Syarat kelulusan Ujian Nasional SMP, SMA, SMK bertambah berat. Mata pelajaran yang diujikan juga bertambah. UASBN akhirnya digelar juga. Kecemasan itu ada baiknya.
Jumlah peserta ujian nasional SMP/MTs/SMPLB sebanyak 3.567.472, dan siswa SMA/MA/SMK sebanyak 2.260.148. Siswa SD/MI/SDLB yang tahun 2008 baru mengikuti UASBN tercatat sebanyak 4.599.217 siswa. Orangtua dan sekolah bisa sedikit bernafas lega karena ujian nasional tidak perlu merogoh kocek wali siswa. Pemerintah mendanai semua proses pelaksanaan ujian nasional.
”Total dana yang dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan UN dan UASBN sebesar Rp 572.850.000.000,” kata Prof. Dr. Mansyur Ramly, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas. Dana tersebut termasuk biaya untuk ujian nasional pendidikan kesetaraan, biaya operasional tim pemantau independen dan biaya sosialisasi UN dan UASBN.
Persiapan siswa menghadapi ujian nasional tahun ini dituntut lebih ekstra keras. Pasalnya, mulai tahun ini, standar nilai rata-rata kelulusan dinaikkan dari dari 5,00 (tahun 2007) lalu menjadi 5,25. “Tidak ada nilai di bawah 4,25 atau boleh memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran namun nilai mata pelajaran lainnya minimal 6,00. Khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran kompetensi keahlian kejuruan minimal harus 7,00,” kata Prof. Djemari Mardapi, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Depdiknas, pada jumpa pers Selasa (8/4) lalu.
Beban ujian tahun yang akan datang juga bertambah berat. Mata pelajaran yang diujikan untuk jenjang SMA/MA program IPA meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Kimia, Fisika, dan Biologi. Untuk SMA program IPS, ujian meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi. Siswa program Bahasa mengikuti ujian Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Sastra Indonesia, Bahasa Asing, dan Antropologi, sedangkan Program Keagamaan meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Matematika, dan Tasawuf/Ilmu Kalam.
Pada jenjang SMK mata pelajaran yang diujikan meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Sedangkan siswa SMP harus mampu mengerjakan soal-soal Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Pro-kontra UASBN
Ujian nasional format anyar dialami siswa SD/MI/SDLB. Tahun ini siswa SD dan setara mengikuti ujian Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Berbeda dengan pola ujian nasional buat siswa SMP dan SMA, ujian untuk siswa SD, soal-soalnya sebagian besar disusun daerah masing-masing. Perbandingan soal dari pusat dan provinsi rasionya 25%: 75%.
Berbeda halnya dengan ujian nasional SMP, SMA, dan SMK yang seluruhnya disusun penyelenggara dari pusat. ”Penyusunan soal-soal UN dasarnya adalah standar kompetensi lulusan. Materinya merupakan irisan dari kurikulum 1994, 2004, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),” kata Djemari.
Berkaitan dengan UASBN SD yang sempat menjadi pro kontra beberapa waktu yang lalu, menurut Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Dr. Burhanuddin Tolla, M.A, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan UASBN untuk siswa SD.
“Kita tidak perlu ragu lagi melaksanakan ujian nasional ini, karena satu-satunya cara untuk meningkatkan mutu adalah dengan melakukan evaluasi yang melalui UN dan UASBN ini. Hasil assessment kami di lapangan, justru dengan adanya UN ini para guru mengajarnya lebih baik. Manajemen kepala sekolah pun semakin meningkat,” kata Burhanuddin Tolla.
Burhanudin Tolla sangat berharap dengan adanya UASBN ini bangsa Indonesia akan selangkah lebih maju dan tidak kalah dengan negara–negara lain. Ada sejumlah “keringanan” bagi siswa SD dalam menempuh UASBN. Di antaranya, jenis soal UASBN menggunakan pola pilihan ganda (multiple choice). Peserta UASBN juga dibolehkan mengikuti ujian susulan, bagi siswa yang dinyatakan sakit oleh dokter, atau mereka yang mengikuti even mewakili Indonesia di ajang dunia seperti olimpiade.
Djemari Mardapi juga menambahkan, ada efek psikologis dari orangtua siswa SD dalam menyiapkan anak-anak mereka. “Kami lihat sisi positifnya saja, para orangtua kian serius memperhatikan anaknya. Siswa juga semakin belajar lebih keras dalam menghadapi ujian. Kecemasan itu ada baiknya juga,” ujar Djemari santai.
Kelulusan siswa SD mutlak diserahkan pada sekolah. “Kriteria kelulusan UASBN ditetapkan oleh setiap sekolah/madrasah yang peserta didiknya mengikuti UASBN. Kriteria kelulusan UASBN itu ditetapkan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diajukan dan nilai rata-rata ketiga mata pelajaran,” kata Djemari.
Perketat Pengawasan
Di setiap provinsi, rektor salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) di provinsi tempat pelaksanaan ujian nasional, diangkat sebagai penanggung jawab TPI Provinsi, didukung unsur PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Kopertis, dan Kopertais. “Anggota TPI adalah para dosen, dan asosiasi profesi pendidikan bukan guru. Untuk daerah terpencil dan sulit dijangkau, mahasiswa diperbolehkan menjadi anggota TPI,” ujar Djemari Merdapi merinci.
Pada tingkat provinsi, dibentuk dua Pemantau A dan Pemantau B. Pemantau A mengawasi kegiatan yang meliputi penggandaan naskah dan bahan pendukung UN, distribusi ke penyelenggara UN di tingkat kabupaten/kota, pengumpulan, proses scanning dan pengiriman hasil scanning lembar jawaban UN (LJUN) sedangkan Pemantau B mengkoordinasi pemantauan kegiatan UN di kabupaten/kota yang terdapat di provinsi tersebut.
Pada tingkat kabupaten/kota dibentuk pemantau C dan pemantau D. Pemantau C mengawasi kegiatan penyelenggaraan UN di tingkat kab/kota yang meliputi penerimaan bahan UN dari penyelenggara UN tingkat provinsi, penyimpanan naskah UN di kab/kota dan distribusi ke sekolah, sedangkan pemantau D mengkoordinasi pemantauan di sejumlah sekolah, meneliti kesesuaian sekolah penyelenggara UN, meneliti calon pengawas yang ditugaskan di sejumlah sekolah.
No comments:
Post a Comment