Tuesday, August 11, 2009

Mendidik Anak Berpuasa

Banyak perdebatan dan pertanyaan mengenai kapan dan bagaimana baiknya mendidik anak beribadah dan berpuasa di bulan Ramadan. Ada yang berpendapat semakin dini usia anak diperkenalkan semakin baik, ada yang berpendapat kalau terlalu dini anak diajarkan berpuasa maka dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun kognitif si anak. Ada yang mau menerapkan sejak anak mulai bisa berjalan ada yang lebih suka mulai diajarkan ketika anak memasuki usia sekolah dll. Terlepas dengan berbagai alasan yang ada, satu hal utama yang perlu dicermati dan sebaiknya digunakan sebagai dasar dan rambu dalam mendidik anak beribadah & berpuasa dibulan Ramadan adalah :

1) Pemahaman hukum dan aturan utama didalam Agama Islam (berdasarkan dari persyaratan & prinsip-prinsip aturan berpuasa/beribadah dibulan ramadhan itu sendiri yang bersumber pada Al qu’ran dan hadeeth ).

2) pemahaman tahapan tumbuh kembang secara umum ( fisik (kesehatan), mental, kognitif serta hubungannya dengan aturan yang telah digariskan didalam Al Qur’an dan Hadeeth ).

Pemahaman hukum dan aturan utama dari sudut pandang Agama Islam

Persyaratan hukum dalam Qur'an tercantum secara explisit (surah Al'Baqarah #183) yang kira -kira arti dari ayat tsb adalah : O believers, Fasting is an obligation upon you as it was obligated upon the [Muslims] before you so it would help you to reach piety. (Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa).

Jadi persyaratan utama dalam berpuasa adalah : orang-orang yang beriman didalam Islam (muslim), dan tujuan utama dari kewajiban berpuasa adalah untuk menunjukkan ketaqwaan kepada Allah SWT. (in general bila diperluas pemahamannya bisa diartikan juga sebagai jalan ketaqwaan / menumbuhkan dan meningkatkan ketaqwaan)

Lantas kewajiban puasa diperkuat lagi oleh hadeeth nabi yang terkenal sebagai pilar dalam Islam (5 rukun Islam) (Al Buchairy : hadeeth Jibril) dimana disebutkan dalam hadeeth tsb Angel Jibril yang menyamar sebagai orang biasa bertanya kepada Nabi Muhamad A.S apakah Islam itu? lantas dijawab oleh Beliau kira-kira sbb: Islam is to bear witness that no one is God except Allah and that Muhammad is the Messenger of Allah, performing Prayer, paying Zakat, performing Pilgrimage if you are able, and Fasting the month of Ramadan (Islam adalah mengakui tiada Tuhan selaih Allah S.W.T and Muhammad adalah utusan Allah, melakukan Shallat, Berzakat, Berhaji bila mampu dan Berpuasa di bulan Ramadan).

Berdasarkan hal diatas maka persyaratan tentang "siapa" saja yang wajib berpuasa yang tersurat dalam Qur’an dan berbagai hadeeth sepakat sbb:

1. Muslim

2. Baliq (memasuki usia puberty)

3. Sehat fisik jiwa & pikiran

Sedangkan yang tidak diwajibkan berpuasa namun tetap harus melakukan kewajiban pengganti sesuai aturan yang berlaku adalah :

1. Wanita selama masa menstrual atau hamil /menyusui/masa nisab dengan kondisi tidak memungkinkannya untuk berpuasa (membahayakan kesehatannya dan si bayi bila berpuasa).

2. Musafir (dengan syarat jarak dllnya) (Al Baqarah #184)

3. Lanjut usia yang tidak mampu lagi berpuasa atau karena alasan sakit

Secara explisit memang batasan angka usia yang menjelaskan kapan baiknya pendidikan beribadah dan berpuasa dibulan ramadhan dilakukan tidaklah disebutkan, namun batasan yang lebih jelas dari angka usia telah ditentukan oleh Allah S.W.T. yaitu ketika memasuki usia baliq atau masa pubertas (Menstrual bagi wanita dan mimpi dewasa mengeluarkan mani bagi laki-laki) maka tuntutan berpuasa menjadi Wajib bagi individu tsb.

Banyak hadeeth yang menjabarkan bahwa anak-anak yang belum memasuki usia baliq/pubertas memang tidak ada kewajibannya untuk berpuasa bagi mereka seperti layaknya mereka yang sudah baliq. Namun demikian kewajiban untuk pengenalan terhadap hukum, aturan dan fungsi dari puasa sebaiknya tetap harus dilakukan dan diajarkan. Merupakan kewajiban orangtua untuk mengajarkan dan memperkenalkan hukum/aturan berpuasa secara agama, sesuai dengan salah satu hadeeth yang berbunyi :

"One who is given the responsibility of the bringing up of daughters and treats them well, there will be a shield for him from Hell." [Bukhari and Muslim) Apabila seseorang diberikan kepercayaandan tanggung jawab untuk membesarkan anak-anak perempuan (anak-anak in general) dan memperlakukannya dengan sebaik-baiknya, maka orang tersebut terlindungi dan tersealamatkan dari api neraka.

Nah karena tahapan tumbuh kembang pada setiap individu anak berbeda-beda, maka usia baliq pun beragam, serta ada pula faktor perbedaan gender dll. Maka tidaklah heran kalau ketetapan usia dimulainya pendidikan berpuasa pun memang menjadi beragam. Semua tergantung pada prinsip-prinsip dalam keluarga dan prinsip dari si orangtua dalam mendidik si anak. Ketetapan usia memulai pendidikan ini merupakan kebijakan orangtua dan keluarga masing-masing. Kapanpun akan dimulainya pendidikan beribadah/berpuasa dibulan Ramadhan baiknya dilakukan sesuai dengan tuntutan dan tahapan tumbuh kembang si anak. Dan tidak menyalahi aturan yang telah digariskan Allah yang telah dijabarkan didalam Qur’an dan Hadeeth.

Agama Islam adalah agama yang mempermudah dan bukanlah agama yang mempersulit. Mempermudah disini maksudnya adalah bila kita pahami dan menerapkannya secara sungguh – sungguh maka Islam dapat mempermudah hidup manusia (karena semua aturan dllnya jelas tercantum dalam Qur'an dan Hadeeth). Tentunya mempermudah disini bukan berarti lantas si manusianya bisa seenak jidat sak penake dhewe, tetapi hidup menjadi lebih mudah karena semua hal ada rambu dan guidelinenya. Rambu tsb terdapat di dalam Qur’an & Hadeeth untuk dijadikan pegangan dalam menjalani hidup. Termasuk di dalamnya hal mendidik anak di dalam Islam.

Berpuasa dari segi kesehatan & tumbuh kembang anak

Tuntutan kewajiban berpuasa ketika memasuki usia pubertas di dalam Islam bukannya tidak beralasan. Masa pubertas (Baliq) umumnya adalah masa dimana pertumbuhan organ-organ tubuh dan pertumbuhan mental & kognitifnya sudah memasuki tahap kelengkapan dan memasuki tahapan menuju kesempurnaan fungsi.

Pada masa pubertas perubahan-perubahan besar terjadi dalam pertumbuhan fisik dan mental seorang manusia (baik wanita maupun pria). Untuk organ tubuh sudah memasuki tahapan dimana organ tubuh sudah mulai siap untuk bisa bereproduksi. Anak wanita sudah mengalami ovulasi/menstrual (pelepasan sel telur dari indung telur yang mengakibatkan menstrual bila tidak dibuahi).Pada anak laki-laki sudah mengalami proses produksi sperma yang salah satunya ditandai dengan mimpi dewasa yang menyebabkan ereksi dan mengeluarkan mani. Sementara untuk tahapan emosi dan kognitif pun usia pubertas merupakan usia pemantapan pembentukan kepribadian. Pola berpikir abstrak dan kompleks sudah mulai dikuasai dan memasuki tahap penguasaan menuju “fluency”. Overal lingkar cycle tumbuh kembangnya hampir menutus sempurna dengan memasuki tahapan akhir sebagai manusia dewasa.

Melalui berpuasa di dalam Islam, latihan-latihan ketahanan fisik (menahan lapar dan haus) dan latihan ketahanan mental & kognitif (melatih menahan nafsu, berusaha selalu menggunakan common sense, mempertimbangkan baik-baik segala prilaku dan pikiran dll) merupakan cara yang sangat baik dalam melatih kemampuan serta ketrampilan mengendalikan diri (Self control, self monitor, self evaluated). Ketrampilan mengendalikan diri merupakan ketrampilan krusial yang sangat diperlukan seorang individu untuk dapat berfungsi sebagai manusia dewasa seutuhnya.

Seperti halnya tahapan tumbuh kembang lainnya, diperlukan persiapan-persiapan bagi si anak untuk bisa memasuki dan menguasai kewajiban berpuasa ketika sudah tiba waktunya. Tugas dari orangtua adalah membantu proses transisi dari masa anak-anak (sebelum wajib berpuasa) sampai memasuki masa baliq/pubertas (dimana berpuasa menjadi wajib). Proses transisi ini termasuk didalamnya memperkenalkan dan melakukan persiapa-persiapan sehingga ketika tiba waktu bagi sianak untuk melakukan kewajiban berpuasa, anak tidak lagi menjadi “kaget” atau merasa terbebani.

Mengingat range usia pubertas berbeda dan cukup bervariasi pada anak-anak, dan ada faktor perbedaan gender. Maka ada baiknya dalam menentukan waktu yang tepat bagi kita untuk mempersiapkan anak, ya dengan menggunakan prinsip tumbuh kembang secara umum. Kita pun bisa melakukan perencanaan pendidikan dengan mengkaji lebih jauh fungsi utama dari berpuasa itu sendiri. Jadi kapanpun orangtua ingin memulai mendidik anaknya dalam hal beribadah/berpuasa dibulan Ramadan, baiknya memang disesuaikan dengan tahapan tumbuh kembang masing-masing anak dan tidak dilakukan melalui pemaksaan-pemaksaan.

Range usia pubertas secara umum mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak normal bervariasi antara 9 – 13 tahun, tergantung kondisi individu dan jenis gendernya. Anak wanita biasanya lebih cepat 1-2 tahun perkembangannya dibanding anak pria. Maka penentuan waktu memulai pendidikan ini dapat menggunakan patokan ini.

Apakah ada terlalu dini dalam mengajari/mendidik beribadah/berpuasa di bulan Ramadan?

Untuk menjawab ini maka jawabannya ya tergantung pada perencanaan apa yang akan kita terapkan (target pengajarannya apa dll).Target ini baiknya ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama beribadah/berpuasa (sesuai aturan agama) dan disesuaikan dengan tahapan tumbuh kembang anak.

Secara umum tujuan dan fungsi dari beribadah/berpuasa dibulan Ramadan adalah menunjukkan ketaqwaan kepada Allah S.W.T (menumbuhkan/meningkatkan ketaqwaan). Ketaqwaan dalam Islam itu seperti apa? Menjalankan yang diperintahkan dan menjauhkan yang dilarang oleh Allah SWT.

Caranya bagaimana? Dalam berpuasa itu tidak semata hanya menahan nafsu, lapar dan haus secara fisikal saja tetapi juga secara kognitif (kebersihan pikiran dan cara berpikir) serta secara psikologis/afektif (kehalusan budi pekerti, kemampuan berempati dan bersimpati (berbagi), kemampuan menunjukkan rasa sayang terhadap sesama mahluk hidup dan lingkungan dimana kita tinggal dll) termasuk didalamnya. Karena begitu luasnya lingkupan tujuan dan fungsi beribadah/berpuasa di bulan Ramadan maka, banyak sekali yang dapat kita ajarkan kepada anak pada kesempatan baik setahun sekali ini.

Begitu banyaknya hal yang dapat diajarkan kepada anak di dalam berpuasa maka beberapa hadeeth menunjukkan bahwa anak baiknya mulai “serius” diajarkan berpuasa sejak dini salah satu hadeeth yang diceritakan ar-Rubayya' bint Mu'awiyyah : "The Messenger of Allah,salla Allahu alaihi wa sallam, sent a man on the morning of the day of 'Ashurah, to the residences of the Ansar, saying: 'Whoever has spent the morning fasting is to complete his fast. Whoever has not spent this morning fasting should voluntary fast for the remainder of the day.' We fasted after that announcement, as did our young children. We would go to the mosque and make toys stuffed with cotton for them to play with. If one of them started crying due to hunger, we would give them a toy to play with until it was time to eat." [al-Bukhari and Muslim.]

Dari berbagai sumber yang saya dapat, memang anak dianjurkan untuk mulai “serius” beribadah dibulan Ramadan (utamanya berpuasa fisik) memang pada usia 7 tahun dengan catatan bila si anak mampu dan tidak ada pemaksaan. (Karena hukumnya memang sebelum baliq tidak ada kewajiban jadi tidak dibenarkan adanya pemaksaan-pemaksaan kepada anak).

Perlu diingat : Berpuasa fisik (menahan lapar/haus/nafsu) itu bukan berarti lantas kebutuhan gizi dan nutrisi serta kesehatan jadi terabaikan, malah pada prakteknya kan justru kebalikannya . Yang hari-hari biasanya nggak ada snack extra, kalau bulan puasa kan pasti ada extra macem-macem untuk tajil/snacking after taraweh hehehe…dari kolak pisang sampe singkong rebus kumplit, bagi yang miskin pun biasanya gizi & nutrisi lebih bagus dibulan Ramadan karena banyak yang suka berbagi dibulan ini. Jadi kekhawatiran anak menjadi sakit, kurang gizi/nutrisi tidak beralasan kalau memang kita benar dalam menyediakan yang harus dikonsumsi anak disaat tidak berpuasa.

Berdasarkan catatan anekdotal yang saya dapat dari berbagai resources (para ortu/pendidik yang menerapkan pengenalan ibadah berpuasa sejak dini) memang menunjukkan bahwa bila anak dipersiapkan sejak dini dan bertahap maka ketika si anak diwajibkan untuk berpuasa (masuk baliq), puasa menjadi suatu hal yang lumrah dan tidak sulit untuk dilakukan. Karena berdasarkan teori pendidikan dan tumbuh kembang self control merupakan ketrampilan yang dikuasai bertahap diawali dengan tahapan self regulated (pembentukan kebiasaan) dst.

Sebenarnya kapan dan bagaimana mendidikan anak berpuasa dibulan Ramadan kuncinya ya memang di kalimat “bila si anak mampu”…kalau usia 5-6 sudah mampu (dan mau) untuk mulai puasa ¼- ½ waktu puasa ya silahkan saja selama tidak ada pemaksaan untuk melakukan berpuasa sampai si anak memasuki baliq (kalau sampai baliq masih belum puasa maka ortu wajib melakukan enforcing serius, karena hukumnya memang wajib).

Tahapan persiapan pun bisa beragam dan tidak harus melulu dimulai maupun terkonsentrasi pada persiapan fisik (menahan lapar dan haus). Justru persiapan non fisik terhadap pemahaman fungsi berpuasa (ketrampilan mengkontrol diri) lebih utama dan merupakan konsep yang lebih sulit dipahami anak. Jadi persiapan dan pengenalan area ini baiknya memang dilakukan sedini mungkin sesuai kemampuan anak.

Pengenalan/persiapan/latihan berpuasa “non fisik”

Bisa dilakukan secara serius sejak usia dini ketika anak memasuki tahapan pembentukan self concept/self regulate (biasanya dikala anak belajar potty training, umumnya usia 3-4 tahun). Bentuk pengenalannya beragam dan setiap momen bisa dijadikan ajang pembelajaran bagi si anak. Misalnya anak dapat mulai diajarkan untuk bisa menahan nafsu dan mengendalikan dirinya sendiri(self control). Bentuknya dari hal-hal kecil seperti belajar menunggu dan menanti giliran; belajar menyelesaikan permasalahan sendiri; belajar mengendalikan emosinya sendiri, dll. Contoh-contoh praktis seperti membuat jadwal rutinitas sehari-hari yang diakomodasikan dengan suasana Ramadan, merupakan awal pembelajaran yang baik bagi anak. Setiap aktivitas dalam schedule si anak.bisa dikaitkan dengan proses pembelajaran beribadah/berpuasa dibulan Ramadan.

Contoh sederhana lainnya, bila pergi ke mall dan anak merengek minta mainan yang diinginkannya. Momen ini bisa dijadikan ajang pembelajaran berpuasa, Walau kiranya ortu mampu membelikan mainan tsb pada saat itu juga ada baiknya pembelian mainan ditunda dan anak diajarkan kesabaran untuk menunggu. Ajak anak untuk menunda keinginannya (waktu bisa ditentukan bersama anak).Bila anak sudah cukup besar dan sudah mengenal konsep waktu secara lebih baik, maka penundaan ini bisa dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan latihan latihan ibadah Ramadan. Dengan reward mainan yang diinginkannya sebagai hadiah lebaran bagi anak.

Berbagai hal sederhana lainnya dalam keseharian seperti misalnya: Menahan marah; berusaha untuk tidak gampang ngamuk/ngambek; tidak membuat oranglain marah/atau susah (terutama ortu)…..=); berusaha memenuhi kewajibannya sehari hari sampai hal yang kecil dan simple saja seperti mengajarkan anak untuk bisa menunda membuka bungkus permen yang diinginkannya (misalnya ditunda selama 15menit, 30 menit sampai satu jam saja (ini sudah luar biasa perjuangan batin untuk wrap or unwrap the candy buat si anak hehehehe) ..dapat dijadikan sebagai bagian dari pendidikan dan pengenalan ibadah Ramadan.

Bentuk latihan lainnya adalah beramal dan berbuat baik melalui modeling yang dilakukan orangtua. Kalau mau lebih efektif ini bisa dibuatkan perencanaan yang lebih kongkrit dimana target dan tujuan pembelajaran selama bulan Ramadan dirinci secara tertulis dan welorganized. Untuk mendeteksi progress dari pembelajaran dapat dibuatkan sistem tracking dan evaluasi yang sederhana. Misalnya dibuatkan chart bagi si anak untuk segala kemandiriannya dalam melakukan amal kebaikan. Bagi suatu amal kebaikan yang dilakukannya tanpa disuruh (independently atas inisiatif sendiri) diberikan score 5, dimana kemandiriannya untuk berbuat baiki bernilai paling tinggi (5 stars), kalau prilaku tsb memerlukan prompt/diingatkan 1 kali (4 stars), dst ..Apabila diingatkan sampail 4 kali (1 star saja). Sedangkan bila pengingatan dilakukan lebih dari 4 kali tidak ada star yang diberikan. Lantas akhir Ramadan starsnya dihitung dan bisa ditukar dengan reward. Inti dari aktivitas ini adalah mengajarkan bahwa ibadah dan ketaqwaan kepada Allah S.W.T di dalam Islam adalah merupakan tanggung jawab masing-masing individu muslimin. Konsep dasar ini bisa diajarkan sejak dini pada anak dengan latihan-latihan dan pembiasaan untuk selalu bertanggung jawab terhadap prilaku dirinya sendiri..

Kreatifitas dalam pelaksanaan pendidikan ini bisa bervariasi. Yang jelas proses persiapan ini baiknya diupayakan tidak membebani anak dan ditekankan pada tanggung jawab dan konsekwensi “pribadi” yang konsisten. Jadi anak melakukannya dengan senang hati dan memiliki internal motivasi yang kuat untuk menjadikannya suatu kebiasaan yang baik.

Pengenalan/persiapan/latihan berpuasa “ fisik”

Pengenalan ibadah berpuasa “fisik” (menahan nafsu, lapar dan haus) bisa dilakukan as early as 4 yrs old, dimana anak umumnya usia segitu sudah disapih. Jadi kebutuhan gizi dan nutrisinya bisa dipenuhi dalam pola makanan keseharian secara maksimal. Tentunya setiap tahapan usia tumbuh kembang memiliki tahapan latihan dan persiapan yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing anak. Tahapan proses belajar ibadah berpuasa secara fisik dimulai dengan 1) Pengenalan konsep dan pembiasaan ritual (Termasuk didalamnya pengenalan istilah istilah dan aturan keagamaan); 2) Persiapan dan latihan fisik.Cara mengajarkan dan memperkenalkan berpuasa pun bisa bermacam macam. Beberapa contoh sbb :

Pengenalan ritual ibadah berpuasa (Sahur, ifthar, menahan lapar/haus/nafsu)

Untuk anak berusia dini 4-6 yrs old, the very minimum kenalkan schedule dan ritual ibadah berpuasa. Kapan waktu sahur, kapan waktu berbuka, kapan waktu shallat Eid, Kapan waktu berzakat dllnya. Ciptakan kebiasaan-kebiasaan dari hal yang paling sederhana, misalnya ajak anak untuk selalu ikut duduk bersama dan merasakan ritual berbuka puasa (walau dia sudah makan sebelumnya). Ubah beberapa jadwal makan-nya mengakomodasikan jadwal ritual berpuasa. Misalnya jam makan malam atau jam makan snacksnya disesuaikan dengan jam berbuka puasa. Jadi walau sianak sendiri tidak diharuskan berpuasa tetapi kesertaannya dalam ritual berpuasa menjadikan ajang pembelajaran dasar bagi konsep berpuasa yang lebih tinggi levelnya. Ajak dan sertakan anak bila ada kesempatan berbuka puasa bersama ditempat umum(di mosque/dengan sanak saudara, sertakan si anak dll).Hal ini membantu penciptaan budaya Ramadan dan pengalaman Ramadan yang spesial bagi anak. Gunakan dan biasakan anak dengan istilah-istilah ritual ramadan sesuai dengan pemahaman anak, istilah -istilah seperti sahur, imsak, puasa, berbuka puasa (ifthar), sedekah, amal, zakat dll sudah dapat dikenalkan dalam tahap yang sederhana yang sesuai dengan usia mereka.

Ciptakan kebiasaan berpuasa dengan menggunakan istilah berpuasa pada anak. Misalnya walau anak tidak/belum berpuasa layaknya orang dewasa, jeda antara jam makan/minum/snack time baginya bisa disebut sebagai puasa-nya ala si anak. Misalnya setelah sarapan anak "berpuasa" sampai dengan waktu makan siangnya. Dalam jeda ini reminder ttg fungsi puasa dapat selalu diingatkan kepada anak. Lantas ketika waktu makan siang tiba "anak berbuka puasa", dan "berpuasa" kembali sampai tiba waktunya snack time/makan malam yang sudah disesuaikan jadwalnya dengan jadwal berbuka secara umum. Pengulangan dan pemahaman bahwa kelak bila ia besar (baliq) menjadi suatu kewajiban penting untuk kerap diingatkan pada anak. Ini dapat membantunya mempersiapkan dirinya sendiri (self regulating) untuk mulai menciptakan internal motivasi dalam mejalani kewajiban berpuasa ketika baliq nantinya. Hal ini mungkin kelihatannya sepele..tapi pengalaman-pengalaman “berpuasa” secara fisik ini menjadikan suatu hal yang “penting” bagi si anak tanpa dia harus merasa terbebani dan dipaksa-paksa. Secara psikologis pun penerapan ini dapat membantu pembentukan jatidiri sebagai muslim yang kuat. Si anak dapat merasakan keterlibatan dan keterkaitannya “belong” dengan ritual keagamaan. Dan dapat memiliki rasa bangga terhadap agama dan budaya dalam keluarganya.

Kalau anak sudah agak besar bisa mulai diajak untuk ritual sahur bersama, mulai diajak dan dicoba dibangunkan ketika sahur (biasanya usia 6 tahun ke atas ini sudah bisa diterapkan pelan-pelan). Sesekali bangun (banyakan nggak bangunnya) ya nggak apa-apa, in some cases banyak anak yang suka dengan “pola khusus dan baru” jadi berpuasa merupakan hal yang cukup istimewa dimana dia bisa partisipasi melakukan hal yang sama dengan orang dewasa. Kalau pas sahur mau ikut makan ya boleh, nggak juga nggak apa-apa yang jelas tidak ada pemaksaan. Penerapan kebiasaan ini pun baik untuk mulai membiasakan dan mengenalkan ritual bangun pagi untuk shallat subuh. Banyak orangtua yang membangunkan anaknya sudah hampir dekat imsak (jadi anak nggak tunggu terlalu lama untuk shallat subuh setelah sahur). Akomodasi-akomodasi dapat dilakukan supaya anak tidak merasa terbebani. Bila anak lantas tidur lagi setelah shallat subuh ya nggak apa-apa...Notes: Crankyness dipagi hari should be expected pada awal-awalnya..=).(ortu musti sabar & musti konsisten), lama-lama anak akan menjadi biasa juga (anak itu cepat beradaptasi loh biasanya).

Pengenalan konsep waktu dan disiplin dalam berpuasa

Bila anak sudah mulai besar 6 keatas, ada baiknya mengajak anak untuk mencoba berpartisipasi dalam berpuasa. Ajak anak menentukan berapa lama dia mau berpuasa. Bisa mulai dari hitungan jam sampai dengan hitungan hari (lamanya berpuasa) : ¼ hari, ½ hari, ¾ hari dan full day. NOTES: Jeda/waktu si anak berpuasa usahakan konsisten, misalnya anak berjanji dan menentukan akan berpuasa selama 1 jam lamanya, lantas baru 1/2 jam sudah laper lagi (hehhhehe..biasa toh namanya juga anak-anak) or pingin snack, ingatkan anak terhadap perjanjiannya dan usahakan “nylimur” secara baik-baik dengan berbagai aktivitas positif sampai 1 jam terpenuhi. Ini bagus untuk melatih kesabaran si anak dan juga melatih “delay rewarding” (kemampuan menunggu giliran). Orangtua pun harus konsisten kalau 1 jam sudah terpenuhi tapi anak masih asik main ya jangan lantas dibiarin aja dan diem-diem aja biar sampe beduk gitu..ya jangan nanti anak nggak percaya lagi sama kita. Baiknya anak diingatkan sudah 1 jam nih, mau diterusin puasanya apa gimana? Jadi si anak juga aware dengan konsep waktu dalam berpuasa (dan juga respect terhadap waktu dan terhadap konsistensi /komitmen).

Secara kesehatan dan tumbuh kembang, anak tidak akan mengalami masalah besar dalam belajar berpuasa, asalkan semua gizi dan nutrisi yang diperlukannya tetap terpenuhi (waktu sahur/berbuka dan jeda antara sahur dan berbuka kan bisa dipakai untuk pemenuhan kebutuhann ini). Kalaupun ada gangguan/perubahan dari pola tidur dan pola makan ini pun tidak akan berpengaruh terlalu banyak dalam proses tumbuh kembang si anak. Malah ketrampilan beradaptasi pada anak dapat dilatih pada bulan Ramadan. Karena dalam kenyataan hidup kadang memang kan kita selalu harus melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan hal-hal baru..latihan ini tidak menimbulkan dampak besar terhadap proses tumbuh kembang anak karena kan hanya dilakukan dalam periode satu bulan dan sekali dalam satu tahun saja. Jadi kekhawatiran anak menjadi kurang gizi atau mengganggu kesehatannya memang tidak tepat dan bisa diantisipasi melalui perencanaan yang baik dan matang.

Baiknya pada awal Ramadan bersama anak kita biasakan untuk menententukan “target” yang akan dicapai pada Ramadan tsb. Misalnya kalau tahun lalu belum mulai puasa fisik, mungkin tahun ini bisa dimulai target puasa fisik dengan waktu yang ditentukan secara bertahap. Target ibadah lainnya seperti shallat atau menghafal bacaan shallat (kalau belum bisa) atau menghafal doa/baca qur’an, shallat berjamaah dll bisa juga dibuatkan dan diusahakan untuk dicapai pada Ramadan setiap tahunnya.

Jadi memang secara umum pengenalan beribadah puasa dan beribadah di bulan Ramadhan bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja dalam bentuk segala rupa.Yang jelas pengenalan dan pendidikan ibadah berpuasa dan ibadah lainnya di bulan Ramadan sebaiknya dilakukan secara konsisten. Misalnya kalau sudah dimulai pada usia 4 ya terus konsisten lakukan tiap tahun setelah itu dan terus sampai si anak masuk usia baliq lantas berubah menjadi kewajiban.Tentunya setiap tahun pengajaran dan targetnya pun berbeda disesuaikan dengan perkembangan pertumbuhan anak).

Diharapkan dengan membiasakan dan mengenalkan sejak dini, dikala anak memasuki usia “Wajib” (ketika mereka masuk baliq), ibadah berpuasa merupakan suatu hal yang normal dan wajar bagi mereka dan relatively tidak canggung/sulit untuk dilakukan. Yang jelas jangan sampai ada pemaksaan ketika kita memperkenalkan dan mulai mengajarkan ibadah ini, karena persepsi awal merupakan hal penting.

Kalau anak sudah resistan pada awal (karena adanya pemaksaan) maka ibadah berpuasa menjadi suatu beban yang tidak menyenangkan bagi sianak. Dan internal motivasi akan sulit diciptakan. Bila pemaksaan berlangsung terus menerus dan resistansi menjadi sangat tinggi, maka anak melakukan “puasa” karena takut dan bukan karena memahami fungsi dan tujuan berpuasa. Biasanya dikala masuk masa baliq/pubertas, resistansi tsb berubah menjadi suatuh beban atau bahkan hal yang “dibenci” anak. Sehingga seringkali bentuk pemberontakannya adalah puasa dirumah (dimata orangtua ) saja asal aman, atau sampai dewasa anak berpuasa ya hanya karena dia "harus" berpuasa tanpa memahami apa maksud dan fungsi dari puasa tsb.Apabila ini terjadi sangatlah disayangkan, karena ketrampilan utama “mengendalikan diri” dan kesempatan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhannya tidak dapat dipelajari dan dikuasainya dengan baik.(Audzubillah minzalik, semoga anak-anak kita terhindar dari situasi ini).

Bila tinggal di negara majoritas muslim seperti di Indonesia atau negara majoritas muslim lainnya, memang tahapan pengenalan relatively lebih mudah. Karena kita tidak perlu menciptakan athmosphere pendukung dan lingkungan pendukung, tetapi sudah tercipta dengan sendirinya. Karena hampir semua orang berpuasa maka suasana beribadah Ramadan terasa sekali. Lain halnya dengan mereka yang tinggal di LN dan di negara majoritas non-muslim.Tugas keluarga/orangtua dan masyarakat muslim setempat menjadi sedikit lebih berat. Tugas kita tidak hanya wajib memperkenalkan ritual ibadah Ramadan, tetapi juga harus menyediakan dan mengakomodasi atmosphere Ramadan bagi anak-anak kita. Dan menjadikan Ramadan sebagai suat moment yang istimewa dan menyenangkan bagi si anak. Karena hal-hal tersebut tidak bisa diharapkan secara otomatis dari lingkungan tempat tinggal kita yang memang majoritas non muslim.

Semoga tulisan panjang lebar ini dapat bermanfaat. Mohon dibukakan pintu maaf bila ada kekurangan dan kekhilafan. Kebenaran datangnya hanya dari Allah SWT, dan bila ada kesalahan dalam tulisan ini adalah kesalahan pribadi saya sebagai manusia biasa.

Ramadan 2006, Lafayette – Indiana

No comments: