Monday, May 31, 2010
Menumbuhkan Semangat Kerjasama di Sekolah
Kerja sama merupakan salah satu fitrah manusia sebagai mahluk sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sangat luas dalam kehidupan manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif. Dalam hal apa, bagaimana, kapan dan di mana seseorang harus bekerjasama dengan orang lain tergantung pada kompleksitas dan tingkat kemajuan peradaban orang tersebut. Semakin modern seseorang, maka ia akan semakin banyak bekerja sama dengan orang lain, bahkan seakan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu tentunya dengan bantuan perangkat teknologi yang modern pula.
Bentuk kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok orang dan usia. Sejak masa kanak-kanak, kebiasaan bekerjasama sudah diajarkan di dalam kehidupan keluarga. Setelah dewasa, kerjasama akan semakin berkembang dengan banyak orang untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pada taraf ini, kerjasama tidak hanya didasarkan hubungan kekeluargaan, tetapi semakin kompleks. Dasar utama dalam kerja sama ini adalah keahlian, di mana masing-masing orang yang memiliki keahlian berbeda, bekerja bersama menjadi satu kelompok/tim dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kerja sama tersebut adakalanya harus dilakukan dengan orang yang sama sekali belum dikenal, dan begitu berjumpa langsung harus bekerja bersama dalam sebuah kolempok. Oleh karena itu, selain keahlian juga dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri dalam setiap lingkungan atau bersama segala mitra yang dijumpai.
Dari sudut pandang sosiologis, pelaksanaan kerjasama antar kelompok masyarakat ada tiga bentuk, yaitu: (a) bargaining yaitu kerjasama antara orang per orang dan atau antarkelompok untuk mencapai tujuan tertentu dengan suatu perjanjian saling menukar barang, jasa, kekuasaan, atau jabatan tertentu, (b) cooptation yaitu kerjasama dengan cara rela menerima unsur-unsur baru dari pihak lain dalam organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan stabilitas organisasi, dan (c) coalition yaitu kerjasama antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Di antara oganisasi yang berkoalisi memiliki batas-batas tertentu dalam kerjasama sehingga jati diri dari masing-masing organisasi yang berkoalisi masih ada. Bentuk-bentuk kerjasama di atas biasanya terjadai dalam dunia politik (Soekanto, 1986).
Selain pandangan sosiologis, kerjasama dapat pula dilihat dari sudut manajemen yaitu dimaknai dengan istilah collaboration. Makna ini sering digunakan dalam terminologi manajemen pemberdayaan staf yaitu satu kerjasama antara manajer dengan staf dalam mengelola organisasi. Dalam manajemen pemberdayaan, staf bukan dianggap sebagai bawahan tetapi dianggap mitra kerja dalam usaha organisasi (Stewart, 1998).
Kerja sama (collaboration) dalam pandangan Stewart merupakan bagian dari kecakapan ”manajemen baru” yang belum nampak pada manajemen tradisional. Dalam bersosialisasi dan berorganisasi, bekerjasama memiliki kedudukan yang sentral karena esensi dari kehidupan sosial dan berorganisasi adalah kesepakatan bekerjasama. Tidak ada organisasi tanpa kerjasama. Bahkan dalam pemberdayaan organisasi, kerjasama adalah tujuan akhir dari setiap program pemberdayaan. Manajer akan ditakar keberhasilannya dari seberapa mampu ia menciptakan kerjasama di dalam organisasi (intern), dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak di luar organisasi (ekstern).
Sekolah adalah sebuah oganisasi. Di dalam sekolah terdapat struktur organisasi, mulai kepala sekolah, wakil kepala, dewan guru, staf, komite sekolah, dan tentu saja siswa-siswi. Dalam sekolah terdapat kurikulum dan pembelajaran, biaya, sarana, dan hal-hal lain yang harus direncanakan, dilaksankan, dipimpin, dan diawasi, yang kesemuanya itu bermuara pada hubungan kerja sama atau human relation.
Terkait dengan cara menumbuhkan semangat kerjasama di lingkungan sekolah, Michael Maginn (2004) mengemukakan 14 (empat belas) cara, yakni:
1.Tentukan tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan sebuah kapal yang berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau arah yang jelas, tim tidak akan menghasilkan apa-apa. Tujuan memerupakan pernyataan apa yang harus diraih oleh tim, dan memberikan daya memotivasi setiap anggota untuk bekerja. Contohnya, sekolah yang telah merumuskan visi dan misi sekolah hendaknya menjadi tujuan bersama. Selain mengetahui tujuan bersama, masing-masing bagian seharusnya mengetahui tugas dan tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
2.Perjelas keahlian dan tanggung jawab anggota. Setiap anggota tim harus menjadi pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab terhadap suatu bidang atau jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para guru selain melaksanakan proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas tambahan, seperti menjadi wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan lain-lain. Agar terbentuk kerja sama yang baik, maka pemberian tugas tambahan tersebut harus didasarkan pada keahlian mereka masing-masing.
3.Sediakan waktu untuk menentukan cara bekerjasama. Meskipun setiap orang telah menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui kerja sama, namun bagaimana kerja sama itu harus dilakukan perlu adanya pedoman. Pedoman tersebut sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang terlibat. Pedoman dapat dituangkan secara tertulis atau sekedar sebagai konvensi.
4.Hindari masalah yang bisa diprediksi. Artinya mengantisipasi masalah yang bisa terjadi. Seorang pemimpin yang baik harus dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul, bukan sekedar menyelesaikan masalah. Dengan mengantisipasi, apa lagi kalau dapat mengenali sumber-sumber masalah, maka organisasi tidak akan disibukkan kemunculan masalah yang silih berganti harus ditangani.
5.Gunakan konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama. Peraturan tim akan banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan pekerjaannya dan menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah. Selain itu perlu juga ada konsensus tim dalam mengerjakan satu pekerjaan..
6.Ajarkan rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksi. Yang dibutuhkan anggota tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja, norma, dan nilai-nilai tim. Di lingkungan sekolah ada guru baru atau guru pindahan dari sekolah lain, sebagai anggota baru yang baru perlu ”diajari” bagaimana bekerja di lingkungan tim kerja di sekolah. Suatu sekolah terkadang sudah memiliki budaya saling pengertian, tanpa ada perintah setiap guru mengambil inisiatif untuk menegur siswa jika tidak disiplin. Cara kerja ini mungkin belum diketahui oleh guru baru sehingga perlu disampaikan agar tim sekolah tetap solid dan kehadiran guru baru tidak merusak sistem.
7.Selalulah bekerjasama, caranya dengan membuka pintu gagasan orang lain. Tim seharusnya menciptakan lingkunganyang terbuka dengan gagasan setiap anggota. Misalnya sekolah sedang menghadapi masalah keamanan dan ketertiban, sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama sehingga kerjasama tim dapat berfungsi dengan baik.
8.Wujudkan gagasan menjadi kenyataan. Caranya dengan menggali atau memacu kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di sekolah banyak sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk diwujudkan agar tim bersemangat untuk meraih tujuan. Dalam menggali gagasan perlu mencari kesamaan pandangan.
9.Aturlah perbedaan secara aktif. Perbedaan pandangan atau bahkan konflik adalah hal yang biasa terjadi di sebuah lembaga atau organisasi. Organisasi yang baik dapat memanfaatkan perbedaan dan mengarahkannya sebagai kekuatan untuk memecahkan masalah. Cara yang paling baik adalah mengadaptasi perbedaan menjadi bagian konsensus yang produktif.
10.Perangi virus konflik, dan jangan sekali-kali ”memproduksi” konflik. Di sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang tidak merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini sumber konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing. Konflik dapat melumpuhkan tim kerja jika tidak segera ditangani.
11.Saling percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit bagi tim untuk bekerja bersama. Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga jarak, tidak siap berbagi informasi, tidak terbuka dan saling curiga.. Situasi ini tidak baik bagi tim. Sumber saling ketidakpercayaan di sekolah biasanya berawal dari kebijakan yang tidak transparan atau konsensus yang dilanggar oleh pihak-pihak tertentu dan kepala sekolah tidak bertindak apapun. Membiarkan situasi yang saling tidak percaya antar-anggota tim dapat memicu konflik.
12.Saling memberi penghargaan. Faktor nomor satu yang memotivasi karyawan adalah perasaan bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan danm prestasi organisasi. Setelah sebuah pekerjaan besar selesai atau ketika pekerjaan yang sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota tim untuk merayakannya. Di sekolah dapat dilakukan sesering mungkin setiap akhir kegiatan besar seperti akhir semester, akhir ujian nasional, dan lain-lain.
13.Evaluasilah tim secara teratur. Tim yang efektif akan menyediakan waktu untuk melihat proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota diminta untuk berpendapat tentang kinerja tim, evaluasi kembali tujuan tim, dan konstitusi tim.
14.Jangan menyerah. Terkadang tim menghadapi tugas yang sangat sulit dengan kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Tim bisa menyerah dan mengizinkan kekalahan ketika semua jalan kreativitas dan sumberdaya yang ada telah dipakai. Untuk meningkatkan semangat anggotanya antara lain dengan cara memperjelas mengapa tujuan tertentu menjadi penting dan begitu vital untuk dicapai. Tujuan merupakan sumber energi tim. Setelah itu bangkitkan kreativitas tim yaitu dengan cara menggunakan kerangka fikir dan pendekatan baru terhadap masalah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment