugas-tugas administratif yang memustahilkan ia membaca untuk menjadi lebih cerdas.
2. Guru kerap harus mengikuti banyak acara pemerintahan sehingga tidak sempat dan memiliki cukup waktu mendampingi murid untuk menolong proses pencerdasan mereka.
3. Guru sering tidak dapat mengembangkan kecerdasan karena pegangan dari ‘departemen’ sedemikian kaku sehingga waktu termakan habis untuk menghidangkan bahan kurikulum.
4. Guru kadang kala sulit mengembangkan kreativitasnya dalam konteks profesinya karena kehabisan waktu untuk mencari nafkah lewat jalur di luar keguruan.
5. Guru sulit menjadi kreatif karena kita telah melewati suatu masa yang cuku panjang, guru berasal dari lapisan kedua dari deretan murid yang cerdas dan pandai. 10—25 tahun yang lalu, generasi murid cerdas dan pandai enggan dan tidak mau menjadi guru. Sekarang kita malah tidak memiliki pendidikan yang secara khusus dan tepat guna mendidik guru dalam arti kebijakan. Implikasinya, guru menjadi jalur karier, bukan panggilan hidup. Padahal, guru tidak semata-mata suatu pekerjaan yang membutuhkan ijazah, tetapi juga hati. Pekerjaan guru membutuhkan relasi hati.
1. Guru kerap harus mengerjakan tugas-tugas administratif yang memustahilkan ia membaca untuk menjadi lebih cerdas.
2. Guru kerap harus mengikuti banyak acara pemerintahan sehingga tidak sempat dan memiliki cukup waktu mendampingi murid untuk menolong proses pencerdasan mereka.
3. Guru sering tidak dapat mengembangkan kecerdasan karena pegangan dari ‘departemen’ sedemikian kaku sehingga waktu termakan habis untuk menghidangkan bahan kurikulum.
4. Guru kadang kala sulit mengembangkan kreativitasnya dalam konteks profesinya karena kehabisan waktu untuk mencari nafkah lewat jalur di luar keguruan.
5. Guru sulit menjadi kreatif karena kita telah melewati suatu masa yang cuku panjang, guru berasal dari lapisan kedua dari deretan murid yang cerdas dan pandai. 10—25 tahun yang lalu, generasi murid cerdas dan pandai enggan dan tidak mau menjadi guru. Sekarang kita malah tidak memiliki pendidikan yang secara khusus dan tepat guna mendidik guru dalam arti kebijakan. Implikasinya, guru menjadi jalur karier, bukan panggilan hidup. Padahal, guru tidak semata-mata suatu pekerjaan yang membutuhkan ijazah, tetapi juga hati. Pekerjaan guru membutuhkan relasi hati.
Pun demikian, setiap guru memiliki potensi besar untuk cerdas.
Pasalnya, (1) setiap orang sebenarnya adalah kreatif, (2) kreativitas
dibawa sejak lahir, (3) setiap orang dapat belajar menjadi kreatif, dan
(4) kreativitas dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran. Kuncinya
ada pada komitmen untuk menjaga kualitas prestasi hidup dan konsisten
dalam memperbaiki diri agar lebih baik. Ada beberapa pilihan sikap yang
dapat dikembangkan agar guru dapat menjadi lebih cerdas dan kreatif.
Pertama, memiliki rasa ingin tahu. Semangat bertanya untuk menambah
khasanah pengetahuan yang dimilikinya pada saat ini merupakan jendela
pembuka diri dalam menelaah sumber-sumber informasi yang ada di
lingkungan sekitar.
Kedua, berpikir positif dan optimis dalam menghadapi masalah. Challenge of change, memandang masalah sebagai tantangan untuk mengubah diri, bukan merupakan beban dalam hidup.
Ketiga, mau dan mampu menghargai kritik dari orang lain sebagai jembatan loncatan hidup yang lebih prestatif.
Keempat, berani bereksplorasi kreatif, misalnya menggunakan metode pembelajaran yang variatif, menggunakan barang-barang bekas sebagai media pembelajaran tepat guna, dan eksplorasi kreatif lainnya yang mampu menginspirasi para siswa untuk menjadi insan kreatif juga.
Kedua, berpikir positif dan optimis dalam menghadapi masalah. Challenge of change, memandang masalah sebagai tantangan untuk mengubah diri, bukan merupakan beban dalam hidup.
Ketiga, mau dan mampu menghargai kritik dari orang lain sebagai jembatan loncatan hidup yang lebih prestatif.
Keempat, berani bereksplorasi kreatif, misalnya menggunakan metode pembelajaran yang variatif, menggunakan barang-barang bekas sebagai media pembelajaran tepat guna, dan eksplorasi kreatif lainnya yang mampu menginspirasi para siswa untuk menjadi insan kreatif juga.
Petuah bijak menyatakan, “Membutuhkan waktu 20 tahun untuk membangun
reputasi baik, dan hanya membutuhkan waktu 10 detik untuk
menghancurkannya”. Untuk itu, mari kita bangun reputasi baik sebagai
guru cerdas dan kreatif, mengingat upaya ini sebuah konstribusi nyata
menyiapkan generasi masa depan bangsa yang lebih baik. Ini pula satu
agenda kita untuk memulihkan citra guru. Selamat berbakti dan berjuang…!
No comments:
Post a Comment