Thursday, May 13, 2010
Target Belajar mengejar Prestasi?
Ketika itu ada salah satu orang tua mengeluh akan belajarnya disekolah dikarenakan belajar sering malas, mudah bertengkar dan susah untuk diberi nasehat. Namun tidak hanya orangtua yang mengeluh, guru dan sahabatnya juga mengeluh ada apa dengan si Fulan ini ya? Ternyata sikap dan daya nalar bagi siswa terhadap guru maupun orang tua belum bisa mengetahui apakah ia bisa naik kelas/lulus di sekolahnya ?
Pasti ini pertanyaan besar bagi orang tuanya, bahkan orang tuanya pun tidak yakin akan bisa naik kelas. Akhirnya keyakinan dan motivasi anak haruslah didukung dari masalah belajar, bermain, maupun kebutuhan makan dan minumnya harus dipantau juga. Padahal sekolah juga adalah tempat bermain, mencari teman, berkreativitas maupun mandiri dalam belajarnya sehingga mampu memberikan yang terbaik dalam belajarnya. Biasanya si anak ini pola tidur tidak teratur, makannya kurang atau keseringan dalam bermain games sehingga ia lupa pada identitas dalam dirinya. Tapi apa daya, keinginan orang tua inginnya naik kelas atau lulus dari sekolah harus 100 %.
Apakah selama ini orang tua lupa pernahkah berkomunikasi dengan si anak ? karena kesulitan berkomunikasi ternyata bisa menjadikan yang sangat fatal sekali pada si Anak karena itu juga hambatan. Ada salah satu sahabat saya begitu luar biasanya yang namanya TELEVISI tidak ada waktu belajar hanya untuk menghabiskan menonton saja bagi si Anak apalagi games/internet yang akhirnya pengganti belajar lupa kontrol untuk berusaha ia harus melaksanakan amanah dalam pendidikan. Tapi bagaimana hasilnya ? luar biasa hasilnya terbukti anak lebih mandiri, selalu mengerjakan PR/tugas bahkan nilai pun sangat memuaskan bahkan hampir semuanya anak tersebut Hafidz Qur'an semuanya. Kenapa bisa begitu ya?
Memang setiap zaman akan mengikuti zaman modern apalagi yang namanya teknologi. Akan tetapi jangan sampai teknologi yang pada akhirnya membuat bodoh dan malas dalam keseharian dirumah maupun disekolah. Lihat saja masak nasi saja nggak perlu dikuras atau pakai kukus lagi tinggal pencet ricecocer atau seperti TV pun nggak perlu tekan tombol tinggal pakai remote control. Semuanya lebih praktis karena kecanggihan teknologi. Akan tetapi ketika dunia praktis (serba bisa) harus juga seimbang dengan kemandirian bagi si anak seperti makan, mandi, tidur, bahkan belajar mereka yang harusnya mandiri tidak disuruh atau perintah lagi dari guru atau orangf tuanya.
Oleh karena itu perlu ada keseimbangan apakah anak sekolah harus lulus atau harus mengejar prestasi? Ya tentunya harus kedua-duanya dengan jalan mereka belajar bukan untuk mencari target akan tetapi mereka hanya berusaha yang terbaik dalam belajarnya karena itu merupakan hasil evaluasi bagi orang tua juga dan guru yang terus memantau evaluasi belajarnya. Apakah guru maksimal mengajarnya disekolah? Apakah orang tua selalu setiap hari mengevaluasi belajarnya? Tentu saja tidak semua terkontrol. Oleh karena itu target anak dalam belajar tentu mempunya cara tersendiri agar prestasinya terbaik dan senang atas keberhasilan dalam usaha belajarnya. Karena anak juga punya peranan yang berbeda-beda, ia mendapatkan tugas bagaimana cara ia bisa berteman, bermain, berdiskusi (sharing) maupun mencari apa saja yang terbaik dalam belajarnya.
Sangat ironi sekali jika anak tidak mencapai target prestasinya dari sekolah yang akhirnya anak despresi, bunuh diri bahkan tidak mau berbicara dengan orang lain karena persepsi anak akhirnya mereka mengatakan sia-sia dalam belajarnya bahkan ada yang mengatakan "oh ternyata ada sifulan main-main tapi hasilnya bagus atau sebaliknya". Itulah dilema dunia pendidikan kita yang akhirnya kreativitas, aktif belajar tidak dilandasi dengan kemauan/kerja kerasnya kreatif mandiri anak hanya kebanyakan menilai dari target kurikulum Diknas ataupun nilai "an sih" saja, kurang jelasnya dalam evaluasi guru, orang tua maupun tugas Diknas sekalipun masih dipertanyakan. Wallahu' alam bi showab
Dian Parikesit, S.Pd
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment