Sunday, January 17, 2010

Ketergantungan Kurikulum Diknas ?


Guru dan kurikulum adalah komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Keberhasilan atau kegagalan dari suatu sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh dua faktor tersebut.  Benci atau sukanya siswa terhadap suatu pelajaran bergantung pada bagaimana guru mengajar. Saya katakan bahwa guru adalah ujung tombak dalam sistem pendidikan. Sebagai ujung tombak, tentu kita sangat berharap kepada peran guru dan kharismanya di hadapan siswa.Ada juga guru yang untuk menutupi kemalasannya dan ketidakmampuannya menguasai materi memberikan tugas kepada siswa untuk merangkum materi pelajaran atau membuat makalah dengan topik materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan siswa telah membuat rangkuman atau makalah guru menganggap siswa sudah mempelajari materi tersebut dan menganggap siswa sudah mampu menjawab semua pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Wow, hebat sekali ya! (Jadi, ngapain aja tuh guru?)

Guru yang lainnya, untuk menutupi kemalasannya dan kekurangannya, ada yang memanfaatkan otoritasnya dengan bersikap galak kepada siswa. Ini diharapkan dapat menarik perhatian siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya sehingga guru akan lebih leluasa mengajarkan materi pelajaran.

Wajar saja kalau kegiatan belajar di kelas menjadi kurang menarik dan sulit lha wong gurunya saja tidak pernah memberikan pelajaran sama sekali dan lebih suka marah-marah ketimbang mengajar. Dari mana siswa mendapat tambahan pengetahuan kalau bukan dari guru? Padahal guru bertanggung jawab untuk mengantarkan siswa memahami pelajaran dan membimbing siswa untuk menerapkan pelajaran yang diajarkannya.

Kurikulum yang ada selama ini hanya mampu diikuti oleh segelintir siswa saja yang mampu sedangkan sebagian besar siswa tidak dapat mengikuti apa yang diajarkan oleh guru. Mengapa ? Seharusnya kurikulum dibuat untuk dapat diikuti oleh semua siswa, tidak hanya oleh segelintir siswa yang pintar saja.  Dan belum tentu bisa dipahami oleh semua siswa karena kemampuan masing-masing siswa berbeda-beda. Akibatnya, tidak cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum. Guru pun hanya berpedoman pada kurikulum Diknas sesuai ketentuan UN atau sesuai acuan target kisi-kisi soal ujian nasional tidak melihat segi psikomotorik siswa, yang pada akhirnya guru tidak bisa mengembangkan kurikulum yang bernama kebebasan berpikir, kreativitas maupun imanjinasi ujian yang telah dibuatnya.

Sangat sinis sekali seandainya siswa harus berpacu pada materi-materi  UN tapi kecerdasan dalam berpikir imajinasi terkena batin yang akhirnya siswa hanya menggeleng-geleng kecapean atau dengan nada " Huh letih sekali". Apakah pendidikan itu membuat melemahkan konsentrasi siswa dalam belajar atau sebagai ancaman agar tidak bisa lulus ? Kewajiban yang harus direformasi dalam pendidikan agar bagaimana kelulusan sekolah agar anak itu bisa mendapatkan pengalaman dan pengembangan kreativitas belajarnya bukan dilihat sebagai ancaman dalam belajarnya. Sehingga Kelululusan menjadi sebuah impian teror bagi siswa yang bisa membunuh karakter siswa atau akhirnya dengan perkataan "Yang penting lulus dulu" namun keyakinan pengalaman pembelajaran hanya terhenti diam tanpa melihat segi nyata ketika ia mendapatkan ilmu yang nyata ditempat kerja atau aktivitas lingkungan siswa yang ia temukan disekitarnya.

Akan tetapi, karena kurikulum telah dijadikan pedoman dan bahkan seolah-olah bagaikan kitab suci yang wajib digunakan, kekurangan-kekurangan yang ada dalam kurikulum tidak bisa diganggu gugat. Ini menjadi beban tersendiri buat guru dan siswa. Padahal kurikulum bisa membuat keluasan berpikir guru untuk mendapatkannya dari berbagai media mulai dari indikator keberhasilan, waktu, media pembelajaran dari luar negeri maupun studi banding kurikulum sekolah yang mapan dan sukses. Begitu luar biasanya penanaman siswa utuk  berpikir memberikan karya kreativitas anak agar negara bisa maju dikarenakan keistimewaan siswa yang selalu mempunyai daya pikir yang luarbiasa dan kebebasan dalam berkarya. begitu banyaknya negara maju membuat hipotesis atau hasil temuan-temuan baru dikarenakan siswa dan guru saling berkompetisi untuk selalu mengembangkan pikiran-pikiran baru agar menjadi peneliti baru dan bagaimana seseorang bisa mempunyai hasil temuan karya dirinya sendiri. Tidak salahnya kalo kita bisa melanjutkan generasi yang berpikir dengan temuan yang baru  tanpa harus selalu merujuk pada kurikulum Diknas. Pada akhirnya kurikulum menjadikan boneka hiasan namun kurang dipahami bahkan dimengerti oleh sang pendidik . tentunya harus mengambil jalan baru atau yang terbaik kurikulum tersebut.

GURU ADALAH CERMIN UNTUK MURIDNYA.
GURU BUKAN KERJA SAMPINGAN.
GURU YANG MENJADIKAN NEGARA MAJU ATAU TERPURUK.

Guru mengajar dengan AKAL dan pengetahuannya maka akan diterima oleh AKAL muridnya.
Guru mengajar dengan HATI dan rasa tanggung jawabnya, maka akan diterima oleh HATI muridnya dengan penuh tanggung jawab.
Guru mengajar dengan hawa nafsu dan ke”bodoh”annya,maka akan diterima oleh HAWA NAFSU muridnya dengan kebencian dan ketidaktahuannya.

Ada ilmu yang dibutuhkan siswa dalam hidupnya, tapi siswa tidak tahu terhadap ilmu itu, wajib disampaikan dan diajarkan dengan cara bagaimana supaya siswa itu butuh pada ilmu itu dan mengejarnnya.

Ada ilmu yang dibutuhkan siswa dalam hidupnya, dan siswa tahu ilmu itu dibutuhkannya,wajib disampaikan dan diajarkan dengan cara bagaimanapun biasanya siswa itu butuh pada ilmu itu maka akan mengejarnya.

Apakah harus ketergantungan kurikulum Diknas ? Hanya Anda yang bisa menjawab atau memang harus ditinggalkan semuanya ?

Dian Parikesit, S.Pd

No comments: