Saturday, February 21, 2015

Teknologi Ancam Hubungan Keluarga?



Teknologi dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Keberadaannya dapat berdampak positif dan juga negatif. Salah satu lingkungan terkecil yang lekat dan mendapatkan dampak dari teknologi adalah keluarga. Teknologi seperti smartphone dapat mendekatkan jarak antara orang tua dan anak. Sebaliknya, ia juga dapat merenggangkan jarak antar anggota keluarga yang begitu sibuk dengan smartphonenya ketika berkumpul bersama. Baru-baru ini sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekalipun anak-anak menyukai teknologi, setengah dari mereka mengalami tekanan dalam hubungan keluarga. Dikutip dari Antara, The Halifax Insurance Digital Hime mengeksplorasi penggunaan teknologi pada 1.000 orang tua dan anak-anak berusia 7-17 tahun untuk memahami pengaruh teknologi pada kehidupan keluarga. Hasilnya mengejutkan, saat ini anak-anak memiliki perangkat teknologi dan sepertiganya selalu siaga memeriksa ponsel dalam kurun waktu satu jam. Dua pertiga diketahui menggunakan perangkat di tempat tidur termasuk ponsel dan tablet.

Perilaku siaga pada perangkat teknologi (ponsel) telah memberikan perubahan hubungan berkeluarga. Hal ini terlihat dari hasil studi tersebut yang menyebut lebih dari sepertiga dari anak-anak berkomunikasi dengan anggota keluarga menggunakan gadget meskipun berada dalam satu atap rumah yang sama. Selain itu, sepertiga dari orang tua dan anak-anak menggunakan perangkat teknologi di meja makan.
Psikolog pendidikan, Dr. Kairen Cullen dikutip dari Antara (18/3), menyebutkan saat ini orang tua harus beradaptasi dengan iklim komunikasi yang berbeda. Mereka juga harus memastikan percakapan terbuka dan bermakna dengan anak-anak mereka yang telah tumbuh dengan media sosial. Menurutnya, komunikasi virtual tidak akan pernah menggantikan kontak tatap muka keluarga.
"Teknologi modern adalah bagian dari kehidupan kontemporer dan tercermin dalam cara keluarga menggunakannya. Namun, hal ini menjadi jelas bahwa sejumlah anak-anak dan orang muda menggunakan teknologi secara berlebihan," ujar psikolog pendidikan, Dr Kairen Cullen, seperti dilansir Female First
Perubahan perilaku hubungan berkeluarga dewasa ini telah menjangkit bahkan sejak anak-anak masih bayi. Hal ini terlihat dari hasil studi yang menemukan perangkat teknologi mempengaruhi pola pengasuhan. Sekitar dua per tiga orang tua menghibur anak-anak mereka dengan perangkat teknologi. Namun, lebih dari setengah orang tua merasa prihatin atas banyak waktu yang anak mereka habiskan bersama perangkat teknologi.
Kemudian, sekiar 35 persen orang tua mengaku tidak tahu bagaimana anak-anak menggunakan perangkat yang ditempatkan di ruangan mereka. Orang tua pun khawatir mereka tidak dapat mengkontrol penggunaan teknologi anak-anak mereka.
Fakta hasil studi tersebut juga memperlihatkan bahwa perubahan perilaku anak-anak karena teknologi memiliki kurangnya keteladanan. Sekitar 30 persen anak-anak mengklaim orang tua memberikan contoh buruk dalam penggunaan teknologi. Misalnya, rata-rata orang tua menghabiskan waktu tiga jam sehari untuk menonton televisi.
Hasil studi menjadi pembenaran fenomena perubahan pola sosialiasasi manusia karena teknologi. Orang tua perlu mengajarkan sejak dini pada anak-anak mereka tentang penggunaan perangkat teknologi. Jika tidak, jangan-jangan masa depan akan menjadi seperti di dalam film “Wall E”: manusia kelak akan lumpuh karena segala aktivitasnya telah tergantikan oleh teknologi.

No comments: