Walaupun marah adalah salah satu fitrah manusiawi pemberian sang Khalik , namun Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam untuk menahan marah. Bagaimana pandangan Islam terhadap marah ? Bagaiman solusi dalam Islam agar umatnya mampu menahan amarah bahkan mampu memaafkan ?
Al Jurjani berkata: Marah adalah perubahan yang terjadi saat darah
yang ada di dalam hati bergejolak sehingga menimbulkan kepuasan di dalam
dada. Marah adalah gejolak yang timbulkan oleh setan. dia mengakibatkan
berbagai bencana dan malapetaka yang tak seorangpun mengetahuinya
melainkan Allah Subhanhu Wa Ta’ala.
Al Ghozali rahimahullah berkata: Manusia berbeda-beda dalam tingkat
gejolak kemarahannya, dan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
Kurang marah, marah yang melewati batas, dan marah yang stabil.
- Kurang marah adalah hilangnya kekuatan gejolak marah atau gejolak amarahnya tersebut lemah. Marah yang berlebih-lebihan adalah mendominasinya sifat amarah hingga mengalahkan kendali akal, agama dan ketaatan, sehingga tidak ada bagi orang seperti ini suatu kesadaran, fikiran dan inisiatif.
- Marah yang stabil adalah marah yang terpuji, terwujud setelah ada isyarat dari akal dan agama untuk melampiaskan kemarahan.
Al Ghozali rahimahullah berkata saat menjelaskan tentang sebab-sebab
marah.Diantara sebab-sebab timbulnya marah adalah: kezuhudan, bangga
diri, bercanda, main-main, mengejek, mengolok-olok, berbantah-bantahan,
saling bermusuhan, berkhianat, mengejar kelebihan harta duniawi dan
pangkat, dan sebab yang paling banyak menimbulkan kemarahan adalah
pengelabuan orang yang bodoh dengan menyebut kemarahan itu sebagai
keberanian, kejantanan, harga diri dan semangat yang tinggi.
Marah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela (yang diharamkan) dan ada yang diperbolehkan:
Marah yang terpuji adalah apabila marah itu bersumber dari Allah
subhanahu wata’ala, seperti marah karena Allah terhadap musuh-musuhNya
dari golongan Yahudi dan orang-orang sepertinya, baik orang-orang kafir
dan munafik. Marah yang terpuji jika motivasinya karena Allah tatkala
aturan-aturan Allah dihinakan, sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla
(yang artinya):
“Dan kaum Musa setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari
perhiasan-perhiasan emas mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara.
Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat
berbicara dengan mereka dan tidak dapat pula menunjukkan jalan kepada
mereka?. Mereka menjadikannya sebagai sesembahan dan mereka adalah
orang-orang yang zalim(148)
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata: “Sungguh jika Tuhan kami tidak memberikan rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami maka kami menjadi orang-orang yang merugi (149)
Tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia:Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu, Dan musapun melemparkan luh luh taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: wahai anak ibuku sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir merka membunuhku. Sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku. Dan janganlah kamu memasukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang dzalim (150)
Musa berkata : “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukanlah kami ke dalam rahmat-Mu dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara yang penyayang “(151)
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata: “Sungguh jika Tuhan kami tidak memberikan rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami maka kami menjadi orang-orang yang merugi (149)
Tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia:Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu, Dan musapun melemparkan luh luh taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: wahai anak ibuku sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir merka membunuhku. Sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku. Dan janganlah kamu memasukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang dzalim (150)
Musa berkata : “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukanlah kami ke dalam rahmat-Mu dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara yang penyayang “(151)
Sesunguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai
sembahannya) kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan
kehinaan di dalam kehidupan dunia. Demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan (152)
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan kemudian bertaubat setelah itu dan beriman, sesungguhnya tuhan-mu setelah taubat yang disertai dengan iman adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (153)
Sesudah amarah Musa reda, lalu diambilnya kembali luh-luh taurat; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut pada Tuhan-Nya.(154) [QS. Al A’raf 148-154]
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan kemudian bertaubat setelah itu dan beriman, sesungguhnya tuhan-mu setelah taubat yang disertai dengan iman adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (153)
Sesudah amarah Musa reda, lalu diambilnya kembali luh-luh taurat; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut pada Tuhan-Nya.(154) [QS. Al A’raf 148-154]
Jadi marah yang terpuji adalah marah yang bisa dikendalikan oleh pelakunya secara santun. [Adab Ad-Dunnya wa Ad Din hal. 250]
- Di antara marah yang tercela adalah marah karena fanatisme terhadap suku.
- Marah yang diperbolehkan adalah marah yang bukan pada maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana firman-Nya:
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, maka sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan yang kuat”. [QS. As Syura’:43]
Beberapa terapi syara’ untuk mengobati marah:
1. Berlindung (kepada Allah azza wajalla) dari godaan syaitan yang terlaknat,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin Shord, beliau berkata:
Aku duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan di hadapannya
ada dua orang yang saling mencela, salah satu dari kedua orang tersebut
telah memerah wajahnya dan urat lehernya tegang, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku mengetahui satu kalimat seandainya dia ucapkanniscaya akan
hilanglah gejolak yang ada pada dirinya, seandainya ia membaca: ) “Aku
berlindung pada Allah dari syaitan” niscaya hilanglah amarahnya)”.
[HR.Bukhari - Muslim]
2. Diam tidak berbicara. Mengambil sikap diam, hal
ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alihi wasallam: “Apabila salah
seorang diantara kalian marah maka hendaklah dia diam”. [HR. Imam Ahmad]
3. Apabila mampu meninggalkan tempat itu maka berdirilah lalu pergi.
4. Bersikap tenang, yaitu duduk apabila sedang berdiri, atau tidur terlentang bilamana sedang duduk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila
salah seorang diantara kalian marah sedangkan dia berdiri maka
hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang, apabila masih beleum
mereda maka hendaklah dia berbaringlah” [HR. Abu Daud]
Perawi hadits ini adalah Abu Dzar radhiallahu anhu, beliau
menceritakan sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya:
Bahwasannya ia telah mengambil air minum untuk dituangkan pada telaga
miliknya, kemudian sekelompok orang datang dan berkata: “Siapakah orang
yang mampu mendatangkan air untuk Abu Dzar sambil menghitung rambut
kepalanya?”. Seorang laki-laki menjawab: “Saya”, maka datanglah lelaki
tersebut dan mengambil air dari telaga itu, namun dia meleburkannya,
merusaknya, atau menghancurkannya. Maksudnya adalah Abu Dzar meminta
pertolongan dari lelaki tersebut untuk memberi minum untanya dari telaga
itu, namun tiba-tiba orang itu berlaku buruk terhadapnya dan
menyebabkan telaga itu hancur. ketika itu Abu Dzar berdiri kemudian
duduk selanjutnya berbaring. Dikatakan kepadanya wahai Abu Dzar kenapa
engkau duduk kemudian berbaring? Dia menjawab bahwasannya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda…. kemudian beliau membacakan
hadits diatas.
5. Berwudlu, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Marah itu adalah bara api maka padamkanlah dia dengan berwudlu”.[HR.Al Baihaqi]
6. Melaksanakan sholat. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Atsar: “Penghapus setiap perselisihan adalah dua raka’at (shalat sunnah)“. [HR.Silsilah hadits shahihah]
7. Menjaga wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu”
Bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
أَوْصِنِي قَالَ:لاَ تَغْضَبْ, فَرَدَّدَ ذَلِكَ مِرَارًا قَالَ لاَ تَغْضَبْ
“Berilah aku wasiat beliau berkata: “Janganlah marah” Beliau mengulangi wasiat itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Janganlah marah”. [HR. Bukhari]
“Berilah aku wasiat beliau berkata: “Janganlah marah” Beliau mengulangi wasiat itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Janganlah marah”. [HR. Bukhari]
“Janganlah marah maka bagimu adalah surga“. [Hadits shahih]
Jika engkau mengingat apa-apa yang dijanjikan oleh Allah bagi
orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menjauhi sebab-sebab
munculnya amarah baik bagaimana menahan amarah dan menolaknya, makahal
ini sebagai tindakan yang paling besar yang membantu seseorang dalam
memadamkan api kemarahan, juga mendapat pahala yang besar, sebagaimana
dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barang siapa yang menahan kemarahannya sedangkan ia mampu untuk
melakukannya maka Allah azza wa jalla akan menyeru dia di hadapan
seluruh manusia pada hari kiamat untuk dipilihkan baginya bidadari yang
dikehendakinya”. [HR. Abu]
8. Mengetahui derajat yang tinggi dan kedudukan istimewa yang akan diberikan kepada orang yang bisa menahan dirinya dari marah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Bukanlah kuat itu dengan mengalahkan musuh saat bergulat, akan
tetapi kuat itu adalah orang yang bisa menguasai dirinya tatkala marah”. [HR.Bukhari Muslim dan Imam Ahmad]
Dari Anas radhiallahu anhu bercerita bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam melewati sekelompok kaum yang saling bergulat, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: Apakah ini? mereka menjawab: “Dia
pegulat yang ulung tidaklah seorangpun yang bergulat dengannya kecuali
dia mengalahkannya. Kemudian beliau berkata: Tidakkah aku tunjukkan pada
kalian yang lebih orang yang lebih kuat darinya, yaitu seorang yang
dizalimi namun dia menahan kemarahanya kemudian dia mengalahkan orang
yang menzaliminya dan mengalahkan syaitan diri serta mengalahkan syaitan
saudaranya”. [HR Al Bazzar dan Ibnu Hajar]
9. Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika marah.
Dari Anas radhiallahu anhu berkata: Aku berjalan bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, saat itu beliau memakai kain dari Najran
yang kasar pinggirnya kemudian seorang badui’ datang menghampirinya dan
menarik kain itu dengan tarikan yang sangat kuat, sampai aku melihat
pada leher Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di mana tarikan itu
sampai membekas karena kuatnya tarikan tersebut, kemudian ia berkata:
“Wahai Muhammad perintahkanlah (kepada kaummu untuk membagikan kepadaku
harta dari Allah yang ada di padamu, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam meliriknya sambil tersenyum lalu beliau memerintahkan untuk
diberikan bagian tertentu baginya” [HR Bukahri- Muslim]
Dan di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
menjadikan amarah tersebut hanya karena Allah subhanahu wata’ala yaitu
bilamana tuntunan Allah subhanahu wata’ala dilanggar inilah marah yang
terpuji.
10. Mengetahui bahwasanya menahan amarah adalah ciri orang yang bertakwa, hal itu sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala: “Yaitu
orang-orang yang menafkahkan hartanya secara sembunyi dan
terang-terangan dan orang yang menahan kemarahan serta memaafkan
manusia, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik”.[QS.Ali Imran:2:134]
11. Sadar ketika diingatkan.
Sebagaimana dalam sebuah atsar yang diriwayatkan Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu: Sesungguhnya seseorang meminta izin pada Umar
radhiallahu anhu maka dia mengizinkannya dan ia berkata: “Wahai Ibnul
Khattab demi Allah engkau tidak memberiku dengan pemberian yang banyak,
tidak juga berhukum kepada kami dengan adil, seketika itu Umar
radhiallahu anhu marah sehingga dia hendak memukulnya, namun Al Harb bin
Qais (seorang teman duduk Umar) berkata: Wahai Amirul mu’minin
sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah berfirman kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. [QS.Al A’raf:199] “Sebab, sesungguhnya dia termasuk orang yang bodoh, demi Allah Umar radhiallahu anhu tidak meremehkan ayat tersebut saat dibacakan kepadanya ayat tersebut dan dia teguh dalam tuntunan kitab Allah ‘azza wajalla. [HR.Bukhari]
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. [QS.Al A’raf:199] “Sebab, sesungguhnya dia termasuk orang yang bodoh, demi Allah Umar radhiallahu anhu tidak meremehkan ayat tersebut saat dibacakan kepadanya ayat tersebut dan dia teguh dalam tuntunan kitab Allah ‘azza wajalla. [HR.Bukhari]
12. Mengetahui akibat buruk sikap marah.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Al Qomah bin Wail dari bapaknya
radhiallahu anhu beliau bercerita kepadanya: Aku duduk bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seseorang membawa
orang yang sedang diborgol lalu dia berkata: “Ya Rasulallah dia telah
membunuh saudaraku kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bertanya kepada lelaki yang diborgol tersebut: “Apakah engkau telah
membunuhnya?”, “Ya saya membunuhnya”. Jawabnya. Beliau berkata:
“Bagaimana engkau membunuhnya?” Orang itu menjawab: “Aku bersamanya
mengambil dedaunan dari pohon untuk makanan ternak, kemudian ia
mencelaku hingga membuatku marah kemudian aku memukulnya dengan kapak
tepat pada batang lehernya akhirnya dia mati…” [HR.Muslim]
13. Selalu berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala:
أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ اْلقُلُوْبِ
“Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati tentram”. [QS.Ar Ra’ad:28]
“Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati tentram”. [QS.Ar Ra’ad:28]
14. Memberikan hak badan untuk beristirahat.
No comments:
Post a Comment