Virus Corona mulai mewabah di Indonesia pada bulan Maret 2020. Untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 di Indonesia, Presiden Joko Widodo mengimbau seluruh lapisan masyarakat untuk menerapkan physical distancing, hal ini diikuti dengan kebijakan penutupan sekolah sementara dan memindahkan proses belajar mengajar ke rumah. Melalui kebijakan tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan surat edaran, yaitu surat nomor 4 tahun 2020 berisi pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran virus Corona yang menyebabkan penyakit Covid-19, di mana seluruh kegiatan belajar-mengajar di sekolah dipindahkan ke rumah dengan cara belajar dalam jaringan (daring)/belajar jarak jauh. Seluruh pelaku pendidikan harus beradaptasi cepat melalui pembelajaran jarak jauh, tak terkecuali bagi pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 mencatat jumlah ABK di Indonesia mencapai 1,6 juta orang, sedangkan siswa berkebutuhan khusus tercatat 993.000 orang.
Banyaknya jumlah ABK yang terdampak di bidang pendidikan membutuhkan inovasi alternatif belajar yang sesuai dengan kebutuhan masingmasing anak karena ABK memiliki karakter unik yang berbedabeda. Penting untuk memberikan dukungan terhadap guru, anak berkebutuhan khusus, dan orang tua sebagai pelaku utama dalam belajar jarak jauh/daring. Namun hambatan penerapan inovasi alternatif sesuai dengan kebijakan Kemendikbud mengalami banyak hambatan, salah satunya trauma pandemi oleh pihak guru dan orang tua, serta minimnya pengetahuan mengenai teknologi. Oleh karena itu, inovasi pendidikan untuk ABK di tengah pandemi Covid-19 harus aksesibel dan adaptif untuk semua pihak karena belajar jarak jauh tidak hanya identik dengan teknologi semata akan tetapi keterjangkauan pembelajaran oleh semua peserta didik. Permasalahan di atas dapat diminimalisir melalui empat prioritas utama dalam menerapkan kebijakan belajar jarak jauh di tengah trauma pandemi Covid-19 untuk ABK:
Prediktabilitas
Covid-19 telah mengubah kehidupan normal bagi dunia pendidikan. Perubahan tersebut dapat menyebabkan trauma dan kesedihan, tidak hanya untuk anak namun juga untuk orang tua dan guru. Sebagai contoh anak autisme yang sulit untuk berada di ruangan tertutup dan telah memiliki jadwal rutinitas yang berurut menyebabkan perilaku agresif dan tantrum, sehingga orang tua akan mengalami kesulitan waktu yang biasanya dapat dibagi dengan sekolah dan pusat terapi. ABK memerlukan situasi yang dapat diprediksi dengan menciptakan rutinitas baru ketika belajar di rumah, kolaborasi orang tua dan guru penting untuk menentukan waktu yang tepat. Guru dapat memberikan jadwal bergambar berisi aktivitas di rumah yang bisa disesuaikan orang tua, jadwal yang disusun dapat berupa project kegiatan di rumah yang disukai, contohnya jika anak suka memasak, guru dan orang tua dapat mengadaptasi materi pembelajaran melalui kegiatan memasak.
Fleksibilitas
Fleksibilitas merupakan kemampuan untuk beradaptasi dengan efektif dalam situasi berbeda, kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam menerapkan pembelajaran pada ABK ketika belajar jarak jauh. Penerapan fleksibilitas membutuhkan pemahaman guru dan orang tua terhadap kondisi anak dan kondisi lingkungan pendukung pembelajaran anak. Trauma pandemi mengakibatkan kehilangan kontrol metode pembelajaran yang tidak fleksibel. Fleksibilitas dapat dimulai dengan komunikasi terbuka antara guru dan orang tua tentang kebutuhan anak serta prioritas utama anak yang akan dicapai untuk menemukan rutinitas, sumber daya, strategi pembelajaran, dan waktu yang paling mendukung proses pembelajaran. Rutinitas pembelajaran tersebut disesuaikan dengan kondisi siswa tanpa membuat aturan yang sama pada semua siswa oleh guru.
Koneksi
Koneksi dan hubungan adalah kunci untuk bertahan. Guru memiliki peran penting dalam membangun hubungan dengan orang tua dan mengidentifikasi sumber daya lingkungan anak untuk menciptakan rutinitas belajar di rumah yang menyenangkan. Sumber daya manusia di rumah seperti kakak, nenek, kakek, dan orang tua memungkinkan guru untuk menginisiasi pilihan kegiatan dalam pembelajaran. Dengan koneksi lingkungan, apa saja dapat dijadikan sebagai tempat belajar serta membangun hubungan emosional yang sehat sesama anggota keluarga.
Penguatan
Trauma dan ketakutan di tengah pandemi mengurangi semangat untuk belajar dan mengerjakan tugas. Tugas dan metode yang tidak fleksibel dengan lingkungan berakibat pada hasil akhir asal jadi yang hanya dikerjakan oleh orang tua. Guru harus berfokus pada penguatan emosional siswa dan orang tua serta keputusan bersama yang dipilih dalam pembelajaran jarak jauh.
Sumber: majalah Gaharu kemdikbud Juli 2020
No comments:
Post a Comment