Kisah ini berawal dari seorang pemuda yang hidup di Hawai. Tidak seperti orang normal lainnya, ia hanya mempunyai tangan kiri, sedang tangan kanannya tidak ada sejak lahir. Dengan keadaan yang cacat seperti ini, ia sering dihina dan diolok-olok oleh teman-temannya.
Suatu hari, saat pulang sekolah si pemuda diejek dan dipermainkan oleh teman-temannya, dan mereka menghinanya karena hanya memiliki satu tangan. Secara kebetulan, kejadian itu menarik perhatian seorang pria tua yang ternyata adalah seorang guru beladiri (di Hawai banyak orang keturunan Jepang yang ahli beladiri), dan guru itu bertanya kepadanya, “Apakah kamu mau kalau saya mengajarimu ilmu beladiri supaya kamu menjadi percaya diri?” “Mau, saya sangat mau!” jawab pemuda itu dengan semangat.
Akhirnya, si pemuda cacat itu diajari satu jurus kuncian, dan ia diminta untuk terus mempraktikkannya. Hingga berminggu-minggu lamanya, pemuda itu terus menerus mempraktikkan satu jurus yang itu-itu saja. Pada minggu ke-16, ia merasa sudah cukup pandai. Lalu berkata, “Guru, tolong ajarkan kepada saya jurus yang lainnya.” Gurunya menjawab, “Praktikkan jurus itu lagi, sekarang belajar lebih cepat, dan lebih kuat!” Setelah beberapa minggu, kembali pemuda itu mengatakan, “Guru saya sudah ahli.” Gurunya menjawab, “Kamu harus lebih kuat, lebih cepat lagi, setelah itu kamu akan diberi lawan tanding!”
Tak lama kemudian, sang Guru bertanya, “Apakah kamu sudah ahli? kalau memang kamu sudah merasa ahli, selanjutnya kamu bisa praktikkan dengan lawan tandingmu.”
Ternyata ..jurusnya bekerja dengan sempurna, ia bisa mengalahkan lawan tandingnya dengan mudah. Sang Guru merasa puas dengan hasil tersebut, dan berkata, “Baiklah,
sekarang kamu akan saya daftarkan dalam pertandingan beladiri berkelas.”
Namun si pemuda itu berteriak, “Tapi guru, saya kan baru bisa menguasai satu jurus, mengapa guru sudah mendaftarkan saya?” Gurunya menjawab, “Tidak masalah!”
Si pemuda berpikir, “hemm..kalau saya didaftarkan ke suatu pertandingan, munkin nanti saya akan diajari jurus yang baru, toh pertandingan masih 8 minggu lagi.”
Ternyata tidak, dia tetap diajari satu jurus yang sama, satu jurus kuncian, terus menerus mempraktikkan satu jurus itu.
Dalam latih tanding, ia dapat mengalahkan semua lawan tandingnya. Lalu ia berkata, “Guru, apakah saya harus mengikuti pertandingan hanya berbekal satu jurus ini? Gurunya menjawab, “Sudahlah, ga perlu kuatir, yang penting kamu terus praktikkan dengan lebih cepat dan lebih kuat untuk menyempurnakannya.”
Tibalah hari pertandingan. Dan si pemuda tersebut tetap hanya menggunakan satu jurusnya untuk bertarung dengan lawan. Ketika menghadapi lawan pertama, dengan cepat ia dapat mengunci lawannya sehingga tidak dapat bergerak sama sekali dan menyerah. Di pertandingan kedua dan ketiga, ia dapat menang juga dengan jurus yang sama. Hingga akhirnya ia dapat lolos ke babak semi final, dan dia berkata kepada gurunya, “Guru, cepat ajarkan saya jurus yang baru. Saya sudah menang tiga kali menggunakan satu jurus yang sama, musuh pasti sudah bisa membaca jurusku, tolong ajarkan saya jurus yang lainnya, guru..” Gurunya menjawab dengan tenang dan tegas, “Sudahlah, kamu tetap pakai jurus itu saja, tapi dengan lebih cepat dan lebih kuat.”
Akhirnya dengan sedikit terpaksa, pemuda itu maju ke babak semifinal dengan tetap menggunakan satu jurus tadi, dan ternyata lawannya dapat dikunci dengan cepat dan menyerah kalah. Iapun berteriak merayakan kemenangannya.
Saat finalpun tiba, kali ini lawannya adalah juara bertahan selama tujuh kali berturut-turut. Secara spontan, ia berkata lagi kepada gurunya, “Guru, kali ini saya benar-benar tidak berkutik, lawan saya adalah juara bertahan dengan rekor tujuh kali mempertahankan gelar..dan pasti dia sudah mempelajari jurus saya.” Si pemuda tampak ketakutan dan mulai tertekan, ia berkata dengan lirih, “Tolong guru…ajari saya jurus sakti, tolonglah saya guru!” Gurunya menjawab, “Tidak! Kamu tetap masuk final hanya dengan satu jurus itu, dengan lebih cepat dan lebih kuat lagi!”
Dengan terpaksa, sekali lagi ia harus bertanding dengan menggunakan satu jurusnya, bahkan untuk melawan sang juara bertahan. Namun ternyata, dalam waktu singkat, juara bertahan dapat dikunci dan menyerah kalah! Si pemuda merayakan kemenangannya dengan kegembiraan yang luar biasa.
Malam hari ketika si pemuda tersebut pulang, ia disambut dengan pesta yang amat meriah bersama keluarga dan teman-temannya. Dan ketika semua orang sudah pulang, si pemuda menghampiri gurunya. “Guru, saya tidak habis pikir, mengapa saya bisa menjadi juara hanya dengan satu jurus?” Sang guru menjawab, “Ada dua hal mengapa kamu bisa menjadi pemenang. Pertama, teknik kuncianmu itu adalah teknik kuncian yang paling hebat di dunia beladiri, sangat sulit diantisipasi, apalagi kalau kamu dapat melakukannya dengan kekuatan dan kecepatan yang luar biasa. Kedua, teknik kuncian kamu itu sebenarnya bisa diantisipasi oleh lawan, namun untuk dapat melakukannya, lawanmu harus memegang tangan kananmu, sedangkan kamu tidak memiliki tangan kanan!
Nilai yang dapat diambil:
Di balik kehidupannya yang sering mendapat ejekan dan olokan karena hanya memiliki satu tangan, pemuda cacat ini telah menunjukkan kepada kita, bahwa dengan latihan yang rutin dan fokus pada kelebihannya, pemuda tersebut dapat meraih kemenangan dalam pertandingan beladiri.
Di sinilah pentingnya kita menyadari akan kemampuan dan potensi yang kita miliki, bukannya merasa rendah diri karena tidak bisa seperti orang lain. Yang kita perlu lakukan, hanyalah fokus pada kelebihan yang kita miliki, dan mengasahnya secara terus menerus agar dapat kita manfaatkan sebagai keunggulan dalam kehidupan kita. Kekurangan yang kita miliki, bukan untuk disesali dan dihindari, namun kita bisa menjadikan kekurangan itu menjadi keunggulan yang tidak dimiliki oleh orang lain.
No comments:
Post a Comment