Abad ke 21 ini ditandai oleh semakin berkembangnya pendidikan yang seringkali diartikan sebagai era tumbuhnya bisnis baru. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuhnya pendidikan entrepreneurship di Amerika, Eropa dan banyak negara-negara lainnya. Namun alasan utama di sebagian besar negara adalah akibat resesi ekonomi serta banyaknya pengangguran terutama pada lulusan perguruan tinggi. Selain alasan tersebut, saat ini para pengambil keputusan di banyak negara mulai menyadari peranan nyata entrepreneurship terhadap perkembangan/pertumbuhan ekonomi terutama di kawasan regional. Tampaknya semua menyadari bahwa pertumbuhan bisnis baru adalah solusi terhadap laju pengangguran dan sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi suatu negara yang membawa kemakmuran masyarakat. Oleh karena itu di berbagai negara, pemerintahnya berupaya dengan berbagai cara untuk memfasilitasi bertumbuh kembangnya entrepreneurship dan sebagai kata kunci berkembangnya entrepreneurship adalah pendidikan entrepreneurship (entrepreneurship education). Pendidikan dan pelatihan entrepreneurship inilah yang terus dikembangkan di perguruan tinggi dan berbagai lembaga pendidikan baik formal maupun informal karena telah menjadi semacam konsensus/kesepakatan bahwa pendidikan entrepreneurship akan menjadi pemeran utama pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selanjutnya dari pendidikan entrepreneurship akan tumbuh instrumen-instrumen baru pertumbuhan ekonomi yaitu inkubator bisnis dan bisnis unit dimana pendidikan dan pelatihan dilaksanakan.
Walaupun spirit entrepreneurship telah tumbuh meluas dengan pesat di berbagai negara, namun informasi kurikulum dan metode pendidikan entrepreneurship sangat bervariasi yang berbeda satu dengan lainnya. Di bab ini akan disajikan bagaimana pendidikan entrepreneurship berkembang di Amerika, Eropa dan di Asia. Dari uraian ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagaimana pendidikan entrepreneurship seharusnya di terapkan di UB khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Pendidikan entrepreneurship di Amerika tumbuh secara pesat di tahun 1950an dan awal 1960an yang dimotori oleh McClelland’s. Bertahun-tahun peranan pendidikan entrepreneurship menjadi penting dalam bisnis sampai akhirnya pemerintah Amerika pada awal tahun 1990an menyatakan bahwa pendidikan entrepreneurship menduduki peringkat ke 6 faktor utama dari 60 faktor yang direkomendasikan untuk memecahkan permasalahan dalam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Banyak pemahaman yang ada di Amerika utara tentang pendidikan entrepreneurship, namun pada prinsipnya pendidikan entrepreneurshi disana diarahkan untuk mendorong tumbuhnya kreasi bisnis yang indipenden. Dalam pertumbuhannya banyak perguruan tinggi yang menyelenggarakan kuliah pendidikan entrepreneurship, namun keberhasilan tertinggi diperoleh dari adanya kemampuan atau skill mengajar yang baik serta kesesuaian antara kebutuhan mahasiswa dengan teknik pembelajaran. Kesimpulan menarik lain yang diperoleh adalah bahwa entrepreneurship dapat dipelajari asalkan dengan metode pembelajaran yang baik. Disepakati oleh para pendidik bahwa pendidikan entrepreneurship adalah berbasis scientific yang akan mampu menumbuhkan seni (Artistic) dan kreativitas memulai entrepreneurship. Lebih lanjut bahkan di nyatakan kelompok yang telah menyelesaikan pendidikan entrepreneurship memiliki tingkat keberhasilan yang sangat nyata lebih baik bila dibandingkan dengan entrepreneur yang tanpa menjalani pendidikan entrepreneurship dalam berbisnis.
Keberhasilan pendidikan entrepreneurship tidak ditengarai oleh banyaknya individu/mahasiswa yang telah lulus pelatihan namun lebih diukur dari dampaknya terhadap sosial-ekonomi/socioeconomic dari usaha yang telah di kreasi/dibentuk. Isu dampak sosial ekonomi kemudian juga diperluas dengan banyaknya lapangan kerja, jumlah tenaga kerja yang dapat terserap, jumlah usaha dan jenis usaha serta potensinya bagi pertumbuhan ekonomi.
Walaupun tidak ada definisi yang tegas tentang tujuan pendidikan, namun dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mempersiapkan potensi peserta (civitas academica) sebagai enterpreneurs/pengusaha untuk start-ups
2. Mempersiapkan partisipan (civitas academica) untuk membuat business plan/rencana bisnis untuk usaha baru (new venture)
3. Fokus pada isu kritis yang dibutuhkan guna proyek entrepreneurial misalnya penelitian pasar, finansial usaha, legal essue dll.
4. Memungkinkan berkembangnya secara berkelanjutan dan perilaku pengambilan resiko (risk-taking behavior)
Untuk mencapai itu semua, pendidikan entrepreneurship di Amerika dan juga di Eropa mengikuti pola pendidikan yang dimulai dari merancang struktur kurikulum mata kuliah entrepreneurship yang terdiri dari tujuan, isi, metode pendekatan dan deliveri kuliahnya yang kesemuanya harus mempertimbangkan kebutuhan partisipan pendidikan entrepreneurship. Keefektifan pendidikan entrepreneurship akan ditentukan oleh potensi pertumbuhan pendidikan entrepreneurship yang mempertimbangkan etika dan perspektif terkini pendidikan tersebut.
Pendidikan entrepreneurship yang dilakukan di Asia sedikit berbeda dalam aspek apa yang dilakukan di Amerika dan Eropa. Perbedaan tersebut bersumber pada kultur yang berbeda. Asia lebih memiliki kultur yang lebih bersifat kekeluargaan dan lebih kearah family business sedangkan di Amerika dan Eropa lebih bersifat individual atau sebagai corporate. Karena pertimbangan tersebut maka model pendidikan entrepreneurship di Asia kemungkinan akan lebih tepat untuk diterapkan di Indonesia dengan minimum penyesuaian.
Walaupun spirit entrepreneurship telah tumbuh meluas dengan pesat di berbagai negara, namun informasi kurikulum dan metode pendidikan entrepreneurship sangat bervariasi yang berbeda satu dengan lainnya. Di bab ini akan disajikan bagaimana pendidikan entrepreneurship berkembang di Amerika, Eropa dan di Asia. Dari uraian ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagaimana pendidikan entrepreneurship seharusnya di terapkan di UB khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Pendidikan entrepreneurship di Amerika tumbuh secara pesat di tahun 1950an dan awal 1960an yang dimotori oleh McClelland’s. Bertahun-tahun peranan pendidikan entrepreneurship menjadi penting dalam bisnis sampai akhirnya pemerintah Amerika pada awal tahun 1990an menyatakan bahwa pendidikan entrepreneurship menduduki peringkat ke 6 faktor utama dari 60 faktor yang direkomendasikan untuk memecahkan permasalahan dalam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Banyak pemahaman yang ada di Amerika utara tentang pendidikan entrepreneurship, namun pada prinsipnya pendidikan entrepreneurshi disana diarahkan untuk mendorong tumbuhnya kreasi bisnis yang indipenden. Dalam pertumbuhannya banyak perguruan tinggi yang menyelenggarakan kuliah pendidikan entrepreneurship, namun keberhasilan tertinggi diperoleh dari adanya kemampuan atau skill mengajar yang baik serta kesesuaian antara kebutuhan mahasiswa dengan teknik pembelajaran. Kesimpulan menarik lain yang diperoleh adalah bahwa entrepreneurship dapat dipelajari asalkan dengan metode pembelajaran yang baik. Disepakati oleh para pendidik bahwa pendidikan entrepreneurship adalah berbasis scientific yang akan mampu menumbuhkan seni (Artistic) dan kreativitas memulai entrepreneurship. Lebih lanjut bahkan di nyatakan kelompok yang telah menyelesaikan pendidikan entrepreneurship memiliki tingkat keberhasilan yang sangat nyata lebih baik bila dibandingkan dengan entrepreneur yang tanpa menjalani pendidikan entrepreneurship dalam berbisnis.
Keberhasilan pendidikan entrepreneurship tidak ditengarai oleh banyaknya individu/mahasiswa yang telah lulus pelatihan namun lebih diukur dari dampaknya terhadap sosial-ekonomi/socioeconomic dari usaha yang telah di kreasi/dibentuk. Isu dampak sosial ekonomi kemudian juga diperluas dengan banyaknya lapangan kerja, jumlah tenaga kerja yang dapat terserap, jumlah usaha dan jenis usaha serta potensinya bagi pertumbuhan ekonomi.
Walaupun tidak ada definisi yang tegas tentang tujuan pendidikan, namun dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mempersiapkan potensi peserta (civitas academica) sebagai enterpreneurs/pengusaha untuk start-ups
2. Mempersiapkan partisipan (civitas academica) untuk membuat business plan/rencana bisnis untuk usaha baru (new venture)
3. Fokus pada isu kritis yang dibutuhkan guna proyek entrepreneurial misalnya penelitian pasar, finansial usaha, legal essue dll.
4. Memungkinkan berkembangnya secara berkelanjutan dan perilaku pengambilan resiko (risk-taking behavior)
Untuk mencapai itu semua, pendidikan entrepreneurship di Amerika dan juga di Eropa mengikuti pola pendidikan yang dimulai dari merancang struktur kurikulum mata kuliah entrepreneurship yang terdiri dari tujuan, isi, metode pendekatan dan deliveri kuliahnya yang kesemuanya harus mempertimbangkan kebutuhan partisipan pendidikan entrepreneurship. Keefektifan pendidikan entrepreneurship akan ditentukan oleh potensi pertumbuhan pendidikan entrepreneurship yang mempertimbangkan etika dan perspektif terkini pendidikan tersebut.
Pendidikan entrepreneurship yang dilakukan di Asia sedikit berbeda dalam aspek apa yang dilakukan di Amerika dan Eropa. Perbedaan tersebut bersumber pada kultur yang berbeda. Asia lebih memiliki kultur yang lebih bersifat kekeluargaan dan lebih kearah family business sedangkan di Amerika dan Eropa lebih bersifat individual atau sebagai corporate. Karena pertimbangan tersebut maka model pendidikan entrepreneurship di Asia kemungkinan akan lebih tepat untuk diterapkan di Indonesia dengan minimum penyesuaian.
No comments:
Post a Comment