Memiliki jabatan yang tinggi merupakan cita-cita kebanyakan orang.
Sesulit apapun jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya, akan
dilakukan dengan sepenuh hati bagaimanapun caranya. Pada kenyataannya
tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk memilikinya, meski
mungkin telah melakukan cara-cara yang sama dalam memenuhi segala
persyaratan yang ada untuk mendapatkan jabatan tersebut.
Untuk ukuran saat ini hanya orang-orang yang memiliki uang milyaran
rupiah yang bisa menduduki jabatan tinggi di kursi pemerintahan. Yang
hanya memiliki uang pas-pasan, cukup menduduki jabatan sebagai pemimpin
bagi dirinya sendiri.
Kehilangan materi, akal bahkan jiwa merupakan risiko yang harus
dihadapi oleh mereka yang sedang berlomba untuk mendapatkan kursi. Belum
lagi risiko lain di akhirat yang harus diterima karena kegagalannya
dalam memimpin.
Ada jabatan mulia yang sering dilupakan orang, yaitu jabatan sebagai
hamba Allah SWT. Jabatan ini tidak membutuhkan persyaratan yang rumit.
Semua orang bisa memilikinya, apapun profesinya, tukang becak, guru,
pengacara, presiden, direktur, office boy, orang miskin, orang kaya,
laki-laki, perempuan, tua, muda, bahkan orang buta bisa memiliki jabatan
tersebut. Selagi kita menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan
menjauhi larangan-laranganNya maka otomatis kita terangkat mendapatkan
jabatan yang mulia sebagai hamba Allah.
Sahabat Ibnu Umar ra berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw
bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, dan
akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang lelaki
adalah pemimpin dalam rumah tangga, dan akan dimintai pertanggungjawaban
atas kepemimpinannya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya,
dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pembantu
rumah tangga adalah pemimpin dalam menjaga harta kekayaan tuannya, dan
akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan setiap kamu
adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda: ‘Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan
jabatan kepada orang yang meminta dan tidak pula kepada orang yang
berharap-harap untuk diangkat’. (HR. Bukhari dan Muslim). Senada dengan
hadits ini, Nabi Muhammad SAW berkata kepada Abdur Rahman Ibnu Samurah
ra.: ‘Wahai Abdur Rahman, Janganlah engkau meminta untuk diangkat
menjadi pemimpin. Sebab, jika engkau menjadi pemimpin karena
permintaanmu sendiri, tanggung jawabmu akan besar sekali. Dan jika
engkau diangkat tanpa permintaanmu sendiri engkau akan ditolong orang
dalam tugasmu.’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain dijelaskan, Abu Dzar ra. Pernah berkata: ‘Aku
bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak
hendak mengangkatku memegang suatu jabatan?’ Rasulullah SAW menepuk
bahuku dan berkata: ‘Wahai Abu Dzar, engkau ini lemah sedangkan jabatan
itu amanah yang pada hari kiamat kelak harus dipertanggung jawabkan
dengan resiko penuh penghinaan dan penyesalan, kecuali orang yang
memenuhi syarat dan dapat memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya
dengan baik’. (HR. Muslim)
Dari keterangan-keterangan hadits di atas, maka dapat disimpulkan,
mengajukan diri untuk diangkat menjadi pemimpin adalah sesuatu yang
tercela apalagi tidak dibarengi dengan kelayakan diri menjadi pemimpin.
Namun sebaliknya, apabila seseorang diangkat menjadi pemimpin karena
dukungan atau permintaan umat, memenuhi syarat dan mampu menjalankan
tugas dengan amanah, maka yang seperti ini tidaklah tercela.
Jika berharap atau meminta diangkat menjadi pemimpin atau pejabat itu
tercela, lalu bagaimana dengan apa yang pernah dilakukan Nabi Yusuf
a.s. yang meminta jabatan dan menonjolkan dirinya agar diberikan jabatan
itu? Sebagaimana dikisahkan dalam Al Quran: “Jadikanlah aku
bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku pandai menjaga lagi
berpengetahuan.” (Q.S. Yusuf: 55).
Sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran: “(Di antara sifat hamba
Allah yang mendapatkan kemuliaan) adalah orang-orang yang berkata: Wahai
Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami
sebagai penyenang hati dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi
orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. al-Furqan: 75)
No comments:
Post a Comment