Thursday, November 12, 2015

Konsep Dasar Kreatifitas berdasar Strategi 4 P

       
        Strategi 4P yaitu Pribadi, Pendorong, Proses, dan Produk yang menurut para ahli dapat membantu mengembangkan kreatifitas anak jika diterapkan secara benar. Pada dasarnya setiap anak memiliki kreativitas, hanya saja tidak semua anak bisa mengembangkan kreatifitasnya dengan benar. Untuk itu diperlukan peran orang tua dalam mengembangkan kreatifitas tersebut. Melalui strategi 4P ini diharapkan dapat membantu orang tua dalam mengembangkan kreativitas anaknya. Pribadi
Hal pertama yang harus orang tua ketahui dalam upaya mengembangkan kreatifitas anak adalah dengan memahami pribadi mereka, diantaranya dengan :
· Memahami bahwa setiap anak memiliki pribadi berbeda, baik dari bakat, minat, maupun keinginan.
· Menghargai keunikan kreativitas yang dimiliki anak, dan bukan mengharapkan hal-hal yang sama antara satu anak dengan anak lainnya, karena setiap anak adalah pribadi yang “unik”, dan kreatifitas juga merupakan sesuatu yang unik.
· Jangan membanding-bandingkan anak karena tiap anak memiliki minat, bakat, kelebihan serta ketebatasannya masing-masing. Pahamilah kekurangan anak dan kembangkanlah bakat dan kelebihan yang dimilikinya.
Pendorong
Dorongan dan motivasi bagi anda sangat berguna bagi anak dalam mengembangkan motivasi instrinsik mereka, dengan begitu mereka akan sendirinya berkreasi tanpa merasa dipaksa dan dituntut ini itu, kita dapat melakukan :
· Berilah fasilitas dan sarana bagi mereka untuk berkreasi, misalnya melalui mainan-mainan yang bisa merangsang daya kreativitas anak misalnya balok-balok susun, lego, mainan alat dapur dan sebagainya. Hindari memberikan mainan yang tinggal pencet tombol atau mainan langsung jadi.
· Ciptakan lingkungan keluarga yang mendukung kreatifitas anak dengan memberikan susana aman dan nyaman.
· Hindari membatasai ruang gerak anak didalam rumah karena takut ada barang-barang yang pecah atau rusak, karena cara ini justru bisa memasung kreativitas mereka, alangkah lebih baik jika anda mau mengalah dengan menyimpan dahulu barang-barang yang mudah pecah ketempat yang aman, atau anda bisa meyediakan tempat khusus bermain anak, dimana anak bebas berkreasi.
· Disiplin tetap diperlukan agar ide-ide kreatif mereka bisa terwujud.
Proses
Proses berkreasi merupakan bagian paling penting dalam pengembangan kreativitas dimana anak anda akan merasa mampu dan senang bersibuk diri secara kreatif dengan aktifitas yang dilakukannya, baik melukis, menyusun balok, merangkai bunga dan sebagainya, beberapa hal yang dapat dilakukan:
· Hargailah kreasinya tanpa perlu berlebihan, karena secara intuisif anak akan tahu mana pujian yang tulus dan yang mana yang hanya akan basa-basi.
· Hindari memberi komentar negatif saat anak berkreasi, apalagi disertai dengan perintah ini itu terhadap karya yang sedang dibuatnya, karena hal ini justru dapat menyurutkan semangatnya berkreasi.
· Peliharalah harga diri anak dengan mengungkapkan terlebih dahulu komentar anda secara positif, misalnya “bunda senang adek bisa membuat menara seperti itu, lain kali adek buat yang lebih tinggi dan tidak mudah ambruk ya.” Dengan demikian anak akan merasa dirinya mampu dan dihargai lingkungannya
Produk
Pada tahap ini anak sudah bisa menghasilkan produk kreatif mereka, yang bisa dilakukan. Hargailah hasil kreatifitas mereka meski hasilnya agak kurang memuaskan.

D. Tahap Perkembangan Kreatifitas
Menurut Cropley (1999), terdapat 3 tahapan perkembangan kreativitas diantaranya:
a. Tahap prekonvensional (Preconventional phase)
Tahap ini terjadi pada usia 6–8 tahun. Pada tahap ini, individu menunjukkan spontanitas dan emosional dalam menghasilkan suatu karya, yang kemudian mengarah kepada hasil yang aestetik dan menyenangkan. Individu menghasilkan sesuatu yang baru tanpa memperhatikan aturan dan batasan dari luar.
b. Tahap konvensional (Conventional phase)
Tahap ini berlangsung pada usia 9–12 tahun. Pada tahap ini kemampuan berpikir seseorang dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga karya yang dihasilkan menjadi kaku. Selain itu, pada tahap ini kemampuan kritis dan evaluatif juga berkembang.
c. Tahap poskonvensional (Postconventional phase)
Tahap ini berlangsung pada usia 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini, individu sudah mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah disesuaikan dengan batasan-batasan eksternal dan nilai-nilai konvensional yang ada di lingkungan.
Menurut Jean Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.
Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi, pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang, dan belu memiliki kemampuan berbahasa.
Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling tinggi pada tahap ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi transisi dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada umur ini, anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak ada.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya. Pada akhir tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping itu, anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan hewan. Adapun penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan manusia.
3. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang. Faktor-faktor memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai berikut.
a. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
b. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
c. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
d. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
e. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
f. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.


Sedangkan menurut Hurlock perkembangan kreativitas individu mengikuti suatu pola yang dapat diramalkan. Terdapat variasi-variasi di dalam pola perkembangannya. Variasi-variasi perkembangan yang terjadi, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis kelamin, status sosio-ekomoni, posisi urutan kelahiran, ukuran besar anggota keluarga, lingkungan, dan intelegensi.
Pertama, anak laki-laki memiliki perkembangan kreativitas yang lebih tinggi dibandingkan pada anak perempuan, terutama pada tahap perkembangan. Hal ini karena anak laki-laki oleh masyarakat tertentu diberikan kesempatan lebih untuk hidup mandiri, mendapatkan kesempatan untuk menghadapi resiko, mendapatkan kesempatan dari orang tua dan guru untuk berinisiatif dan menampilkan keasliannya.
Kedua, anak-anak yang berasal dari latar belakang sosio-ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki kreatifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang belatar belakang rendah. Hal ini disinyalir, karena pada anak dengan latar belakang ekonomi tinggi, orang tua akan memberikan perlakuan yang lebih demokratis kepada anaknya, sedangkan untuk anak yang dari latar belakang ekonomi rendah anak lebih diperlakukan secara otoriter. Perlakuan orang tua yang demokratis akan dapat mendukung perkembangan kreatifitas anak dengan memberikan kesempatan lebih banyak kepada anak untuk mengekspresikan individualitasnya dan mengerjar minat serta aktivitas menurut pilihannya sendiri. Selain itu, anak dari latar belakang yang mampu, memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk dapat mengakses pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk mengembangkan kreativitasnya, seperti berlibur ke tempat wisata, tempat-tempat penting, pusta-pusat informasi yang mendorong anak untuk berimajinasi dan berfikir serta bertindak secara kreatif.
Ketiga, urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreatifitas yang berbeda. Tingkat kreatifitas pada anak sulung, tengah dan bungsu berbeda. Hal ini diduga karena faktor kedudukan yang penting daripada keturunan. Anak sulung misalnya, biasanya dia cenderung mendapat tekanan yang lebih besar untuk mewujudkan harapan dari orang tua dibandingkan dengan anak yang berikutnya. Sehingga mereka cenderung menjadi konformis daripada pencetus ide.
Keempat, anak-anak yang berasal dari keluarga kecil, cenderung memiliki kreatifitas yang lebih tinggi, dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang besar. Hal ini desebabkan karena pola asuh dari orang tua. Bagi orang tua yang mamiliki keluarga dengan jumlah anak yang banyak, mereka akan cenderung lebih otoriter untuk menegndalikan anak-anaknya yang banyak. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa pola asuh otoriter dapat menghambat pertumbuhan kreatifitas anak. Sebaliknya bagi keluarga kecil, anak memiliki ruang yang lebih luas untuk mengembangkan kreatifitasnya karena pola asuh orang tua yang cenderung demokratis.
Kelima, untuk anak-anak yang berasal dari kota, cenderung memiliki kreatifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak pedesaan. Karena di daerah perkotaan terdapat lebih banyak tempat-tempat, objek-objek, benda-benda, dan tantangan-tantangan untuk mengembangkan kreatifitas anak. Stimulan-stimulan ini mendorong dan mendukung peningkatan kreatifitas anak.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Seseorang di katakan kreatif tentu ada indikator-indikator yang menyebabkan seseorang tersebut di sebut kreatif. Faktor-faktor yang mendorog kreatifitas setiap orang memiliki potensi kreatif dalam derajat yang berbeda-beda. Potensi-potensi ini perlu di pupuk sejak dini agar dapat di wujudkan. Untuk itu perlu kekuatan-kekuatan pendorong, baik dari luar (lingkungan) maupun dari diri individu itu sendiri.
Adapun faktor lingkungan yang menunjang kreatifitas yaitu:
· Faktor keluarga
Lingkungan keluarga yang harmonis dan demokratis akan mendorong anak untuk berekspresi dengan bebas tanpa adanya hambatan, sehingga kreatifitas anak dapat tersalurkan dengan maksimal.
· Faktor lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga. Suasana, kondisi lingkungan sekolah sangat berpengaruh terhadap berkembangnya kreatifitas anak.
· Faktor lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat bersifat heterogen dan kultur yang berbeda, lingkungan masyarakat yang tidak kondusif menyebabkan anak tidak berkembang kreatifitasnya.


Sedangkan faktor individu yang mempengaruhi yaitu:
· Kemampuan intelektual
Adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan berpikir yang sifatnya rumit dan abstrak yang di tunjukkan oleh prestasi akademiknya. Setiap siswa memiliki tingkat intelektual yang berbeda-beda.
· Komitmen
Yaitu kekuatan dan hasrat yang kuat di dalam memcapai keunggulan dan memiliki penguasaan yang memadai terhadap bidang yang di tekuninya.
· Penguasaan
Karya-karya kreatif yang di tampilkan tidak terlepas dari apa yang telah di lakukan sebelumnya dalam bidang yang di tekuninya, jadi periode produktif dapat di capai berkat keterlibatan individu secara intensif dengan kegiatan-kegiatan kreatif jauh sejak masa kanak-kanak, yang di dukung oleh lingkungannya.
· Intuisi
Intuisi merupakan perwujudan kesadaran tingkat tinggi. Tetapi intuisi tidak datang tanpa sebab, intuisi di dahului oleh proses berfikir, dan didasari oleh penguasaan yang cukup terhadap bidang yang di tekuni oleh individu.


Selain itu ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kreatifitas yaitu:
· Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh terhadap kreatifitas. Anak laki-laki cenderung lebih besar kreatifitasnya di bandingkan anak perempuan terutama setelah masa kanak-kanak. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dengan perempuan. Anank laki-laki di tuntut untuk lebih mandiri, sehingga anak laki-laki lebih berani dalam mengambil resiko dari pada anak perempuan.
· Urutan kelahiran
Anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu akan berbeda-beda tingkat kreatifitasnya. Anak yang lahir di tengah, belakang, dan anak tungggal akan lebih kreatif dari pada anak yang lahir pertama. Hal ini terjadi karena biasanya anak sulung lebih di tuntut untuk menyesuaikan diri oleh orang tuanya, sehingga cenderung lebih penurut dan kreatifitasnya mati.
· Intelegensi
Anak yang tingkat intelegensinya tinggi dalam setiap tahapan perkembangan, cenderung menunjukan tingkat kreatifitas yang tinggi dibandingkan anak yang intelegensinya rendah. Anak yang pandai lebih banyak mempunyai gagasan baru untuk menyelesaikan konflik sosial, dan mampu merumuskan pemecahan konflik tersebut.

Faktor-faktor yang menghambat dalam kreatifitas antara lain yaitu:
· Evaluasi, menekankan suatu syarat untuk memupuk kreatifitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak menunda evaluasi ketika anak sedang asyik berkreasi.
· Hadiah, pemberian hadiah dapat merubah motivasi intrinsik dan mematikan kreatifitas.
· Persaingan atau kompetisi, persaingan terjadi apabila siswa merasa pekerjaanya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain, dan bahwa yang terbaik akan di beri hadiah.

No comments: